Senin, 29 Februari 2016

Buah Kejujuran

Di sebuah kampung yang bernama Kampung Mangga, tinggallah anak yang bernama Suci bersama ibunya. Bapak Suci sudah lama meninggal dunia, sejak Suci masih berumur 1 tahun. Sejak bapak Suci meninggal, ibunya tidak menikah lagi. Alasannya, ibunya mau fokus memberi kasih sayang kepada anak semata wayangnya, Suci. Sekarang Suci sudah berumur 10 tahun.

Kehidupan mereka sangatlah sederhana. Ibunya menjadi tukang cuci pakaian di rumah tetangga dan juga membuat gorengan untuk dijual oleh Suri. Pekerjaan menggoreng barang jualan dikerjakan sebelum ibunya pergi mencuci pakaian di rumah tetangga. Kebetulan Suci masuk sekolahnya siang hari. Jadi sebelum ke sekolah, Suci menjajakan dulu gorengannya.

Pada suatu hari yang cerah, Suci menjajakan gorengannya. Banyak pembeli yang membeli jualannya. Tinggal beberapa buah lagi di dalam kotak jualannya. Suci berucap, "Alhamdulillah, tinggal beberapa buah lagi jualanku."  Suci kembali mengitari kampung untuk menjual gorengan yang tersisa. Tiba-tiba ada seorang ibu yang memanggil. "Pisang goreng...pisang goreng, masih adakah pisang gorengnya Suci?"Tanya ibu itu. Suci menjawab, "Masih ada Bu, masih ada lima buah."  Ibu itu menjawab, "Oh kalau begitu, ibu beli semuanya." Suci lalu membungkus pisang goreng pesanan ibu itu. Dan ibu itu membayarnya.

Dengan hati yang riang gembira, Suci pulang ke rumah. Untuk bersiap-siap ke sekolah. Dalam perjalanan pulang ke rumah, tiba-tiba ia melihat sebuah dompet tergeletak di pinggir jalan. Suci menggumam, wah dompet siapa ini yah. Suci kemudian membuka dompet itu. Siapa tahu ada tanda pengenal yang punya dompet. Betapa terkejutnya dia ketika terlihat beberapa lembar uang seratus ribu di dalam dompet itu.

Entah mengapa terlintas di benak Suci, ia butuh uang itu. Tasnya sudah rusak, resletingnya terbuka. Sepatunya juga sudah tua. Hampir bolong lagi. Pertentangan pun terjadi di hati Suci. Antara mau mengambil uang itu atau mengembalikannya kepada sang pemilik dompet. Tetapi, akhirnya dibawa juga dompet itu pulang ke rumah.

Sesaat kemudian Suci sampai di rumah. Ibu lagi duduk-duduk di ruang tamu. Ibu menyambut Suci, dan berkata, "Nak, makan dulu yah sebelum ke sekolah."  Suci membalas, "Iyya Bu."  Kemudian, Suci menceritakan kepada ibunya bahwa ia telah menemukan sebuah dompet. Ibunya lalu berkata, "Nak, kembalikan dompet itu. Kita tidak berhak mengambilnya."  Dengan sedih Suci menjawab, "Ibu, bukankah kita butuh uang untuk membelikan saya tas dan sepatu. Tas dan sepatu saya sudah rusak, Bu."  Lalu dengan lembut ibu Suci membelai rambut anak semata wayangnya itu dan berkata, "Anakku sayang, memang kita lagi butuh uang tapi uang dalam dompet itu bukan punya kita. Mungkin saat ini orang yang punya dompet sangat sedih. Jadi kembalikanlah nak."  Suci menjawab, "Iyya Bu. Klo begitu, besok pagi saya kembalikan dompet ini kepada pemiliknya."  Dengan lega ibu Suci berkata, "Begitu dong Nak, jangan sedih yah. Ibu juga lagi kumpul duit nih. Supaya ibu bisa beli tas dan sepatu baru untukmu, sayang."

Suci dan ibunya kemudian memeriksa dompet itu. Mereka menemukan sebuah KTP dan beberapa  kartu lainnya. Di KTP tertera nama dan alamat yang jelas. Ternyata pemilik dompet seorang haji yang bernama Haji Mahmud, yang tinggalnya di kampung sebelah, Kampung Rambutan.

