Kamis, 29 Desember 2016

Perempuan dan Organisasi

Aktivis perempuan ketika masih berstatus single. Belum nikah dan belum punya anak. Tentu saja sangat beda kondisinya dengan perempuan yang sudah nikah apalagi yang sudah punya anak. Sangat beda sekali.

Ketika aktivis perempuan belum nikah. Tentu saja memiliki kesempatan dan waktu luang yang lebih banyak dari pada perempuan yang sudah menikah. Sebagai seorang istri tentu saja harus mendapatkan izin dari suami ketika harus berperan di luar rumah. Tugas dan tanggung jawab dalam rumahpun harus beres. Kalau tida, maka bisa menjadi sumber ketidakharmonisan keluarga. Betul khan? Masa' mau berperan di luar rumah, urusan rumah tangga sendiri tidak beres.

Olehnya, itu ketika seorang perempuan yang berstatus istri harus sering-sering keluar rumah. Karena merupakan pengurus dari organisasi perempuan. Saya kurang setuju. Karena seorang istri punya tanggung jawab besar dalam rumah tangganya. Bukan cuma urusan dapur, sumur juga. Tetapi ternyata suami juga sebenarnya tidak suka ditinggal-tinggalkan. Mereka ingin lihat istrinya senantiasa mendampinginya. Perasaannya sangat senang ketika istri berada di rumah. Bukannya mereka mengekang sang istri bukan itu. Tapi, seperti pepatah, rumahku adalah surgaku. Bagaimana rumah menjadi surga, padahal sang bidadari tidak ada di samping. Nelangsa bukan?

Seperti yang diungkapkan oleh seorang tokoh wanita, kita ini sementara berjuang, bukan cuma untuk keluarga, tetapi juga untuk masyarakat. Saya sangat sepakat. Tetapi, keluarga tetaplah mesti menjadi prioritas bagi seorang istri atau seorang ibu. Ketika seorang istri atau ibu lebih aktif dalam organisasinya maka tentu saja hal ini mengakibatkan ketimpangan dalam rumah tangga. Efeknya bisa fatal, suami merasa tidak diperhatikan, dan bisa saja suami memboikot seorang istri yang lebih mementingkan urusan organisasinya di luar. Tentu saja kita tidak mengharapkan demikian bukan.

Tentu saja, keadaan dan kondisi seorang perempuan berbeda-beda. Bisa jadi ada seorang perempuan yang berstatus istri sudah bebas dari tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga. Karena memiliki pembantu yang mengurusi tetek bengek urusan rumah tangga. Anak-anaknya sudah besar atau pun tidak memiliki anak kecil yang masih butuh perhatian lebih dari ibundanya. Tetapi ada juga perempuan yang segala sesuatu urusan rumah tangga, ia harus urus sendiri. Mulai dari cuci piring, cuci pakaian, masak dan bersih-bersih rumah. Belum lagi kalau mereka punya anak kecil. Seperti tidak ada habis-habisnya pekerjaan. Dari mulai bangun sampai tidur kembali.

Kondisi yang agak berat, sebenarnya. Apalagi mesti aktif lagi berorganisasi. Tapi, seorang perempuan butuh tempat untuk mengaktualisasikan dirinya. Bertemu dengan sahabat-sahabat yang bisa saling menguatkan. Tidak ada larangan sebenarnya untuk aktif organisasi. Selama bisa menyesuaikan dengan keluarga. Sama sekali tidak. Tetapi kalau mesti sering-sering keluar. Rapat ini rapat itu, padahal tema rapat tidak terlalu penting untuk bertatap muka. Dan, bisa saja lewat group massanger atau WA. Kenapa tidak. Kita bisa memanfaatkan teknologi yang super canggih itu.

Jadi, pada dasarnya seorang perempuan yang berstatus seorang istri atau ibu itu basisnya adalah rumah. Seorang perempuan mesti sering membaca. Membaca Al Qur'an dan juga buku-buku lainnya. Agar pemahamannya bertambah dan wawasannya terbuka. Agar tidak terkena pepatah yang mengatakan bagaikan katak dalam tempurung. Berawal dari rumah kita tebarkan kebaikan ke seluruh penjuru dunia. Teringat bunda Maryam as dan bunda Fatimah AzZahra, mereka lebih sering di rumah. Tetapi derajat mereka sangat mulia di sisi Tuhan. Mereka adalah para perempuan penghuni surga.

Free writing 2

Rabu, 28 Desember 2016

AIR MACET

Saya galau. Tidak tau mau bikin apa. Air tidak mengalir. Itu soalnya. Stok air yang tersedia tidak mencukupi keperluan rumah tangga. Dari cuci piring, masak, apalagi cuci pakaian. Cuci pakaian mesti pakai air mengalir. Nah, ini mesin mati.

Persoalannya, karena listrik untuk mesin air masih pake listrik pengontrak. Jadi tergantung dong. Mereka mau hidupkan atau nyalakan. Sudah beberapa hari ini mesin tidak menyala. Dimatikan sama pengontrak. Soalnya, ada gangguan pada mesin air pengontrak. Bunyi-bunyi terus walaupun tidak ada kran yang terbuka. Nenek yang tinggal di sebelah merasa terganggu dan tidak bisa tidur akibat bunyi-bunyi itu. Tante Pia yang tinggal di sebelah pun protes. Mengetuk-ngetuk pintu dan menyampaikan keluhan nenek.

Akhirnya, pengontrak mencabut stop kontak mesin air. Berhubung, mesin air ke rumahku dan mesin air untuk pengontrak satu sambungan maka terputus pulalah sambungan listrik untuk mesin air ke rumah. Saya putar kran tidak mengalir-ngalir. Jadinya kesal. Kerjaan tidak beres-beres. Lebih parah lagi kalau mau buang air besar. Parah. Gmana dong.

Beberapa hari tidak mencuci, pakaian jadi menumpuk. Harus dicari cepat solusinya ini. Sebenarnya sudah ada meteran listrik dipasang di garasi tapi ada masalah sedikit. Tapi, masalah itu mesti diabaikan karena ada yang lebih urgen. Ketersediaan air.

Free Writing 1

Sabtu, 17 Desember 2016

Novel The Marked Son


Novel The Marked Son karya seorang novelis perempuan. Buku yang lumayan tebal sebenarnya. Meskipun tebal, cerita fiksi action yang bernuansa misteri ini lumayan bagus dan seru. Sayapun terlarut di dalamnya. Menikmati helaian demi helaian, cerita terangkai begitu nyaman dibaca.

Novel ini menceritakan tentang kisah seorang pemuda yang bernama Dylan. Dylan sering bermimpi tentang seorang wanita cantik. Mimpi ini sering berulang semenjak dia kecil. Kehidupannya dengan ibunya yang sering bergonta-ganti pasangan amat menyedihkan. Dia merasa tidak dibutuhkan oleh siapapun. Dia lahir tanpa seorang ayah. Ibunya hamil di luar nikah. Karena takut, ibunya minggat dari rumah dalam keadaan hamil.

Menjelang tamat SMA, Dylan dibawa ibunya ke rumah orangtuanya di pinggir sebuah hutan. Hutan yang misterius. Di dalam hutan itu, hidup orang-orang pertama yang diistilahkan darah murni. Yang memisahkan antara tempat manusia dan orang-orang berdarah murni ini adalah dinding penghalang. Selain darah murni ada juga orang-orang berdarah campuran. Orang-orang berdarah campuran hasil pernikahan antara orang-orang berdarah murni dan manusia.

Pada saat itu, raja orang murni menghilang. Maka muncullah, Navar kesatria, yang gagah nan sakti tapi sayangnya bengis. Dia tak segan-segan membunuhi orang-orang yang menghalangi keinginannya untuk menjadi raja. Satu hal yang sangat ditakutkan darinya, Navar ingin menjaga kemurnian dari orang-orang pertama. Untuk itu, ia memburu orang-orang berdarah campuran dan membunuh mereka.

Orang-orang berdarah campuran akhirnya terasingkan. Memilih untuk bersembunyi dari kejaran sang Navar. Sudah banyak korban darinya. Termasuk Lani, seorang sahabat Kera. Kera inilah gadis yang selalu diimpikan Dylan semenjak Dylan masih kecil.

Kera adalah putri bangsawan terkemuka di negeri itu. Ia ingin diperistri oleh Navar. Kera ingin menolak tetapi sang Ayah tetap menjodohkannya dengan Navar. Dengan tak sengaja ia ketemu Dylan di hutan. Timbul harapan, Dylan bisa menolongnya. Sang Putri merasakan ada kekuatan maha dahsyat dari seorang Dylan. Hanya pria itu yang bisa melawan Navar.

Dylan kemudian akhirnya membuktikan kekuatan itu. Pertama kalinya dia kaget akan kekuatannya. Tetapi kemudian dapat mengendalikannya. Dylan dan Kera kemudian ke negeri Kera. Mereka bertemu Falcon, guru Kera sekaligus peramal kerajaan. Falcon melarang Kera untuk bersama Dylan. Demi keselamatan rakyat, Kera harus menjadi istri Navar. Tetapi Kera bersikeras bahwa Dylan bisa melawan Navar. Kera kemudian berpisah dengan Dylan.

Dylan kembali ke rumah kakek neneknya di luar hutan. Tetapi betapa terkejutnya karena beberapa tempat sudah terbakar. Kakeknya masuk rumah sakit. Ternyata Navar dan pasukannya sudah menyerang melintasi dinding pembatas dunia mereka dengan dunia luar.

Dengan ditemani oleh dua temannya, yang baru ketemu dan nenek temannya. Mereka masuk ke dunia Kera dengan melewati dinding pembatas. Dengan harapan ingin menyelamatkan Kera yang sebentar lagi melangsungkan pernikahan dengan Navar. Berbagai kejadian dan pertempuran mereka lewati. Sayang, salah satu teman Dylan tewas terbunuh.

Dylan kemudian bertempur dengan Falcon. Dan akhirnya Falcon terbunuh. Dylan dan Navar pun akhirnya bertempur. Dan Dylan pun bisa memenangkan pertempuran. Tapi sayang, Dylan kemudian koma. Akankah Dylan selamat dan bertemu kembali dengan Kera?

Novel yang menggambarkan kejahatan dan kebengisan, kekuatan cinta dan persahabatan ini menarik. Penggemar fiksi misteri pastinya suka. Apalagi di dalam hutan, digambarkan banyak makhluk ganjil berbahaya juga makhluk unik yang bersahabat. Mirip-mirip cerita Star War atau Stark Trek. Baca deh untuk lebih puasnya. Soalnya, bisa jadi uraianku di atas tidak begitu memuaskan dibandingkan jika kamu baca sendiri.

Minggu, 27 November 2016

Sepetak Tanah Pemberian Ummi

Tetiba aku berdiri sambil menghentakkan kaki. Seperti berlari meninggalkan ruangan. Ruangan tempat dimana aku menjadi seperti seorang pesakitan. Yang akan diadili karena kesalahan yang telah kuperbuat.

Sebelumnya, Tuti memanggilku ke rumah nene' Ummi untuk membicarakan satu hal. Bersama saudara-saudara yang lain, mama dan nene' Ummi. Saya menyangka masalah yang akan dibicarakan nantinya berkaitan dengan dinding rumah yang akan diperbaiki. Rumah mama yang kutempati sekarang sudah dibagi dua. Sepotong untuk tante Dina, saudaraku yang tinggal di Tarakan dan sepotongnya lagi diberikan kepada tante Ati, saudara sulungku. Dan sepotongnya sudah dibeli pihak puskesmas. Tempat yang dibeli puskesmas itu akan dibongkar. Untuk menjadi akses masuk ke Puskesmas. Selama ini puskesmas letaknya di belakang rumah. Masalahnya, ketika dibongkar, tidak lagi penopang dan penutup dinding rumah. Selain tripleks yang dipasang di rumah Dina. Akibatnya klo hujan bisa kebasahan.

Sungguh aku  kaget sekali. Tak pernah terbayangkan. Bagaikan petir menyambar, kilat menyambar dan guntur menggodam. Aku seperti tersengat aliran listrik. Ketika nenek Ummi bilang," Bagaimana itu gaddea di luar, katena nia antu situju nisareangko anjo, kajaiki assaribattang, mallaka sallang sisala-salako. Talebakkako anjo kusareang. Sementaraji nupake." Astagfirullah, sontak aku bangkit dari tempat dudukku dan bilang,"Kukana tuntasmi. Apapoeng ero' ribicarakang." Lantas aku angkat kaki secepat kilat dari situ. Dengan suara kaki berdebum-debum. Saking kagetku. Saudara-saudaraku dan tanteku dan mamakku sontak memanggil-manggilku,"Ooee..ooee tayangi rong." Saya tidak peduli lagi. Saya harus secepatnya meninggalkan tempat itu.

Aku sedih sekali. Tega sekali ummi dan saudara-saudaraku memperlakukan aku seperti itu. Pantaskah barang yang sudah diberikan tidak diakui lagi. Ummi menolak mengakui bahwa gaddea itu sudah diberikannya kepadaku. Katanya Pia tidak pernah ikhlas dengan pemberian itu. Karena sudah diberikan padanya semua tanah milik ummi itu. Jadi, saudara-saudaraku yang lain hanya percaya pada Pia dan tidak padaku..hiks..hiks..

Tapi, Aku merasa yakin. Bahwa tempat itu diberikan kepadaku. Dengan alasan,

Pertama,

Tidak mungkin suamiku membangun toko di atasnya kalo tempat itu belum diberikan kepada saya. Suami sangat perasa. Dan tak akan mungkin bergerak, klo tak ada kepastian hak.

Kedua,

Dulu, ketika masih berbentuk toko, belum dipindahkan ke depan (tempat Dina), klo ada ummi di depan toko, selalu ummi bilang kepada pelanggan yang dikenalnya,"Kusareangtongmi anne kodong tempatka, ka eroki appare usaha na riboko kodong balla'na".

Ketiga,

Pernah aku sudah mau buatkan surat sertikat, rumah yang kutempati dan tempat kecil pemberian ummi itu. Dan ummi sama Pia diam-diam dan santai-santai saja mendengarnya. Lantas Pia bilang, mauku juga bikin surat ini tempatku tapi tidak ada uangku. Tapi, rencana untuk bikin surat itu tidak jadi. Padahal sudah dicek oleh suami ke Kecamatan rinciknya. Bahkan Pia bilang, liat baik-baik ukurannya. Sejajar itu kamar ke depan tokomu.

Ke empat,

Belum cukup sebulan saya sudah perbaiki renovasi tempat itu lagi. Menimbunnya. Membeli timbunan dan mengongkosi pengangkatan timbunannya. Lalu saya ganti tegelnya yang baru. Tidak ada komplain dari mereka. Kenapa, tidak melarangku kalau tempat itu hanya sementara kupakai.

Jadi, saya pikir tidak ada masalah lagi. Tak pernah terpikirkan bahwa sekarang akan diungkit-ungkit lagi tempat itu. Mungkin, karena sekarang akses ke puskemas sudah terbuka. Dan tentu saja akan  lebih ramai kondisinya nanti. Saudaraku, berniat menjual-jual juga. Dan untuk lebih mudahnya, mengambil kembali tempat yang telah diberikan ummi padaku.

Kamis, 17 November 2016

Di antara Dua Amanah



Saya bersedia ditempatkan dimanapun dan jadi apapun. Begitulah jawabanku ketika ditanya kesediaanku untuk menjadi panitia musyawarah FKM. Sekjen pada waktu itu berkata, okelah kalau begitu. Usai, percakapannya dengan ketum FKM, katanya saya ditempatkan jadi sekretaris panitia. Saya terima amanah itu karena saya memang punya pengalaman sebagai seorang sekretaris. Saya pernah jadi sekretaris IPPNU (Ikatan Putri-Putri Nahdlatul Ulama) Kota Makassar.

Alhamdulillah, kak Mauliah Mulkin sebagai stering sangat membantu tugasku dalam hal pembuatan proposal dan beliau juga menjadi tempatku berkonsultasi tentang tugas-tugasku. Dan kak Mila, sangat luar biasa menjalankan tugasnya selaku ketua panitia. Saya bersyukur sekali punya ketua panitia yang baik hati dan sangat rajin.

Dengan bantuan dan partisipasi dari teman-teman panitia dan pengurus, serta simpatisan FKM, alhamdulillah acara seminar dan musyawarah berjalan dengan lancar dan sukses. Acara seminar bertemakan "Dahsyatnya Kerja Sama Guru dan Orang Tua untuk Hasil Pendidikan yang Berkarakter", yang menghadirkan tiga narasumber, yaitu wawali kota Makassar, Bapak Syamsu Rizal, Kak Ningsih (konsultan pendidikan) dan Kak Herman Kajang. Acara ini dihadiri sekitar 250an peserta, terutama para guru utusan dari sekolah, orang tua utusan dari majelis taklim dan para sahabat yang meluangkan waktunya menghadiri acara seminar ini.

Setelah seminar, musyawarah FKM pun digelar. Akhirnya dari beberapa formatur yang terpilih, setelah berunding diputuskanlah bahwa Kak Asma Khuluq yang menjadi formatur ketua umum. Diumumkan pula pada perundingan itu menetapkan saya sebagai sekretaris jenderal dan kak Irma Suriani sebagai bendahara umum.

Tentu saja saya menolak. Saya merasa tidak pantas menduduki jabatan sekrusial itu. Sepenting itu. Sehebat itu. Sekretaris Jenderal. Jabatan yang mentereng sebenarnya. Tapi saya tak akan sanggup memegang amanah itu. Saya takut. Betul-betul takut. Bagaimana kalau saya tidak bisa melaksanakan amanah itu. Saya menolak. Tolong gantikan saya. Cari yang lebih cocok untuk jabatan strategis itu kasiaaan. Help me. Berbagai alasan telah kukemukakan, tapi ditolak.

Saya pulang dalam keadaan kacau dan galau. Soalnya, daengku sudah mewanti-wanti saya. Sejak jauh-jauh hari agar tidak jadi pengurus inti. Inii..eeh malah ditunjuk jadi sekretaris jenderal. Aah.. aduh kodoong. Bagaimana kuutarakan bahwa saya yang jadi sekjennya. Umminya Atika yang mengantarku pulang menghiburku.

Ketika saya ceritakan bahwa kak Asma yang terpilih jadi ketua umum. Daengku menanyakan siapa sekretarisnya. Saya bilang terus terang saya yang dipilih. Daengku sontak bilang dia tidak melarang saya tapi dia tidak mendukung saya sepenuhnya. Bahwa menjadi sekretaris itu memang keinginanku. Karena saya tidak menolak keras jabatan itu. Iih kodong daeng..abanya Ersyah..Bagaimana caranya menolak. Saya tidak tahu. Saya pasrahmi ini.

Malam itu, saya jadi tak bersemangat ber-WA dan massenger ria dengan teman-teman yang selama ini menemani keseharianku. Sewaktu merencanakan dan mempersiapkan acara seminar dan musyawarah FKM. Keesokan harinya pun demikian. Saya berharap keputusan untuk memilihku jadi sekjen bisa berubah. Berubah. Please, gantilah saya. Ganti dengan teman yang lain. Nanti saya jadi wakilnya saja, ya. Ya...Ya...

Tapi, keputusan itu tak kunjung berubah. Saya tetap sekjen. Kenyataannya, saya adalah sekjen. Saya tak bisa merubah keputusan itu. Dan daengku tak mendukungku sepenuhnya. Oh my God. Berilah saya kekuatan menaklukan hati kekasihku. Saya takkan diantar kalau pergi rapat atau ada kegiatan. Saya harus pergi sendiri. Padahal ada kereta mungil yang menganggur. Boleh dong diantar sesekali daengku. Hik..hik..hik..Tapi tidak apalah. Biar tak diantar yang penting saya diijinkan pergi alias tidak dilarang ke luar. Yang penting tidak terlalu sering-sering keluar-keluar, katanya.

Saat ini saya mencoba untuk berdamai dengan diri. Mencoba memaklumi kecemasan-kecemasan bapaknya anak-anakku. Bagaimana supaya kekhawatiran-kekhawatirannya tidak terbukti. Kekhawatirannya bahwa saya akan lebih banyak disibukkan tugasku dalam organisasi. Khawatir saya akan sering pergi-pergi tinggal anak-anak dan dirinya. Ehhm..Kekhawatirannya bahwa saya tidak bisa membantunya lagi dalam bisnis yang kami perjuangkan bersama sejak nol. Saya harus punya kekuatan dan semangat lebih untuk membuktikan diri bahwa saya sanggup berperan sebagai isteri yang baik, partner kerja yang bisa diandalkan, dan ibu yang penuh kasih, serta seorang pengurus yang amanah menjalankan tanggungjawab organisasi.


Untuk suamiku :

Sekarang, semua sudah terlanjur, sayangku. Saya tidak bisa mundur dari amanah yang terlanjur diberikan kepadaku. Tetapi, engkau dan keluarga kita adalah yang terpenting bagiku di dunia ini. Maka, ijinkanlah saya untuk tetap bersamamu, selalu mendampingimu dalam keadaan senang apalagi susah. Namun harapanku, relakanlah saya untuk memberikan sedikit waktu buat berhimpun dan berjuang bersama saudara-saudaraku dalam kehidupan yang begitu singkat ini.

Minggu, 23 Oktober 2016

Mimpi dan Buku

Sejak kecil saya suka membaca. Buku apapun akan saya baca jika terpampang di depanku. Yang paling saya suka waktu itu adalah majalah Ananda. Tetapi sayang, orang tua kurang memperhatikan masalah hobbi anak-anaknya yang gemar membaca. Saya dan kakak sangat senang membaca. Saya sering meminjam majalah dari perpustakaan sekolah.

Selain meminjam dari perpustakaan, saya suka menyewa buku atau majalah dari kawan. Malah saya juga pernah menyewa majalah terbitan sebuah bank. Hanya untuk membaca sebuah cerpen yang yang terletak di halaman paling belakang majalah itu.

Karena kegemaran membaca itu, sampai-sampai terbawa ke alam mimpi. Saya sering bermimpi berada di antara tumpukan buku-buku. Saya sangat senang sekali. Ingin segera membacanya satu persatu. Sayang, ketika saya menggapai buku-buku itu. Saya lalu terbangun. Ternyata itu hanya mimpi. Saya sedih sekali.

Mimpi itu sangat sering muncul dalam setiap tidurku. Sama seringnya, mimpiku tentang saya yang bangun kesiangan dan terlambat masuk sekolah. Mimpi yang buruk yah. Beda dengan mimpiku tentang tumpukan buku-buku yang sangat mempesona dan menggairahkan untuk didaras satu demi satu.

Kecintaanku kepada membaca buku terus berlanjut. Segala buku kubaca. Tapi yang paling kusuka adalah cerita-cerita fiksi. Saya suka baca novel yang tebal-tebal. Cerita horor, detektif, dan kerajaan-kerajaan. Sangat menarik dan tak pernah bosan untuk membaca tema-tema seperti itu.  Saya tetap sering menyewa sama teman. Tetapi, sedikit demi sedikit akupun mulai membeli majalah kegemaranku. Waktu SMA, saya sering membeli majalah Aneka Yess. Ya, itu majalah remaja. Tak butuh waktu lama untuk membaca semua isi majalah itu. Maklum, majalah ringan. Tak perlu mengerutkan kening ketika membacanya. Tak perlu memeras otak untuk memahami apa yang dibaca. Saya sering menunggu setiap bulannya akan terbitnya majalah itu. Rasanya lama sekali. Untuk beli majalah itu saya sisihkan uang saku untuk beli majalah kesayanganku itu.

Saya tidak tau kenapa waktu itu perpustakaan kurang menarik bagi saya. Barangkali waktu itu kurang bahan bacaan menarik di perpustakaan. Sehingga saya lebih banyak mencari di luar. Menyewa dari teman dan membeli bahan bacaan yang menurutku menarik pada waktu itu. Saya juga sering numpang membaca di kamar kakak. Soalnya, dia penggemar berat majalah Femina. Dan dia pun berlangganan majalah itu. Saya juga suka majalah itu. Tapi ogah membeli. Soalnya sudah ada kakak yang menyediakannya. Hehehe..

Menginjak bangku kuliah, bahan bacaanku pun bertambah semenjak memasuki rohis. Saya suka beli buku religi. Tentang jihad, jilbab dan lain-lain. Saya pun suka beli majalah seperti Sabili dan Hidayatullah. Tidak rutin sih. Karena faktor keuangan. Harus pandai-pandai menyisihkan uang saku untuk beli buku atau majalah-majalah itu. Saya juga suka pinjam buku di perpustakaan kampus. Banyak juga buku yang menarik dari perpustakaan yang bisa di pinjam.

Semenjak masuk himpunan hijau hitam, aku pun berkenalan dengan buku-buku Ali Shariati, Murthada Muthahari, Syafii Maarif, Nurcholis Majid dan lain-lain. Mereka intelektual dan pemikir yang luar biasa. Tulisan-tulisan mereka menggugah dan mencerahkan.

Waktu itu saya jarang beli buku karena faktor U. Hanya bisa meminjam dari teman-teman yang berbaik hati meminjamkan. Nanti setelah menikah, saya banyak membaca buku-bukunya suami. Ada bacaan yang berat, ada juga yang tergolong masih ringan. Saya baca yang ringan-ringan saja.

Mimpi berada di antara tumpukan buku itu, masih sering menghiasi setiap tidurku. Dan ketika ada Bazar Buku Murah dari Mizan di toko Papirus, saya berujar inilah mimpi menjadi kenyataan. Mimpi yang selalu diharap bahwa itu nyata adanya. Sekarang terwujud. Bayangkan dengan diskon 60% , peluang untuk memperoleh buku-buku sebagus itu sangat sulit untuk dilepaskan begitu saja. Buku-buku berbagai genre ada. Kami datang hari pertama agar stok masih lengkap. Sangat puas memilih buku-buku tersebut.



Karena ada buku yang ketinggalan ditambah masih ada pesananku. Kami datang kembali ke toko Papirus. Ternyata, oh ternyata sang bos menyuruh memilih-milih lagi buku yang terambil kemarin. Alhamdulillah, tamba-tambai sambalu. Saya senang sekali. Demikian pula Renaisa, putri ketigaku. Dia langsung memilih buku-buku kegemarannya. Terutama, Buku Kecil-kecil Punya Karya. Banyak sekali sudah buku-bukunya. Menarik-menarik pula. Karya calon penulis handal Indonesia masa depan.

Sengaja kami membeli buku lumayan banyak. Terutama, karena diskon yang menggiurkan sekitar 60 persen. Jarang khan ada diskon buku sebesar ini. Mizan lagi. Walaupun ada yang bilang, buku terbitan Mizan katanya merujuk ke mazhab tertentu. Dan haram untuk dibaca. Baca aja lagi. Tidak ada yang aneh menurut saya. Kecuali cerita-cerita fantasi yang memang mengandalkan imajinasi yang kuat. Dari setiap buku ada yang bisa kita petik hikmah atau pelajaran darinya.

Yang kedua, tidak mungkin dengan dana yang minim dapat memperoleh buku-buku murah tapi berkualitas. Nah, dengan adanya bursa buku murah ini, peluangnya menjadi besar. Alhasil, kami seperti memborong buku besar-besaran. Hehe..mumpung hemat 60 persen. Uang yang dikeluarkan pun tidak seberapa. Bisa dibayangkan, untuk ukuran normal. Paling banyak bisa didapat buku dengan jumlah uang seperti uang barangkali paling banter 30 -50 buku. Ini hampir 300 buku.

Selanjutnya, buku-buku yang kami beli itu untuk persiapan membuat Taman Baca di lokasi kami bermukim. Cukuplah kami yang kekurangan bahan bacaan. Mau membaca tapi tidak ada yang bisa dibaca. Lagipula, apa yang bisa kita perbuat untuk masyarakat. Untuk jiwa-jiwa yang haus akan ilmu. Selain, menyediakan bahan bacaan buat mereka. Bisa jadi mereka juga ingin membaca buku. Tetapi, tidak tau dimana bisa memperolehnya. Sedangkan orang tua mereka untuk beli yang pokok-pokok saja berat. Apalagi untuk membeli buku. Ada kata-kata begini; apa pale' yang bisa dikasi masyarakat, mauki kasiki uang masyarakat na tidak ada uangta yang bisa dikasikan. Begitulah, terinspirasi dari kalimat itu, kami berniat untuk membuat Taman Baca. Semoga dengan langkah kecil ini bisa ikut memberi andil dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Minggu, 25 September 2016

DAENG RANNU



Sosok perempuan itu sudah mulai dimakan usia. Daeng Rannu namanya. Daeng Rannu orangnya baik dan penyayang. Perempuan paruh baya itu tidak memiliki anak. Suaminya meninggal tepat setelah tiga bulan mereka menikah. Ada yang bilang suaminya kena guna-guna. Pasalnya, Daeng Ramma sebelum menikah dengan Daeng Rannu telah menjalin hubungan dengan gadis lain. Sayang hubungan mereka tidak bisa dilanjutkan ke jenjang pernikahan. Karena ibunya Daeng Ramma tidak merestui hubungan mereka.

Ibu Daeng Ramma ternyata lebih memilih untuk menjodohkannya dengan Daeng Rannu. Daeng Rannu yang masih punya hubungan darah dengan Daeng Ramma, walau sudah jauh. Alasannya, untuk mendekatkan kembali hubungan yang sudah jauh itu. Apalagi ibunya Daeng Ramma dan Daeng Rannu berkawan baik. Artinya ini perjodohan. Sebagai anak yang berbakti, Daeng Ramma tidak bisa menolak keinginan ibunya dan menerima perjodohan itu. Sang kekasih sedih menerima kenyataan itu dan merasa sakit hati. Sakit hati yang mendalam membuat sang gadis ingin membalas perbuatan sang pemuda yang telah memutuskan harapannya. Yah, dengan mengguna-gunai sang pemuda, karena tidak rela melihat sang pemuda menjadi milik orang lain.

Cerita itulah yang sempat dituturkan oleh Daeng Rannu tentang suaminya yang sempat hidup bersamanya dalam waktu yang sangat singkat. Tiga bulan. Umur perkawinan hanya seumur jagung. Entahlah, antara mau percaya atau tidak dengan cerita itu. Karena, jodoh, rezeki dan umur atau ajal itu sudah diatur oleh Allah.

Setelah kematian Daeng Ramma, banyak pemuda yang tertarik pada Daeng Rannu. Tetapi Daeng Rannu tidak bergeming. Dia tidak membalas perhatian pemuda-pemuda tersebut. Daeng Rannu malah sibuk merawat kemanakannya. Anak dari saudara kandungnya, Daeng Tima'. Daeng Tima', perempuan yang subur. Setiap dua tahun, anak terlahir dari rahimnya. Ketika sang bayi baru lahir, kakaknya diambil dan dirawat oleh Daeng Rannu. Begitu seterusnya. Sampai berjumlah tujuh anak dilahirkan Daeng Tima', hanya dua orang yang tidak dirawatnya. Yaitu Anak yang keenam dan ketujuh.

Sewaktu ibu Daeng Rannu dan Daeng Tima' masih hidup. Ada tiga orang anak Daeng Tima' yang tinggal bersama mereka. Sekarang setelah Ibunya meninggal dunia. Anak-anak Daeng Tima' sudah menikah semua. Hanya tinggal satu orang bersama Daeng Rannu. Anak itulah yang akan mewarisi rumah dan tanah milik sang tante. Dulu saudara-saudara keponakannya yang juga pernah tinggal di rumahnya sempat protes ingin juga memperoleh bagian dari rumah itu tapi sang tante menolak. Katanya, bagaimana caranya dibagi. Kalau dibagi harus dirusak bangunannya. Dimana ambil uang untuk memperbaikinya. Lagi pula butuh uang banyak. Si tante menegaskan bahwa rumahnya hanya untuk satu orang ponakannya. Semua menerima keputusan itu. Walau terasa ada yang janggal dan tidak adil menurut mereka.

Daeng Rannu yang telah memelihara keponakan-keponakannya dengan baik seperti merawat anaknya sendiri. Pada akhirnya harus memilih siapa yang berhak atas rumah yang dimilikinya. Suatu pilihan yang akan menyakiti perasaan keponakannya yang lain. Tetapi keputusan telah dijatuhkan. Dan beruntunglah dia, keponakan yang dipilihnya itu. Untungnya, Daeng Tima' masih memiliki tanah yang bisa dibagi-bagi buat anak kandungnya yang lain. Sehingga keponakan Daeng Rannu yang tidak dapat bagian tadinya, merasa lega. Walaupun mereka tetap saja menganggap saudara mereka yang memperoleh rumah dari sang tante sangat beruntung. Karena, rumah yang diberikan sudah lengkap dengan fasilitas berupa listrik dan PAM.

Kehidupan Daeng Rannu ternyata agak memprihatinkan. Beliau masih harus kerja keras. Mesti cuci piring dan membersihkan rumah. Padahal sudah ada beberapa cucunya yang bisa membantu membersihkan rumah tapi sayang mereka enggan membantu sang nenek. Selain itu, karena keadaan ekonomi keluarga kemanakannya yang tidak mencukupi. Sehingga dia juga sering memberi jajan cucu-cucunya. Sang nenek tak tahan mendengar mereka merengek-rengek minta uang. Tak jarang pula ia ikut belanja kebutuhan dapur. Itu semua karena pekerjaan suami dari sang ponakan yang buruh bangunan, tidak terus menerus. Kadang kerja dan kadang tidak. Untung Daeng Rannu sering ditanroi oleh orang-orang dekatnya. Jadi Daeng Rannu bisa memberi cucu-cucunya uang kalau lagi merengek-rengek minta uang. Dan bisa membeli barang kebutuhan dapur atau peralatan mandi, jika keuangan sang ponakan menipis.

Dengan keadaan seperti itu, tetap saja Daeng Rannu merasa bahagia hidup bersama dengan ponakan dan cucu-cucunya. Tak pernah mengeluh menjalani kehidupannya. Sungguh perempuan yang luar biasa.

Kamis, 22 September 2016

Seminar KOHATI

Ahad lalu, 18 September 2016, KOHATI mengadakan seminar sehari di AULA LAN, Andi Pangerang Pettarani. Seminar Sehari yang dilaksanakan oleh KOHATI dalam rangka memperingati Milad KOHATi. Alhamdulillah, tanpa disangka Seminar Sehari ini lumayan banyak yang hadir. Baik dari anggota KOHATI yang aktif maupun alumni KOHATI dan senior HMI juga ikut hadir. Padahal menurut Rahmi Daeng Ngai, Ketua Kohati MPO cabang Makassar, persiapan untuk acara ini tergolong singkat, hanya dua pekan minus hari lebaran. Congrulation dinda.

Menariknya lagi acara ini, bagi 30 peserta pertama yang hadir diberikan doorprize berupa buku. Buku dari Kanda Abdul Rasyid Idris. Lumayan khan. Dapat ilmu dari seminar, juga dapat buku, silaturrahim pun jalan. Tapi sayang sekali, teman dudukku, sohibku Mumtihanah Razak, tidak dapat bukunya. Padahal dia lebih duluan datangnya dari saya. Dia tampak kecewa sekali. Saya bilang kenapa tidak dapat. Dia bilang, saya kira dibeli. Oh kasian..yang sabar yah. Pinjam istilahnya Sopo di film kartun anak Adit, Sopo dan Jarwo.

Dalam seminar ini, sebelum narasumber mengemukakan materinya masing-masing. Ada juga sesi hiburan yang diisi oleh anak-anak TK PAUD binaan FKM pusat Makassar, santri dari Masjid Babuttaubah Pabbentengang binaan Kanda Mauliah Mulkin dan Dinda Jusnawati Assyifa yang membacakan puisi.

Oh yah, bagi anak-anak TK PAUD binaan FKM pusat, ini adalah penampilan perdana mereka. Jadi wajar, apabila mereka agak kikuk dan mesti dituntun sama ibu gurunya. Apalagi usia mereka masih relatif masih sangat muda. Tapi alhamdulillah, lumayan menghibur. Ditambah dengan penampilan Zainab putri dari Kanda Isra Magassing dan almarhumah Kanda Sukmawati. Ada yang berkesan ketika gadis cilik itu ditanya oleh Kanda Ningsih. Apakah Zainab nanti mau jadi ketua KOHATI. Refleks Zainab bilang TIDAK. Jawaban spontannya kontan membuat yang hadir tertawa. Jawaban yang barangkali agak mengecewakan. Secara pribadi, saya maunya Zainab jawabnya MAU. Tetapi Jawaban tidaknya Zainab mengingatkan kita pada tradisi HMI sejak dulu manakala seorang kader ditanya apakah bersedia jadi seorang ketua. Maka niscaya jawabannya adalah TIDAK. Karena mengingat sebuah jabatan adalah sebuah amanah yang berat. Tetapi sebagai seorang kader, maka yang terpilih atau yang sudah dipilih dalam suatu mekanisme pemilihan pantang untuk menolak apabila sudah diserahi amanah itu. Walaupun mesti menangisi diri mengingat beratnya amanah yang akan diembannya.

Penampilan gadis-gadis remaja arahan kak Uli pun tak kalah menghibur para peserta seminar. Demikian pula, pembacaan puisi yang dibawakan secara apik dan penuh semangat oleh dinda Jusnawati Assyifa, menambah semarak acara milad KOHATI 50th ini.

To be Continued


Jumat, 16 September 2016

Sapi Kurban di Pondok





Sehari sesudah lebaran haji atau Idul Adha, saya mendengar dari orang tua santri yang berkunjung ke rumah bahwa Rizqy, anak saya di pondok kena musibah. Musibah apa itu? Katanya, sapi yang mau dijadikan hewan kurban di pondok mati. Dan anak saya diharuskan membayar lima ratus ribu rupiah. Ada sekitar dua puluhan anak yang mesti membayar sejumlah itu. Pembayaran itu untuk ganti rugi sapi kurban yang mati itu. Kenapa bisa? Katanya, karena Rizqy dan teman-temannya melihat sapi itu terlilit tali sebelum mati tapi tidak segera melaporkan ke ustadz mereka.

Kabarnya, ada seorang anak yang melempar hewan pemamah biak itu. Si sapi gelisah dan berputar-putar. Akibatnya, leher si sapi terlilit tali. Anak-anak ramai menonton kejadian itu. Maklum anak kota. Jarang-jarang mereka melihat sapi secara dekat dan terikat. Mereka tidak mengira si sapi akan mati.  Rizqy sendiri mengaku sorenya dia melihat hewan itu lagi rebahan. Dia kira si sapi lagi tertidur. Malamnya hewan itu sudah dilaporkan mati.

Oh, yah. Si sapi kurban ini adalah hasil patungan dari tujuh orang yang hendak berkurban. Sapinya lumayan besar dengan harga sekitar sebelas setengah juta rupiah. Sapi kurban itu diikat di belakang pondok, dekat tempat permandian anak santri. Hewan kurban itu datangnya dua hari sebelum lebaran. Dan mati hari ahad, sehari sebelum hari raya kurban dilaksanakan.

Setelah mendengar kematian si sapi kurban, di antara yang patungan itu ada yang mengikhlaskan dan ada yang tidak mengikhlaskan. Yang mengikhlaskan berpikir itu adalah musibah yang tidak disangka-sangka. Yang tidak mengikhlaskan menuntut sapi yang mati diganti sapi yang baru. Wah, gimana ini. Bagaimana cara menggantinya. Uang sebelas setengah juta itu bukan uang yang sedikit. Pak Ustadz diberi waktu paling lambat tiga hari untuk mengganti. Supaya sapi pengganti bisa disembelih tepat waktu.

Maka didaftarlah anak yang berada di sekitar lokasi kejadian. Anak yang melihat si sapi terlilit tali yang menyebabkan kematian sapi itu. Untuk menalangi dana pembelian sapi pengganti.

Saya pikir, kenapa anak yang disalahkan dalam hal ini. Sudah sewajarnya anak tertarik melihat seekor sapi yang terikat tak jauh dari tempat mereka. Apalagi selama ini, mereka yang notabene anak kota, jarang melihat sapi secara dekat. Kalau anak-anak yang mesti mengganti rugi hanya karena melihat sapi terlilit tali dan tak melapor, alangkah lucunya. Lucu khan..

Sudah beberapa kali Rizqy menanyakan kapan kami datang menjenguknya. Katanya, ia harus membayar uang ganti rugi itu. Harus dibayarkan sebelum kamis karena kamis sudah hari terakhir penyembelihan hewan kurban.

Sebenarnya kami sudah punya rencana untuk menjenguk anak sehari sesudah lebaran. Tapi, anak perempuan kami yang ketiga, Renaisa sakit. Muntah-muntah dan susah bernafas karena hidung tersumbat. Pilek barangkali. Jadi kami undur sampai Renaisa sembuh.

Alhamdulillah, Renaisa sembuh sebelum kamis. Jadi kami pastikan berangkat kamis pagi. Saya hubungi kakak-kakak yang mau menitip sesuatu untuk anak-anaknya di pondok. Dan saya hubungi pula kak Yeni yang mau ikutan menjenguk anaknya.

Sepagi mungkin persiapan untuk pergi ke pondok saya tuntaskan. Setelah persiapan tuntas, saya membangunkan anak. Si bapak menjemput barang-barang yang akan dititip kakak-kakak senior ke Tamalanrea. Kami berencana mau lewat tol. Kak Yeni menelepon katanya tidak bisa ikut serta ke Mangkoso. Karena ada halangan. Temannya keserempet motor dan kak Yenni tidak tega meninggalkannya. Kamipun berangkat.

Singkat cerita, sampailah kami ke pondok. Kami langsung istirahat. Kami membincangkan tentang sapi kurban yang mati itu. Anak-anak bilang semua yang melihat sapi pada hari itu harus membayar. Rizqy juga karena dia melihat. Kesalahan mereka adalah karena tidak segera melapor. Rizqy bilang mana dia tahu sapi itu sudah mati. Dikirany lagi rebahan. Kekenyangan habis makan. Rizqy bilang sudah trauma melihat sapi. Oh..koodong.

Saya bilang, hanya melihat sapi dan kebetulan sapi itu mati, anak-anak harus membayar ganti rugi. Di mana logikanya? Memangnya anak-anak pada mencekiknya. Hanya melihat dan barangkali juga main-maini si sapi. Tapi kalau sampai sapi itu mati, pasti ada kesalahan. Bapaknya Rizqy bilang, tali untuk mengikat sapi semestinya pendek saja. Supaya sapi tidak gampang terlilit tali dan kecekik. Dan kenapa juga tak ada orang yang ditugaskan untuk menjaga si sapi. Sekarang sapi itu mati, kok anak-anak yang mesti bertanggung jawab. Logikanya di mana coba. Di mana coba.

Sorenya, kami bersama anak-anak ke kota untuk berbelanja keperluan anak pondok untuk sebulan. Sengaja kami tidak beli sebelumnya di Makassar. Karena takutnya salah beli. Beda kalau mereka yang pilih sendiri. Mereka tentu saja mengetahui dengan pasti apa kebutuhan mereka.

Sepulang berbelanja, di pondok kami ketemu ustadz pembina asrama. Saya naik ke lantai atas. Sedangkan si bapak berbincang dengan ustadz. Sehabis berbincang dengan Ustadz, bapak bilang tadi dia dipanggil khusus sama pak Ustadz untuk membicarakan tentang sapi kurban. Pak ustadz bilang ini musibah yang menimpa pondok. Dan ingin  meminta bantuan orang tua santri untuk menanggulangi bersama. Jadi bukan disuruh ganti rugi tapi diminta membantu.

Sebenarnya Pak ustadz merasa tidak enak hati untuk meminta bantuan. Tetapi si sapi pengganti harus ada sebelum hari terakhir. Hari terakhir untuk berkurban. Sebenarnya sebagian yang berkurban sudah ikhlas tetapi ada juga yang minta untuk diganti.

Menurut ustadz, beliau sebenarnya sudah pasrah. Mustahil untuk mengganti si sapi. Dalam rentang waktu yang singkat, bagaimana caranya mendapat uang sebanyak sebelas setengah juta untuk membeli sapi. Tetapi, ada beberapa orang tua santri yang datang pada hari lebaran menjenguk anaknya di pondok merasa prihatin dengan musibah itu. Mereka mengulurkan bantuan. Bahkan ada yang menyerahkan satu juta kepada ustadz. Tapi semua itu belum cukup, baru terkumpul tiga juta lima ratus rupiah. Dana yang terkumpul malah belum setengahnya. Ustadz sudah putus asa. Antara mau melanjutkan atau pasrah. Tapi, ustadz tidak enak hati untuk mengembalikan uang kepada yang sudah menyumbang.

Akhirnya, pak ustadz memutuskan untuk pergi ke bendahara kampus untuk meminta dana talangan. Alhamdulillah, bapak bendahara menyerahkan dana, dengan syarat dana yang dipinjam harus dikembalikan. Bendahara kampus sampai menangis karena kejadian itu. Melihat pak Ustadz yang pasti masih shock dengan kejadian ini. Dia kasihan sama pak Ustadz yang sebelumnya sangat sibuk mengurus persiapan hari raya Idhul Adha.

Bapaknya Rizqy bilang sama Ustadz, bahwa tidak sanggup untuk membayar lima ratus ribu rupiah sementara ini. Karena ada pembayaran sekolah yang harus ditunaikan dulu. Tapi dia prihatin dengan musibah ini. Dan mau membantu tapi tidak bisa sekarang.

Setelah mendengar hasil perbincangan bapak dengan Ustadz. Saya bilang, itulah kalau kita tidak tabayyun. Kita mengira anak-anak diharuskan untuk segera membayar karena mereka dituduh bersalah tidak melaporkan si sapi yang sekarat. Tapi ternyata, hanya diminta bantuan. Kalau dibahasakan bantuan sih, aku terima. Apa salahnya membantu. Mengingat yang harus mengganti sapi itu dan mengeluarkan dana itu pak Ustadz sendiri. Dari kantong pribadinya. Khan kasian kalau tidak dibantu. Apalagi ustadz sudah kami anggap orang tua bagi anak kami di pondok.

Sebelum pulang, saya turun ke lantai bawah. Rencana mau ketemu istri Ustadz. Untuk minta bantuannya membayarkan uang pembayaran sekolah anak-anak. Sekaligus menyerahkan uang lima ratus ribu rupiah. Dengan niat membantu meringankan pak Ustadz mengumpulkan dana untuk dibayarkan kembali pada bendahara kampus.

Tapi istri ustadz ternyata sakit. Katanya sakit karena shock melihat sapi kurban mati dan harus segera diganti. Saya pikir, siapa yang tidak shock melihat musibah seperti ini. Bukan uang seratus lima ratus ribuan tapi jutaan ini yang mesti dikeluarkan. Dan itu mesti mengocek saku sendiri. Kasihan sekali. Sudah ada orang tua santri yang membantu tetapi masih jauh dari cukup. Belum setengahnya. Tapi sapi pengganti harus segera dibeli. Waktunya sudah mepet. Sapi harus segera disembelih. Agar terhitung sebagai hewan kurban. Kalau sudah lewat bukan lagi hewan kurban namanya. Saya cukup mengerti keadaan istri pak Ustadz. Kalau saya dalam posisi yang sama. Tentunya saya akan shock juga. Untunglah pak Ustadz orangnya ikhlas dan sabar.

Karena batal ketemui istri ustadz. Saya menyerahkan uang lima ratus ribu itu secara langsung kepada ustadz. Beliau kaget karena uang sudah diserahkan full. Pikirnya, dua ratus ribu dulu. Saya bilang, tidak apa ustadz. Insya Allah rejeki itu di tangan Allah. Saya yakin itu. Pak Ustadz berterima kasih dan meminta maaf dengan kejadian ini. Katanya, ini musibah yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Saya bilang barangkali ini ujian ustadz. Untuk menguji kita semua. Apakah kita akan menerima dengan lapang dada atau tidak. Semua ada hikmahnya. Ini adalah pengurbanan. Bukan pengurbanan namanya kalau tidak berat rasanya. Seandainya saya punya uang lebih, saya akan membantu lebih dari uang yang telah ditentukan. Tapi sayang, saat ini hanya itu yang bisa saya berikan.

Demikianlah, sekelumit cerita tentang kejadian matinya seekor sapi kurban menjelang hari Idul Adha 1437 H di pondok Istamar, yang cukup menghebohkan sekaligus menyedihkan. Menghebohkan karena tersiar kabar bahwa santri harus membayar ganti rugi karena santri tidak melaporkan segera keadaan sapi yang sekarat. Padahal hanya diminta bantuan. Dan menyedihkan karena, ibu asrama, istri ustadz jatuh sakit karena musibah ini

Seperti yang pernah saya baca lewat media online, NU online, menurut ustad bahwa sapi kurban yang sudah diserahkan ke panitia kurban. Maka panitia kurban yang bertanggung jawab atas sapi kurban itu. Kalau sapi kurban mati sebelum lebaran haji tanpa ada unsur kesengajaan, maka panitia tidak wajib menggantinya. Tetapi kalau ada unsur kelalaian di dalamnya, maka panitia kurban yang wajib menggantinya. Dalam hal ini pak Ustadz di Pondok sudah bertanggung jawab dalam hal mengganti hewan kurban. Walaupun ada juga ustadz yang mengatakan tak perlu mengganti karena ini musibah dan tidak disengaja.

Ustadz  harus cepat mengambil keputusan karena ada desakan untuk mengganti dengan hewan kurban baru. Sementara itu ada bantuan dana dari orang tua santri yang merasa prihatin dengan peristiwa tersebut. Karena dana belum cukup, maka dirasa perlu adanya penggalangan dana dari para orang tua santri yang anaknya tinggal di pondok itu.

Jadi bertabayyunlah ketika ada berita yang kita dengar, jangan cepat memvonis apalagi menyebarkan berita belum tentu kebenarannya. Thankyu sudah membaca.

Selasa, 13 September 2016

SYIAH BUKAN ISLAM?

Syiah bukan Islam
Syiah kafir syiah sesat

Kalimat di atas sering sekali dilontarkan oleh orang yang antipati atau apriori pada syiah. Atau orang yang tidak mengenal apa itu syiah. Ataupun orang yang tidak mempelajari sejarah Islam dengan baik.

Untuk mengenal dan memahami dengan baik tentang Syiah. Kita perlu mempelajarinya dari ulama-ulama ataupun cendekiawan yang refresentatif  untuk memberi penjelasan tentang Syiah itu sendiri. Bukan dari orang-orang yang mengaku Syiah tetapi tidak memahami Syiah secara mendalam. Apalagi, belajar tentang Syiah melalui sumber-sumber yang memang sudah antipati terhadap Syiah.

Sebagai manusia tentunya kita punya akal. Yang dipergunakan untuk berpikir. Menelaah sesuatu apakah itu sesuatu benar atau salah. Jadi, kita sebagai makhluk tuhan yang berakal mesti mempelajari. Bukannya menerima secara mentah-mentah. Apapun itu. Kita bisa memperbandingkan sesuatu yang masuk akal dan mana yang tidak masuk akal. Ya, akal, itulah karunia Ilahi terbesar yang tidak boleh kita sia-siakan.

Saya kadang heran. Ketika ada yang mengatakan bahwa Syiah itu bukan Islam. Bahwa Syiah itu kafir dan sesat. Alasannya apa? Bukankah Syiah, sebagaimana sunni adalah bagian dari ummat Islam? Mereka adalah produk sejarah yang tidak bisa kita tolak kehadirannya. Ketika kita membuka lembaran sejarah. Asal mula terbaginya umat Islam menjadi beberapa bagian yaitu
sejak Rasul meninggal dunia. Yang pada akhirnya akan melahirkan berbagai mazhab dalam Islam. Di antaranya, Sunni dan Syiah.

Saya tidak mengerti. Mengapa ada-ada saja yang ngotot, Syiah bukan bagian dari Islam. Bahwa mereka kafir dan sesat. Mereka tidak seaqidah dengan kaum muslimin lainnya. Padahal mereka juga bersyahadat, sholat, mempunyai kiblat yang sama, zakat, berpuasa pada bulan ramadhan dan beribadah haji ke Al Haramain. Di mana letak kekafiran dan kesesatan mereka. Barangkali ada sedikit yang berbeda. Tetapi persamaan lebih banyak.

Ada yang bilang, bahwa syiah itu bukan Islam. Karena telah mengkafirkan tiga sahabat atau khalifah pertama, yaitu Abu Bakar ra, Umar ra dan Utsman ra. Bisa jadi mereka tidak menerima ketiga khalifah pertama itu, karena yang mereka yakini Ali yang mestinya menjabat khalifah pertama setelah Rasulullah meninggal. Tetapi, bukan berarti mereka mengkafirkan mereka. Sikap penolakan seseorang kepada orang lain selain nabi, apakah  cukup untuk menuding bahwa Syiah bukan bagian dari Islam. Apakah dengan sendirinya Islam seseorang gugur karena tidak menerima tiga kekhalifahan setelah rasul wafat. Saya kira tidak.

Bahkan menurut catatan yang tersebar luas di berbagai referensi Ahlus Sunnah, pernah datang sekelompok orang kepada Imam Zayd ibn Ali Zaynal Abidin, yang diakui sebagai imam kaum Syiah. Sekelompok orang itu mendorong Imam Zayd untuk menolak kedua orang sahabat, Abu Bakar ra dan Umar bin Khattab ra. Merespon hal ini, Imam Zayd mengusir mereka sambil berkata "Sesungguhnya Kalian adalah Rafidhi". Rafidhah, berarti penolak, ditujukan kepada dua orang sahabat utama Nabi yang menjadi khalifah sepeninggal beliau.

Sayangnya, meski dapat diterapkan atas sebagian Syiah yang mengecam sahabat, belakangan ini kata Rafidhah diidentikkan dengan Syiah secara keseluruhan, bukan kepada sekelompok orang dalam mazhab ini yang bersikap demikian.

Ummul Mukminin Aisyah pun tidak luput dari comotan mereka untuk mengklaim bahwa Syiah itu kafir dan bukan bagian Islam. Menurut buku yang saya pernah baca, syiah Ali memprotes Ummul Mukminin karena telah bersama-sama Zubair bin Awwam ikut dalam perang Jamal dalam memerangi khalifah Ali bin Abi Thalib pada waktu itu.

Lagi pula rahbar umat Islam Syiah melarang bagi penganut mazhab ahlul bayt untuk menghina simbol-simbol yang dihormati umat Islam. Seperti ketiga khalifah terdahulu dan Ummul Mukminin Aisyah.

Beberapa fitnahan juga dilancarkan untuk memprovokasi umat Islam yang berbeda mazhab. Seperti Alqur'an umat Islam syiah beda dengan Alqur'an umat Islam mayoritas. Padahal, pernah ada utusan dari Indonesia ke Iran. Melihat percetakan Al Qur'an di sana. Ternyata tidak ada perbedaan dengan Al Qur'an Mushaf Usmani seperti yang dipakai di Indonesia. Bahkan yang berkunjung ke sana balik memuji keindahan kitab suci cetakan Iran.

Ada juga fitnahan yang mengatakan bahwa, ummat Syiah menganggap Ali lah nabi mereka. Bukan Muhammad. Tetapi kenyataannya mereka bersyahadat sama seperti kita. Kalaupun ada tambahan Ali waliyullah di dalam azan mereka. Saya kira tidak masalah. Mereka hanya menganggap Ali sebagai wali Allah bukan sebagai nabi. Karena rasul dan nabi terakhir bagi umat Islam adalah Khatamul Ambiyai, Al Mustafa Muhammad SAW. Sama seperti  ketika kita dari Sunni mengucapkan asshalatu wassalamu ala asrafil ambiyai wal mursalim wa ala alihi waashabihi ajmain amma baad. Yang sering diartikan: salam dan shalawat atas junjungan kita nabi muhammad saw, kepada keluarganya, dan para sahabatnya.

Namun, seperti yang tertuang dalam  Buku Putih Mazhab Syiah, di dalam kitab Wasail Al Syiah disebutkan larangan untuk menambahkan teks "wa aliyyan waliyullah: dalam azan. Bahkan, hal ini dianggap sebagai sesuatu yang dimasukkan kategori tidak shahih dalam kitab-kitab Syiah. Kalaupun dibenarkan, hukum tambahan "wa aliyya waliyullah" dalam azan adalah sama dengan hukum pendengat azan bershalawat ketika mendengar kata Muhammad disebut dalam syahadat.

Lebih lanjut lagi, mereka mempersoalkan cara shalat umat Islam Syiah yang meluruskan tangan dan tidak bersedekap. Hal ini sangat lucu bagi saya. Karena salah satu imam Mazhab Sunni, yaitu Imam Malik pun ada yang mengajarkan untuk meluruskan tangan pada waktu sholat. Betul-betul sebagian umat Islam tidak belajar dulu baru berkomentar yang tidak-tidak. Jadi malu bukan.

Ada lagi, yang mengatakan umat Syiah itu berhajinya ke Karbala. Kalau berhajinya di Karbala, kenapa umat Islam Syiah setiap tahun ke Mekah untuk berhaji. Tidak masuk akal bukan. Mereka ke Karbala untuk berziarah ke makam Husain bin Ali. Di mana, di tempat itu ratusan tahun yang silam telah terjadi pembantaian atas cucu kesayangan rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Mereka dibantai dengan keji dalam keadaan kehausan pula. Tidak terketukkah hati kita mendengar peristiwa ini? Saya kira walaupun kita bukan dari Syiah, kita akan berduka apabila mengenang pembantaian keji itu. Bukan cuma umat Islam Syiah yang berbondong-bondong ke sana untuk berziarah. Tetapi juga umat kristiani juga ada yang ikut berziarah ke makam cucu Rasulullah.



Saya bukan Syiah atau ahlul bayt. Saya Sunni dengan mazhab Syafii. Tetapi melihat saudara saya yang Syiah difitnah sedemikian rupa, tanpa berupaya tabayyun. Dan selalu dituduh bertaqiyah. Hatiku tergerak untuk menyampaikan apa yang  saya ketahui walaupun barangkali tidak sempurna penyampaian saya. Dan terdapat kekeliruan di dalamnya. Walaupun sering dituduh sebagai bagian dari Syiah. Itu sudah resiko. Karena siapapun yang membela dan mencoba meluruskan pemahaman yang keliru tentang Syiah. Maka ia akan dituduh sebagai seorang Syiah. Sebagaimana imam mazhab yang kuanut, Imam Syafii. Yang dituduh sebagai Syiah, hanya karena ia mencintai keluarga Nabi. Ucapan terkenalnya yaitu : " Ketika aku dituduh Rafidah hanya karena cintaku kepada keluarga nabi, saksikanlah bahwa aku adalah Rafidah." Itulah ucapan imam mazhab yang sangat terkenal dalam mazhab Sunni. Dia rela dituduh sedemikian rupa walau tuduhan itu tidak benar adanya.



Saya bahkan salut dengan saudara kita dari mazhab Syiah yang tampaknya begitu mencintai keluarga nabi. Karena semestinyalah kita memang harus mencintai mereka. Kita tidak bisa memisahkan kecintaan kita kepada rasul dengan kecintaan kepada keluarganya. Shalawat yang kita kirimkan tidaklah lengkap ketika kita tidak menyebut mereka. Seperti yang selalu kita lantunkan dalam shalat-shalat kita. Allahumma shalli ala sayyidina muhammad wa ala ali sayyidina muhammad.

Walaupun ada yang mengatakan bahwa kecintaan kaum Syiah terhadap ahlul bayt hanyalah sebagai kedok. Hanya untuk menarik simpati dan kemudian menjerumuskan umat Islam. Tetapi, apakah memang seperti itu kenyataannya. Kita tidak bisa menghukumi sesuatu, hanya berdasarkan prasangka saja. Bahkan ada yang pernah membuat sebuah tabligh akbar dengan tema Air Mata Buaya. Berhubungan dengan peringatan hari Asyura. Mengenang kesyahidan cucu rasulullah di Karbala. Sungguh prasangka bisa melahirkan kebencian.

Ayolah, saudara-saudariku. Marilah kita membuka mata, hati dan pikiran kita untuk orang lain. Kita tidak boleh sembarang menuduh orang lain sesat dan kafir. Karena kebenaran mutlak itu hanya milik Allah. Marilah kita belajar dan belajar. Membaca buku demi buku. Jangan cuma membaca buku yang jelas-jelas antipatinya terhadap mazhab lain. Kenalilah mereka dari buku-buku mereka sendiri. Jangan bagaikan katak dalam tempurung. Hanya kitab-kitab kita sendiri yang kita baca. Agar kita bisa memahami mereka. Memahami bukan berarti harus menjadi seperti mereka, bukan?

Saya sebenarnya, ingin sekali sejarah itu dibuka selebar-lebarnya. Untuk mengetahui kebenaran atau pun kebathilan yang pernah terjadi. Agar kita bisa mengikuti sebenarnya yang pantas kita ikuti. Tetapi bukan sejarah namanya, kalau tidak terdiri dari beberapa versi. Agar kita adil dalam menilai. Ayolah kita mempelajari sejarah dari berbagai versi yang ada.

Setelah mengetahui bahwa syiah dan sunni itu bagian dari proses sejarah. Apakah kita akan mengklaim bahwa mazhab itu benar dan mazhab itu yang bathil. Tentu saja tidak. Sekali lagi, kebenaran mutlak itu hanya milik Allah. Mazhab itu hanya jalan untuk menuju Allah.

Dalam Konferensi Islam Internasional yang diadakan di Amman, Yordania pada tanggal 04-06 Juli 2005, ratusan ulama telah berkumpul dan menyatakan bahwa syiah itu merupakan bagian dari Islam. Beberapa mazhab Syiah yang diakui dalam deklarasi itu termaktub dalam piagam deklarasi Amman 2005.



Dalam Konferensi Islam Internasional yang dihadiri oleh limaratusan ulama dari seluruh dunia itu bertemakan "Islam Hakiki dan Perannya dalam Dunia Modern".  Dalam deklarasi yang biasa disebut Deklarasi Amman itu menghasilkan beberapa keputusan penting, yaitu siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu mazhab dalam mazhab ahlus sunnah (Syafii, Hanafi, Maliki dan Hambali), dua mazhab syiah (Ja'fari dan Zaidi), Mazhab Ibadi dan Mazhab Zhahiri adalah muslim.
Bahwa tidak diperbolehkan mengkafirkan salah seorang pengikut dan penganut salah satu mazhab tersebut. Darah, kehormatan dan harta benda dari salah seorang pengikut atau penganut salah satu mazhab tersebut di atas tidak boleh dihalalkan.

Jadi berdasarkan Deklarasi Amman, Penganut dua mazhab Syiah, yaitu Ja'fari dan Saidi itu adalah muslim (orang Islam). Artinya, jelaslah sekarang, bahwa kalimat bahwa Syiah Bukan Islam, itu adalah pelanggaran terhadap hasil keputusan dalam deklarasi Amman. Dan sebagai bagian dari umat Islam, muslim Syiah adalah saudara seiman kita dalam Islam.

Menurut Profesor Quraysh Shihab, sejak tahun 1961 di Mesir sudah terbit Mausu"ah Jamal Abdul Nashir Al-Faqqiya (judul ketika pertama kali terbit) yang di dalamnya tercakup 8 mazhab. Yakni, empat mazhab Sunni yang terkenal: Hanafi, Hambali, Syafi'i dan Maliki. Kemudian ada Syiah Ja'fariyah, Zaidiyah, Al Ibadiyah, dan Az-Zhahiriah. Ada juga kesepakatan di Turki, Arab Saudi, dan Qathar. Jadi, ada fakta bahwa sudah lama umat Islam mudah menemukan kesepakatan-kesepakatan. Maka kita semua sepantasnya merujuk ke sana.

Jadi kita bisa melihat dan menimbang. Siapakah yang patut kita percaya, orang-orang atau kelompok-kelompok yang ingin melihat persatuan atau perdamaian umat Islam ataukah kelompok-kelompok yang selalu menebarkan bibit-bibit perpecahan dan permusuhan di kalangan umat Islam.



Senin, 12 September 2016

MEDIA DAN HOAX

Media sosial sebagai media tempat berinteraksi lewat dunia maya. Dalam interaksi ini, kadang terjadi pergesekan antara para pengguna. Salah satu penyebabnya antara lain postingan-postingan berita hoax atau status-status kebencian terhadap sesuatu yang tidak disukainya.

Entah mengapa, orang begitu mudah untuk menyebarkan status dan berita hoax. Tanpa berusaha tabayyun terlebih dahulu. Bahkan ada juga yang keasyikan memposting berita-berita sampah. Sampai mengirimkan ke kronologi temannya. Si pengirim berita ini bisa disinyalir tidak suka pada objek dalam berita. Tetapi, apakah berita itu sudah valid kebenarannya atau tidak. Pentingnya validasi tentang suatu berita agar kita sebagai pembaca tidak terburu-buru melayangkan vonis bagi
mereka yang diberitakan dan ikut juga menyebarkan berita sampah itu.

Baru-baru ini, ada lagi berita di media televisi dan media online. Kalau di media online, bisa dimaklumi, sebab media yang menyiarkannya yaitu Portal Piyungan Online memang sering membuat berita yang tidak masuk akal, bahkan cenderung memprovokasi. Saya mulai perhatikan sejak berlangsungnya pemilihan presiden 2014. Dan media televisi nasional, yaitu Indosiar. Mereka yang menayangkan tentang ziarah umat syiah di Karbala. Mereka memberi judul Wukuf Umat Syiah di Karbala. Sesuatu yang memprihatinkan. Bagaimana tidak, ziarah dikatakan wukuf. Ziarah yah ziarah, wukuf yah wukuf. Berziarah itu bisa di mana saja. Tetapi wukuf itu hanya boleh di padang Arafah.

Umat Islam Syiah itu memang punya kebiasaan setiap tahun berziarah ke Karbala. Karbala ini tempat pembantaian cucu Rasululullah bersama keluarga dan para sahabatnya. Mereka dibantai oleh pasukan Yazid dengan kejamnya. Untuk mengenangnya, para pencinta ahlul bait berziarah ke Karbala. Bukan cuma umat Islam tapi umat kristen pun ada juga yang berziarah ke sana.

Selama ini memang ada berita yang beredar. Yang dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak menyukai persatuan dalam tubuh umat Islam. Bahwa Syiah itu ibadah hajinya ke Karbala. Tetapi yang saya herankan mengapa sangat banyak orang syiah yang berhaji ke Mekah. Memang baru-baru ini, pemerintah Arab Saudi melarang negara Iran, Suriah dan Yaman untuk berhaji. Tetapi bukan karena mereka orang Syiah. Tetapi, karena Iran memprotes penyelenggaraan haji tahun kemarin yang menewaskan banyak orang Iran. Tetapi mengapa Yaman juga dilarang, Suriah pun demikian. Sungguh terlalu Khadimul al Haramain kali ini.

Berita yang menyesatkan dari media nasional sekaliber Indosiar. Entah ini pesanan atau memang tidak sengaja. Tapi ini mencederai perasaan umat Islam Syiah. Menyebarkan berita kebohongan yang bisa menyebabkan provokasi di masyarakat yang sangat rentan dipermainkan isu. Mestinya berita seperti ini diklarifikasi terlebihi dahulu sebelum ditayangkan agar tidak menuai masalah dikemudian hari.

Kamis, 08 September 2016

LIKE




Suatu waktu, saya duduk bersama anak sulung saya. Saat itu, saya sedang membuka facebook. Lalu dia bilang, "Mamak kenapa kita like semua statusnya orang. Padahal sedikitnya mami yang like statusta kita mamak. Jangan maki itu like-ki kalau tidak nasukaji juga na-like statusta." Mendengar kata-katanya, saya ketawa. Lalu bilang, "Tidak apa-apaji Nak. Ka memang statusnya kusuka dan teman-temanku ji itu semua."

Pernah juga ada saudara yang curhat sama saya. Dia bilang, "Ada teman baikku dulu, ketemuka di facebook. Akrabku mami itu temanku dulu. Tapi sekarang ketemuka di facebook, kayak dia ji yang mau dilike statusnya. Dia tidak pernah mau like statusta. Na adaji selalu itu dia di facebook. Kayaknya mau ka' itu berhenti berteman dengan dia di facebook. Ka kalau dilihatki statusnya, selaluki mau like statusnya. Tidak baik tong itu rasanya kalau tidak dilike na teman baikta."  Saya bilang, "Kalau begitu berhenti maki ikuti dia. Jangan maki putuskan pertemananmu. Jadi status-statusnya tidak bisa masuk di berandamu kecuali ada temanmu yang lain, yang like atau komentari." Lalu dia bertanya, "Kenapa dia begitu di'. "Saya bilang, "Tidak sadarki barangkali."

Ada juga teman yang bilang, banyaknya teman-teman kita di facebook tapi yang biasa saling komunikasi itu hanya satu dua orang. Padahal kalau kita ketemu di darat, kita akrab sekali. Padahal berseliweran teman-teman di facebook tapi jarang menyapa. Saya bilang, barangkali kita juga jarang menyapa di status mereka. Yah, jadi barangkali saling mengharaplah.

Ternyata like atau jempol maupun komentar kita di status teman, begitu berharga. Padahal selama ini kita menganggap remeh.

Begitulah, facebook yang semestinya menjadi ajang silaturrahim, ternyata menimbulkan masalah baru. Kekecewaan. Seorang yang menjadi kecewa kepada kawannya ketika kawannya walaupun aktif di facebook. Tapi jarang, atau tak sekalipun berkunjung ke statusnya. Apakah dalam bentuk like atau jempol. Ataukah berkomentar di statusnya. Padahal ia terpantau sangat aktif di facebook. Terlihat berkomentar di status teman yang lain. Ataupun berkomentar di temannya yang lain lagi. Tetapi sang karib sangat jarang hinggap di statusnya.

Melihat kejadian-kejadian di atas, barangkali kita perlu introspeksi diri kita masing-masing. Sebagai pengguna facebook. Kalau kita tidak ingin pertemanan kita menjadi renggang. Dan suasana hangat yang dulu kita rasakan bersama dengan teman kita, bisa tercipta kembali walau lewat facebook.

Bagi saya pribadi, like atau komentar saya pada status seorang kawan itu menandakan saya kenal dia. Saya ada dan tak pernah lupa padanya. Itulah, alasan saya mengapa barangkali bertaburan like saya di mana-mana. Karena selain memang layak untuk diberi jempol. Status itu milik teman saya. Atau kenalan saya.  Ya, sesederhana itu alasan saya. Toh, apa salahnya kita melike status teman. Juga berkomentar. Kita tak akan rugi. Karena sebuah jempol  atau komentar kita akan  begitu berharga dan bisa menyenangkan hati bagi kawan kita. Betul tidak? Sebuah jempol bisa membuat mereka tetap bersemangat untuk berbagi dengan kita.

Bagi si pembuat status, ketika memposting sesuatu, tidak boleh mengharapkan hanya jempol semata. Kita harus kembali merenungkan niat kita. Untuk apa kita berfacebook. Salah satu tujuan kita berfacebook adalah untuk menjalin silaturrahim dan menebarkan kebaikan. Jadi ketika kita tidak mendapatkan jempol seperti yang kita harapkan, tidak usah berkecil hati. Tetaplah membuat status dan membagikan tautan. Status dan tautan yang positif  yang akan menginspirasi banyak orang. Hindarilah postingan yang kontroversial apalagi yang bersifat hoax.

Berdasarkan pantauan saya di facebook, banyak juga orang-orang yang hebat, yang statusnya sangat menginspirasi tetapi sedikit yang memberi jempol. Prinsip mereka barangkali, yang penting orang lain yang membaca dapat memperoleh manfaat dari statusnya. Tak penting berapa banyak yang memberi like atau komentar. Mereka tetap aktif membagikan status mereka.


Oleh : Hamsinah Hamid Daeng Lu'mu

Minggu, 04 September 2016

Sepak Bola



Saya suka permainan sepak bola. So, jangan menyangka hanya karena saya seorang perempuan, berjilbab lagi, saya alergi dengan permainan bola. Ah, itu namanya, praduga yang bersalah. Eh, salah sangka. Banyak kok, perempuan yang suka sepak bola. Buktinya apa? Coba lihat di stadion ketika ada pertandingan sepak bola. Banyak khan, kaum hawa di situ. Belum lagi, kalau melihat komentator-komentator di fans page klub sepak bola. Banyak pula tuh, perempuan yang berkomentar. Ada juga kelompok perempuan pendukung klub bola seperti Barca Angel, Ninas dan masih banyak lagi yang lain. Bahkan, ada pula pemain sepak bola perempuan.

Tapi saya belum seperti mereka. Saya tidak pernah menyaksikan pertandingan sepak bola di stadion. Kalau menonton pertandingan sepak bola antar kampung, sering sih. Itupun juga semasa remaja. Tak pernah pula ikut memberi komentar di fans page klub sepak bola tertentu. Seperti kawan-kawan perempuan lain yang rajin memberi komentar. Memberi like atau jempol sih iya. Membuat status di facebook tentang sepak bola, cuma sesekali saja. Dan saya pun, tidaklah tergabung dalam kelompok perempuan pencinta klub sepak bola mana pun. Apalagi seorang pemain sepak bola.

Kesukaan saya kepada sepak bola diawali dengan seringnya menemani suami nonton bola. Lewat televisi lho. Bukan di stadion. Boro-boro nonton, tiketnya saja tidak pernah beli. Tapi lucu tidak, kalau suami yang menjadi penggemar suatu klub , malah saya pengagum klub yang menjadi rival abadinya. Yah, suami suka Real Madrid dan saya sukanya sama Barcelona.

Suami suka Real Madrid. Dengan salah satu alasan, ada Cristiano Ronaldo di situ. CR7 seorang pemain sepak bola yang spektakuler, hebat mengagumkan. Dia pemain terhebat di zamannya. Namun, saya menilai sosok CR7 walapun hebat, dia arogan alias angkuh. Lihat saja, selebrasinya ketika berhasil melesatkan gol ke dalam gawang lawannya. Sungguh, saya tidak respek padanya. Tetapi ada juga yang saya kagumi padanya. Bukan karena handsome-nya lho. Seperti sebagian fans Ronaldo yang cewek, yang suka pada faktor "h"nya itu. Sebagian lho. Tidak semuanya. Saya mendengar kabar bahwa dia itu suka menyumbang buat Palestina. Wah, senang sekali dengar berita yang seperti ini nih. Pernah juga dia menolak bertukar seragam dengan pemain Israel ketika pertandingan antara timnas Portugal vs timnas Israel usai. Sebagai bentuk dukungan dan simpati terhadap Palestina dan penolakan terhadap aksi-aksi brutal nan kejam Israel terhadap Bangsa Palestina. Hehe...Berbahagialah fans CR7 dan Real Madrid. Semoga semua itu bukan berita hoax belaka.



Saya suka Barcelona. Karena ada Lionel Messi di tim Blaugrana, nama lain Barcelona. Menurut saya, LM10 seorang pemain terhebat di zamannya. Sampai saat ini, dia telah meraih gelar Ballon d'Or sebanyak lima kali. Sungguh prestasi yang luar biasa. Messi seorang pemain yang fantastis. Juga, seorang pemain yang bisa menjadi faktor pembeda dan penentu kemenangan dalam suatu pertandingan. Di samping itu, ia sosok yang rendah hati. Selebrasinya sering menunjuk ke atas. Menunjukkan bahwa keberhasilannya menciptakan gol adalah berkat  "yang di atas".  Itu menurutku lho. Walaupun ada yang mengatakan bahwa ia adalah pendukung Israel. Tetapi dalam satu kesempatan, Messi menyatakan, mengapa dia harus mendukung bangsa yang membunuh anak-anak dan orang-orang yang tidak berdosa.



Saya sempat ikut bersedih ketika mendengar Lionel Messi memutuskan untuk berhenti dari timnas Argentina. Saya juga suka sama tim Tango ketika Messi bermain. Tanpa Messi, tim Tango seperti tak punya daya tarik dan kurang greget.

Menurut Kompas, dua setengah bulan yang lalu ribuan orang pendukung timnas Argentina rela diguyur hujan. Mereka tidak peduli dengan dinginnya hujan yang membasahi tubuh mereka. Mereka berdoa agar Messi mau kembali ke timnas Argentina. Selama dua setengah bulan, Messi menolak semua permintaan agar balik ke tim Tango. Mulai dari Presiden Asosiasi Sepak Bola Argentina, Armando Perez hingga Presiden Argentina, Mauricio Macri, menghubungi Messi dan memintanya kembali. Tapi, semuanya sia-sia.

Keputusan untuk menggantungkan sepatu di tim Tango, Messi lontarkan setelah ia gagal meraih juara Copa Amerika. Tim Tanggo dikalahkan untuk keduakalinya oleh timnas Chile di Final Copa Amerika. Pada Final Copa Amerika sebelumnya, Lionel Messi dan kawan-kawan juga dikalahkan oleh Alexis Sanches dan kawan-kawan dari timnas Chile.

Menyedihkan bukan? Padahal pertandingan melawan Chile di Final Copa Amerika itu merupakan satu-satunya harapan bagi Messi untuk meraih gelar juara internasional bagi dirinya dan negaranya, Argentina. Setelah gagal meraih gelar juara, kritikan dan hinaan  bertubi-tubi menghantam Messi. Mereka selalu membandingkan Messi di klub Barcelona dan Messi di timnas Argentina. Kata mereka, Messi bermain secara totalitas di Barcelona. Berbeda halnya kalau bermain di timnas Argentina. Messi tidak mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Padahal, Messi sudah membawa tim Tango ke final Piala Dunia Brazil 2014 dan final Piala Copa Amerika 2015 dan 2016. Tentu saja itu bukan prestasi yang biasa-biasa saja. Tetapi ekspektasi terhadap Messi sangat tinggi. Dan Messi pun harus memutuskan untuk pensiun dini dari Timnas Argentina karena gagal memenuhi harapan yang diletakkan di pundaknya.

Tetapi, pelatih baru timnas Argentina Edgardo Bauza mempunyai taktik jitu. Bauza membiarkan Messi tersembuhkan oleh waktu. Seperti sebuah ungkapan yang berbunyi "Biarlah waktu yang menyembuhkan luka di hati". Bauza perlahan-lahan mendekati Messi, secara rutin menghubungi dan mengajaknya berdiskusi tentang masa depannya di timnas Argentina. Bauza memintanya kembali ke timnas. Akhirnya Messi luluh juga melihat upaya Bauza dan bersedia kembali ke timnas Argentina. Welcome Back, Messi.

Kemunculan Messi di atas lapangan hijau ketika menjamu Uruguay pada kualifikasi Zona Amerika Selatan Piala Dunia 2018 di Argentina pada Jumat, 2 September 2016, membuat para penonton bergembira. Mereka meneriakkan yel-yel untuknya. Mereka bahagia karena doa mereka terkabul. Messi telah kembali. Mereka memasang spanduk bertuliskan "Messi Tidak Mengabaikan Kita" dan "Leo Jangan Tinggalkan Kami". Kegembiraan mereka semakin melimpah ruah ketika timnas Tanggo berhasil mengalahkan timnas Chile dengan skor 1-0. Dan siapakah yang berhasil membuat gol semata wayang itu. Gol penentu kemenangan tim Tango. Tidak lain adalah pemain yang baru saja kembali ke timnas Argentina, Messi. Messi berhasil melesatkan bola ke gawang lawan melalui tendangan dari luar pinalti. Kemenangan itu berhasil membuat Argentina bertengger di puncak klasemen menggeser Uruguay. Seperti yang dilansir Kompas, edisi Sabtu 3 September 2016.

Kesukaan saya pada Barcelona, bukan hanya karena faktor Lionel Messinya. Tetapi, mereka memang klub yang luar biasa. Tim tiki taka terhebat sepanjang masa, menurutku. Walaupun banyak yang mengkritik mereka. Bahwa taktik mereka sudah ketinggalan zaman. Mudah terbaca. Tetapi, mereka tetap semangat dan bangkit, demi memperoleh kemenangan demi kemenangan. Dengan taktik penguasaan bola dan prinsip mereka, menyerang adalah pertahanan terbaik. Saya paling tidak suka, dengan tim yang cara bermainnya defensif, apalagi yang pakai taktik parkir bus. Sungguh permainan yang membosankan. Tapi dalam pertandingan bola itu sah-sah saja. Taktik mana yang akan menang, ofensif atau defensif. Tergantung dari racikan sang maestro, pelatih klub masing-masing. Tetapi bagi saya, permainan bola Barcelona sangat menyenangkan.

Salah satu pertandingan yang paling berkesan bagi saya ketika Barcelona menghadapi Manchester United di Babak Final Liga Champion tahun 2010-2011. Di bawah asuhan pelatih Pep Guardiola. Waktu itu, Barcelona berhasil mengalahkan Setan Merah dengan skor 3-1 Dan Barcelona pun mengangkat si kuping lebar, piala bergengsi Liga Champion.

Musim lalu, di bawah asuhan pelatih Luis Enrique Martines Gracia, dengan tiga ujung tombak, pemain sekelas Lionel Messi, Luis Suarez dan Neymar, Blaugrana berhasil meraih gelar juara La Liga, Copa Del Rey serta juara Super Spanyol. Walaupun sempat tersandung di Liga Champion. Karena harus menyerah takluk pada klub sesama Spanyol, Atletico Madrid. Dan, mesti memberi selamat kepada Real Madrid, rival terberat mereka. Real Madrid berhak mengangkat si kuping lebar setelah mengalahkan klub sekota mereka, Atletico Madrid.

Ada yang bilang, kekalahan Barcelona di Liga Champion. Adalah karena kutukan sejarah. Tidak ada yang bisa menjuarai Liga Champion selama dua tahun berturut-turut. Dan belum ada yang lepas dari kutukan itu. Tak terkecuali Barcelona, pemegang gelar juara tahun sebelumnya. Entah, nanti. Klub apa yang bisa memecahkan rekor itu. Bisa menjadi juara dua tahun berturut-turut. Atau malah tiga tahun berturut-turut. Tentu, hanya klub sepak bola yang sangat luar biasa, yang bisa meraihnya.

Tetapi, seorang penggemar sepak bola Tetaplah penggemar sepak bola. Dia akan tetap mencintai klub bola andalannya. Pada saat menang atau pun kalah. Dia akan merasa senang ketika klub andalannya menang. Dan ikut pula sedih, ketika klub andalannya berduka, saat kalah. Tetapi, seorang pencinta bola, tak layak untuk menghina-hina atau pun mengejek klub yang menjadi lawan klub andalan mereka. Bagaimanapun bencinya. Karena ketika kita mengejek dan menghina, sama saja kita menggolongkan diri kita sebagai fans sepakbola fanatik yang tidak berwawasan. Sama seperti istilah fundamentalis yang tak berwawasan.Tentu kita tidak mau, khan?

Dari permainan sepak bola, banyak hal yang bisa kita pelajari. Seperti betapa pentingnya waktu itu. Kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu sedikit pun. Dari pluit berbunyi tanda dimulainya pertandingan sampai pluit berbunyi tanda diakhirinya pertandingan. Semua pemain sibuk dengan aksinya untuk mengukir prestasi di lapangan. Tidak ada yang bermain-main. Semuanya memanfaatkan waktu demi terciptanya sebuah kemenangan.

Dalam kehidupan, kita perlu bekerja sama dengan orang lain. Dan tidak boleh pula meremehkan orang lain. Ini dapat kita pelajari juga dalam sepak bola. Kerja sama antar pemain di dalam pertandingan sepak bola sangat penting. Tidak ada yang boleh mementingkan diri sendiri. Tanpa kerja sama yang baik antar pemain. Permainan menjadi kacau dan pertahanan gampang diobrak-abrik oleh lawan. Mustahil tujuan kemenangan dapat tercapai. Demikian pula, tidak boleh memandang remeh lawan main. Karena kekuatan sesungguhnya dari lawan tidak bisa diprediksi secara pasti. Hanya dengan melihat, bahwa lawan hanya tim kecil, sehingga bisa dengan mudah dikalahkan. Banyak tim besar dikalahkan oleh tim kecil karena persoalan seperti ini. Bisa saja, lawan berasal dari klasemen bawah, tapi memiliki motivasi yang besar untuk menang. Mereka haus akan kemenangan. Sedangkan tim besar sudah puas dan terbuai dengan prestasi-prestasi yang diraihnya. Sehingga cenderung memandang remeh lawan.

Dan ketika selesai pertandingan bola, para pemain baik kawan maupun lawan, saling bersalaman bahkan ada yang bertukaran kostum dengan pemain lawan. Jadi yang saya herankan, kok, para pendukung mereka kadang saling caci maki. Bahkan ada yang sampai bentrok dan berkelahi. Aneh, juga yah. Sebaiknya, para pendukung klub bola menahan diri untuk saling mengejek. Karena tidak ada tim sepak bola yang sempurna. Tak ada tim yang selalu menang terus. Juga sebaliknya, tak ada tim yang selalu kalah terus. Terutama, klub-klub besar yang saling bersaing memperebutkan gelar setiap tahunnya.



Pelajaran yang bisa kita petik adalah bahwa kita tidak boleh saling menghina hanya karena adanya perbedaan. Baik perbedaan latar belakang, suku,  ras, agama ataupun mazhab. Mari kita saling menghormati dengan perbedaan yang ada. Apalagi di bawah payung negara Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika ini. Berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Itulah bangsa Indonesia. Perbedaan adalah keniscayaan. Memaksakan agar terjadi keseragaman bertolak belakang dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika juga firman-Nya, tentang keragaman umat manusia.

Kita wajib berdakwah menyampaikan kebenaran yang kita yakini tetapi tidak bisa memaksa orang lain untuk serba sama dengan kita. Dengan menghina dan mengejek orang lain yang berbeda dengan kita. Itu sama saja menunjukkan rendahnya kualitas keimanan kita. Karena orang yang beriman akan memperlakukan orang lain dengan cinta kasih, walaupun berbeda latar belakangnya. Hanya dengan cinta dan akhlak yang baik. Orang lain akan tertarik dengan apa yang kita yakini. Bukan dengan cara  menghina ataupun menyiksa orang yang tidak mau mengakui dan menerima pemahaman kita. Seperti yang dilakukan kelompok-kelompok radikal, seperti ISIS dan sejenisnya. Mereka bukannya membawa keharuman tetapi malah membawa kebencian terhadap Islam.

Terima kasih buat para sahabat yang telah sudi membaca tulisan ini.

Hamsinah Hamid Daeng Lu'mu

Senin, 29 Agustus 2016

SEMINAR PAK HERNOWO



Saat itu, ketika kubuka facebook, aku melihat suatu kiriman yang menandaiku. Kiriman itu dari kanda Mauliah Mulkin. Ternyata aku diundang untuk menghadiri sebuah seminar parenting dan literasi. Seminar itu akan menghadirkan pak Hernowo Hasim, seorang penulis yang sangat produktif. Bapak ini telah menelurkan karyanya, 24 buku selama 4 tahun. Undangan yang menarik, batinku. Gratis lagi. Langsung saja kukomentari undangan itu dengan menjawab bahwa aku ikut mendaftar.

Keesokan harinya, kutanya pada daengku. Mau tidak ke acara seminar yang akan dilaksanakan di Gowa Trade Centre (GTC). Daengku bilang dia juga mau ikut. Sekalian berakhir pekan, katanya. Alhamdulillah, aku bersyukur. Artinya ada yang mengantar nih. Aku kemudian membagikan kiriman kak Uli. Dan sahabatku, Mila Nurhayati ternyata mau juga ikut didaftarkan. Tetapi sayang sekali, menjelang acara dia bilang dia tidak bisa ikutan ke acara itu. Karena ada halangan.

Pada hari "H"nya, aku cemas karena anak-anak belum bangun padahal sudah pukul 08.00 pagi. Sedangkan acara di mulai pukul 08.30. Sampai pukul 08.30, aku mulai serius membangunkan mereka. Takutnya, batal berangkat kalau kelamaan. Akhirnya mereka bangun juga. Aku secepatnya memandikan si bungsu dan memakaikan bajunya. Si ayah membersihkan kereta yang mau dipakai. Sudah dibersihkan tetapi tetap saja berdebu. Barangkali karena tidak ditutupi.

Setelah anak siap, melalui whatsapp, aku melihat kak Faridah Idris mengatakan acara sudah dimulai. Aku deg-degan. Padahal aku mau memintaizinkan dulu Renaisa kepada gurunya di sekolah. Renaisa masuk pukul 10.00. Jadi aku mesti minta izin sebelumnya. Sebenarnya gurunya agak keberatan mengizinkan. Tetapi, aku juga tidak bisa meninggalkannya di rumah sendirian. Waima ada adik dan karyawan lain di ruko. Aku mesti membawanya bersamaku. Apalagi acara ini juga akan sangat bermanfaat buat dia.

Berangkatlah kami ke GTC. Sesampai di sana, lumayan oke dan mantap penyambutan panitianya. Mereka menyambut kami dengan ramah. Di sepanjang jalan, ada panitia yang menunjukkan ke arah tempat berlangsungnya acara seminar. Aku senang sekali. Karena hal itu memudahkan dan mempercepat kami sampai di tempat acara. Apalagi kami rada-rada terlambat.

Sesampai di dalam ruangan, aku melihat Hadijah Sandra sudah duduk dengan nyaman. Aku menyangka dia belum datang. Karena belum lama berselang, dia menyapa melalui whattsapp, menanyakan di mana tempat seminar. Tidak  kusangka dia sudah duduk manis dalam ruangan. Dia lalu memanggilku duduk di dekatnya. Sedangkan daengku lebih memilih duduk di belakang. Sambil mendengarkan bapak Hernowo, aku mencari kak Faridah. Ternyata beliau berada di deretan depan. Di depannya, aku melihat kak Sulhan Yusuf dan kak Mauliah Mulkin. Sepasang suami isteri pegiat literasi di Makassar.  Lumayan banyak juga yang menghadiri acara seminar ini. Aku kemudian melihat kak Abdul Rasyid Idris bersama istri, kak Rusnawati, duduk di belakang daengku.



Setelah bapak Hernowo usai memaparkan isi buku terbarunya. Lalu diisi dengan sesi tanya jawab. Ada yang bertanya, apa doanya agar anak bisa rajin membaca dan beberapa pertanyaan lainnya. Sayang sekali, sound sistemnya agak berdengung sehingga aku kurang bisa menikmati setiap pemaparan demi pemaparan. Tapi untungnya, buku Flow in Socmed sudah tersedia di tempat seminar. Dengan harga diskon pula. Dengan buku itu, kita bisa menemukan cara bagaimana bisa membaca ngemil dan menulis bagai air mengalir. Seperti apa itu membaca ngemil dan menulis bagai air mengalir. Silakan beli bukunya dan mari mendarasnya.

Setelah sesi tanya jawab, ternyata ada sesi untuk minta tanda tangannya pak Hernowo. Aku yang belum memegang bukunya, bergegas ke depan mencari buku itu, demikian pula Hadijah Sandra. Peserta yang lain juga ikut mengantri untuk membeli bukunya pak Hernowo. Kapan lagi ada kesempatan seperti ini. Jarang-jarang lho, kita dapat tanda tangan si empunya karya di buku kita. Peserta seminar antri guna mendapat tanda tangan pak Hernowo. Momen itu diabadikan daengku melalui hp sederhananya. Momen yang menyenangkan. Terlihat dari wajah-wajah riang mereka. Senang sekali kelihatannya.Aku pun demikian.



Setelah sesi penandatanganan buku selesai, ada sesi foto-foto rupanya dengan pak Hernowo. Mendapat kesempatan untuk berfoto dengan pak Hernowo, kami tidak sia-siakan. Jarang-jarang ada momen seperti ini. Siapa tau kepiawaian menulis pak Hernowo menular kepada kami. Minimal semangatnya. Bisa membuat ketertarikan kami pada dunia literasi semakin membuncah.

Aku menikmati seminar ini. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Semoga di kesempatan lain bisa mengikuti acara-acara yang menarik dan bermanfaat seperti ini. Sekarang saatnya mendaras buku yang sudah berada dalam pangkuan ini. Mendaras "Flow in Socmed". Semoga buku ini bisa membawa perubahan dan perbaikan pada diriku. Barakallahu.

Thengkyu buat gurunda, Mauliah Mulkin..

Tentang Menulis

Mengalir seperti air

Bagaimana menulis mengalir seperti air?
Ketika kita menulis tanpa ada beban yang membuat kita ragu dalam menuliskan ide-ide yang mengendap dalam pikiran kita. Terkadang banyak ide atau gagasan yang kita punyai tetapi kita tak mampu menuangkan di atas kertas atau lembaran halaman di laptop kita. Kira-kira ada apa dan kenapa yah. Barangkali karena kita takut apa yang kita tuliskan salah, tidak mendalam atau pitikana-kanai. Tetapi jika kita takut untuk memulai menuangkan ide atau apa yang bersembunyi di balik fikiran kita. Kapan lagi kita bisa? Takut, cemas atau rasa kawatir itu biasa. Apalagi bagi seorang pemula.

Sebenarnya tidak susah-susah amat untuk menyalurkan ide kita di atas secarik kertas atau di halaman laptop kita. Tinggal mengetik-ngetik. Jadi deh. Dari mana asal kata-kata itu muncul. Semua itu hasil dari mendengar dan membaca. Jadi ketika kita ingin menulis dengan baik. Rajin-rajinlah mendengarkan para ahli dalam menguraikan pendapatnya. Dan paling penting juga untuk sering-sering membaca buku. Karena dari buku, kosa kata kita akan bertambah. Sehingga ketika kita menuliskan ide, kita akan lebih mudah karena kita telah memiliki perbendaharaan kata yang mumpuni yang berasal dari bahan bacaan kita.

Kapan kita memulai menulis. Bisa kapan saja. Tergantung waktu dan kesempatan kita. Tak jarang kita berdalih, tak ada waktu dan tak ada kesempatan. Itulah alasan yang muncul ketika ditanya kenapa tidak menulis lagi. Tetapi itu tidak bisa menjadi alasan untuk kita tidak menulis. Sebab, jika kita memang punya tekad yang kuat. Punya rasa cinta dalam menulis. Kita akan merasa rindu dan merasa seperti ada yang kurang ketika kita tidak menulis untuk satu hari saja. Begitulah seperti ada dorongan yang kuat untuk menuangkan tulisan. Apa itu berupa pengalaman, perasaan saat itu atau apapun saja.

Untuk menjaga semangat dalam menulis, aku senang membaca tulisan para senior yang telah menggeluti dunia literasi. Mereka produktif sekali dalam menulis. Seperti tak pernah kehabisan ide untuk melahirkan sebuah karya bergizi yang menyehatkan jiwa. Aku senang membaca karya-karya mereka. Tak jarang aku juga merasa cemburu melihat para yunior yang juga begitu kreatif dalam menuangkan ide mereka. Mereka lah juga yang membuatku begitu bersemangat dalam mempelajari dunia tulis menulis ini.

Harapanku dengan melalui tulisan, aku bisa berbagi apa saja. Berbagi kegembiraan, semangat dan tentu saja mengajak kepada kebaikan.

Rabu, 22 Juni 2016

SAHUR

Waah..sudah pukul 02.00 lewat nih. Bangunkan diri yang masih tergelayuti ngantuk super berat. Buru-buru kukeluarkan nasi dari dalam penanak nasi. Lupa soalnya tadi. Mengeluarkan nasi itu lalu merendamnya. Tapi, ndak apalah. Sisa nasi yang mengering. Gampang dibersihkan. Kalau sudah terendam air. Setelah wadah anti lengket penanak nasi bersih, Kucuci beras dan memasukkannya ke dalam penanak nasi. Habis itu sholat dulu.

Kupotong sayur, yang tersedia di kulkas. Rencana bikin sawi putih tumis campur irisan cabe merah. Sayur sederhana namun menggugah selera. Ini resep dari kak Nanna Nurhasanah. Senior kohati dari UMI. Setiap bikin sayur ini. Aku akan terkenang beliau. Ketika beliau dan suaminya, Kak Arief tinggal di Pampang. Aku yang waktu itu masak-masak di rumah kos beliau. Lauknya, kebetulan ada udang ukuran agak besar. Anak keduaku, pesan udang crisphy. Insya Allah, mama bikinkan deh. Caranya gampang saja, udangnya dibersihkan, lalu dibuang kepala dan ekornya. Lalu dibaluri tepung bumbu sajiku. Goreng di atas wajan. Dengan api sedang. Gorengnya sampai ke coklat-coklatan. Jangan sampai kehitam-hitaman, yah. Itu namanya ammutung. Hehe...

Tak lupa, sambal pedasnya juga. Oh, saya ingat masih ada sisa sambal tadi malam. Jadi tak perlu bikin lagi. Masih cukup untuk makan kali ini. Habis itu bikin teh manis. Ini minuman favorit baik sahur maupun buka puasa. Ketika buka puasa, Walau ada sirup, mesti tetap ada teh hangat. Supaya lambung tidak kaget, katanya.

Setelah tersedia semua, mulai membangunkan anak. Nah, ini yang paling sulit setiap sahur. Bukan masaknya. Tapi membangunkan anak-anak. Dibisik, dicolek, diangkat. Segala cara dilakukan. Sampai mengusap air ke muka. Sudah bangun, tidur lagi. Dan, akhirnya mereka bangun juga. Ada yang menggerutu dulu dan ada yang langsung cuci muka. Hehe..anak-anak. Disuruh bangun untuk makan saja, susahnya. Bagaimana, kalau disuruh bangun untuk masak, yah. Hemm. Tapi, aku senang sekali, ketika mereka makan dengan lahapnya. Sambil sesekali menyeruput teh hangat. Alhamdulillah.

Sabtu, 11 Juni 2016

POLIGAMI



Saya senyum-senyum melihat sebuah meme. Gambar laki-laki,  beristri satu sampai empat. Dan ada juga laki-laki tanpa istri. Dengan tulisan bahwa yang sempurna adalah yang memiliki empat istri. Dan laki-laki tanpa istri disebutkan ada masalah. Namun, saya tidak akan menyinggung tentang lelaki tanpa pendamping yang dikatakan memiliki masalah.

Apa memang betul, lelaki beristri lebih dari satu jauh lebih baik dari yang beristri satu. Dan dikatakan sempurna jika memiliki empat istri. Aah...belum tentu. Barangkali, di gambarnya, memang betul kelihatan adem ayem, tenteram dan rukun. Tetapi, kenyataannya gimana? Coba bandingkan kehidupan seorang suami dengan seorang istri. Apakah mereka kompak terus? Tentu saja tidak. Terkadang ada masalah di antara mereka. Yang membuat mereka cuek-cuekan. Walaupun setelahnya mereka bertambah mesra. Iya, kan? Bagaimana dengan seorang suami dengan dua istri atau lebih. Boleh dibayangkan.

******************************************

Sebagian lelaki ketika membicarakan poligami. Bukan tersirat lagi, terpampang jelas, ketertarikan mereka. Begitu dahsyat dan menariknya wacana poligami ini. Sehingga wacana lain menjadi kalah seru dibandingkan dengan wacana poligami ini. Dari perbincangan-perbincangan tersebut. Tercetus salah satu di antaranya, kalau aku tidak salah simak. Bahwa seakan-akan suatu keharusan atau kewajiban lelaki berpoligami. Untuk menolong wanita-wanita yang belum menikah. Dengan alasan, jumlah kaum wanita lebih banyak dari lelaki.

Bukannya, saya menentang poligami yah. Tetapi, bolehlah kita baca kembali surah Al Qur'an tentang diperbolehkannya poligami. Tolong dicatat baik-baik. Dibolehkan. Bukan diwajibkan. Tak ada satu pun kata perintah di dalam ayat tersebut. Yang mewajibkan poligami. Terkadang, baca ayatnya pun sepotong-sepotong...nikahilah satu sampai empat. Titik. Tidak dibaca sebelum dan sesudahnya. Maka cobalah baca baik-baik. Dan renungkan.

Lagi pula, diturunkannya ayat yang menyangkut poligami itu. Karena pada waktu itu, sudah umum di jazirah Arab, seorang lelaki memiliki banyak istri. Bahkan bisa lebih dari sepuluh istri. Oleh karena itu, dengan adanya ayat Allah itu, poligami dibatasi sampai empat istri. Sehingga boleh dikatakan bahwa ayat itu malah memberi batasan. Bukan ayat untuk mewajibkan poligami.

Sebagian lelaki, begitu antusiasnya ketika membahas poligami itu. Seakan-akan belum sempurna hidup mereka ketika belum beristri lebih dari satu. Seakan-akan hanya itu yang akan membawa kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hidup berpoligami. Sampai-sampai menuduh wanita yang tidak mau dipoligami. Wanita egois. Wanita penentang perintah Allah. Betulkah demikian? Mereka mengatakan bahwa wanita yang memperbolehkan bahkan menyuruh suaminya menikah lagi. Apalagi si istri mencarikan perempuan untuk dinikahi suami mereka. Adalah wanita yang sangat mulia.

Tak taukah mereka. Bahwa wanita paling mulia. Bunda Fatimah Azzahra sa. Tidaklah dimadu. Semasa beliau masih hidup, suaminya, Imam Ali sa, tidak pernah menikahi wanita lain. Padahal beliau adalah penghulu wanita surga. Demikian pula, Bunda Khadijah Al Kubro sa. Ibundanya Fatimah AzZahra sa. Rasulullah saw tidak pernah menikah dengan wanita lain ketika beliau masih hidup. Padahal Bunda Khadijah al Kubro adalah wanita yang dijanjikan masuk surga. Apakah mereka ini bukan wanita-wanita mulia. Apakah mereka ini wanita-wanita egois. Tentu saja, tidak bukan. Seandainya saja, mereka pernah menyuruh suami-suami mereka berpoligami. Tentunya wanita-wanita muslimah yang menjadikan mereka teladannya. Akan berlomba-lomba untuk menyuruh suami-suami mereka untuk berpoligami.

Membayangkan kehidupan poligami itu penuh bunga. Dikeliling bidadari-bidadari dunia cantik nan memikat. Yang selalu siap sedia melayani kebutuhan sang suami. Betul-betul menggairahkan. Tapi, cobalah jangan yang dibayangkan yang enaknya saja. Coba bayangkan bagaimana memenuhi kebutuhan mereka semua. Sandang, pangan dan papannya mesti dipenuhi. Disamaratakan. Tidak boleh dibeda-bedakan. Harus adil. Apalagi pendidikan anak-anak yang semakin mahal. Memang benar rezeki itu dari Allah. Allah sudah menjaminnya. Tetapi, kita juga yang mesti berusaha untuk memperoleh rezeki itu.

Allah mensyaratkan laki-laki yang berpoligami itu harus adil. Kalau tidak mampu berbuat adil. Cukup satu saja. Yang tau bisa berbuat adil atau tidak itu, yah sang pencipta Allah, orangnya sendiri dan orang terdekatnya, yaitu istrinya. Mengapa kebanyakan istri tidak rela dimadu? Karena mereka tidak yakin suaminya bisa berlaku adil. Dan terutama juga perasaan sakit yang teramat sakit. Ketika mendengar seorang suami menikah lagi. Apalagi dirinya yang mengalami sendiri. Kita tidak bisa menafikan perasaan sakit seorang wanita ketika tau dirinya dimadu. Ini mengingatkan saya kejadian yang sudah lama berselang.

Dan anehnya juga, ada pengkategorian wanita-wanita yang tidak mau berpoligami. Dengan beberapa tingkatan, yang sampai pada tingkat ingkar kepada perintah Allah. Sejauh itu? Apakah termasuk menolak dipoligami itu ingkar kepada Allah? Ingkar kepada Allah artinya durhaka kepada Allah. Wow...Alangkah dahsyatnya pengkategorian itu. Sepertinya poligami adalah satu-satunya jalan menuju surga-Nya. Karena wanita yang hidup berpoligami itu telah dijanjikan masuk surga. Iya, kalau ikhlas. Kalau tidak, bagaimana?

Menurut saya, kehidupan berpoligami itu bisa mengantarkan ke surga bisa juga mengantarkan ke neraka. Bisa mengantarkan ke surga, jika suami bisa berlaku adil kepada istri-istrinya. Dan para istri ikhlas dengan kehidupannya berpoligami. Tetapi bisa juga mengantar ke neraka. Ketika suami tidak bisa berlaku adil. Membeda-bedakan. Apalagi menelantarkan salah satu istrinya. Juga anak-anaknya. Demikian pula, ketika kehidupan poligaminya melalaikan dirinya dari mengingat Allah. Berkurang ibadahnya bermunajat kepada-Nya, karena sibuk mengurusi istri-istrinya.

Menurut Bapak Quraysh Shihab, bahwa poligami itu ibarat pintu darurat pada sebuah kapal terbang. Pintu ini bisa digunakan ketika pesawat mengalami guncangan yang teramat dahsyat. Tetapi kalau kapal terbangnya aman-aman saja. Pintu darurat itu tidak diperlukan.

Saya prihatin ketika poligami dijadikan wacana super seksi. Bahan olok-olokan. Digampang-gampangkan. Kalau mau berpoligami tinjau diri sendirilah. Mampu tidak, diri ini berpoligami. Bisa tidak, menghadapi konsekuensi-konsekuensinya. Kalau merasa mampu majulah sendiri. Jangan mencoba mendorong-dorong orang lain untuk maju duluan. Memprovokatori orang lain berpoligami. Tidak akan berhasil, Bung. Ketika anda tidak menjalani sendiri terlebih dahulu. Bahkan, saya melihat orang yang sudah berpoligami jarang menyuruh-nyuruh orang lain untuk berpoligami. Ehh...ini yang belum menjalani, begitu bersemangatnya mengompor-ngompori orang lain. Mau berpoligami berjamaah barangkali.

Biasanya, yang sering berwacana itu. Hanya akan menjadi sekadar wacana. Jika tidak ada keberanian untuk mewujudkannya.