Keesokan harinya, kebetulan hari itu hari Minggu, Suci berangkat ke kampung Rambutan. Tentu saja sambil membawa jualannya. Di sepanjang jalan, gorengan Suci dibeli anak-anak maupun orang tua. Mereka suka dengan pisang goreng buatan Ibu Suci. Manis alami karna buah pisang yang digoreng ibu Suci buah yang matang di pohon, bukan karbitan. Tak berapa lama kemudian, sampailah Suci di Kampung Rambutan. Di sebuah pos ronda, beberapa warga kampung Rambutan lagi duduk mengobrol. Kepada mereka, Suci berkata, "Bapak-bapak bolehkah saya bertanya." Seorang bapak dengan tersenyum, menjawab, "Boleh saja Nak, apa yang hendak Anak tanyakan?"  Suci menjawab, "Saya mau tanya, di mana rumah Pak Haji Mahmud."   Bapak itu menjawab,"Oh rumah Pak Haji Mahmud, yah. Rumah Pak Haji Mahmud itu di ujung jalan ini. Rumah bertingkat dua. Bercat Kuning Cerah. Ada pohon Mangga dan Pepaya di halamannya. Coba jalan saja terus sampai kamu menemukan rumah Pak Haji Mahmud."
"Oh iyya Pak, trima kasih banyak atas informasinya,"Kata Suci sambil tersenyum senang. Bapak itu menjawab, "Sama-sama Nak,  kamu mau diantar ke sana kah?"   Suci berkata, "Oh ndak usah Pak, trima kasih banyak."

Suci menyusuri jalan sambil celingak celinguk memperhatikan rumah sekelilingnya. Dia takut rumah yang ditujunya terlewati. Ternyata betul yang disampaikan bapak tadi. Ada sebuah rumah, yang terletak di ujung jalan, sama persis seperti yang dikatakan sang bapak. Suci memasuki rumah Haji Mahmud. Lalu mengetok pintu. Tok..tok...tok.. Suci bertanya, "Assalamu alaikum, apa ada orang di dalam?"  Tiba-tiba seorang ibu membuka pintu dan menjawab salam Suci. "Waalaikum salam, iyya Nak, cari siapa?" Tanya ibu itu. Suci menjawab, "Betulkah ini rumah Pak Haji Mahmud? Kmarin saya menemukan dompet, di dalamnya ada KTP atas nama Haji Mahmud. Apa Pak Haji Mahmud ada di rumah, Bu?"  Ibu itu menjawab, "Iyya betul, ini rumah Haji Mahmud. Ibu panggilkan yah?". "Iyya Bu,"Jawab Suci.

Tak lama kemudian, seorang bapak keluar dari kamar diiringi ibu tadi. Ternyata ibu itu, isterinya Haji Mahmud. Raut muka Haji Mahmud tampak cerah. Bapak itu kelihatan sangat gembira. Lalu pak Haji bertanya kepada Suci, "Betulkah kamu telah menemukan dompetku, Nak?" Iyya betul pak, ini dompetnya."Jawab Suci, sambil mengulurkan sebuah dompet ke arah Haji Mahmud. Pak Haji kemudian memeriksa dompet itu. Pak Haji keheranan karena dompetnya masih utuh. Di jaman sekarang ini sulit menemukan orang jujur. Masih ada memang, tapi sudah langka. Pak Haji sudah membayangkan uangnya sudah hilang . Beliau sudah pasrah kalau uang di dompetnya hilang, yang penting surat-surat berharganya dikembalikan. Tapi ternyata, uang di dompet itu masih utuh.

Kemudian, pak Haji mengucapkan terima kasih kepada Suci yang telah mengembalikan dompetnya. Dompet yang masih utuh isinya. Beliau berkata, "Syukur alhamdulillah, engkau yang menemukan dompetku Nak. Saya tidak tau, kalau orang lain yang temukan dompetku. Barangkali uangnya sudah raib. Terima kasih banyak yah, Nak."  Sambil tersenyum, Suci menjawab, "Sama-sama Pak."  Sebagai ucapan terima kasih, pak Haji mengambil selembar uang seratus ribu di dalam dompetnya, dan berkata, "Ambillah uang ini Nak, sebagai ucapan terima kasihku kepadamu."  Suci menolak dan berkata,"Tidak usah Pak, ibuku slalu mengajariku, ketika menolong orang jangan mengharap balasan."  Pak Haji terkesima dan berkata, "Sungguh luar biasa ibumu Nak, yang telah mengajarimu kejujuran dan keikhlasan. Siapa nama ibumu nak? Oh yah, saya lupa, di mana kalian tinggal?"   Suci lalu menceritakan tentang dirinya, keluarganya serta tempat tinggalnya. Pak Haji dan isterinya kelihatan sedih mendengar cerita Suci. Ternyata Suci seorang anak yatim.

Pak Haji Mahmud dan istrinya kemudian berunding. Ternyata mereka berkeinginan mengangkat Suci sebagai anak angkat mereka. Mereka berencana membiayai sekolah Suci sampai selesai kuliah. Kebetulan mereka tidak punya anak. Lalu mereka menyampaikan keinginan tersebut kepada Suci. Suci sangat senang mendengarnya. Suci berkata, "Bapak Haji dan Ibu yang baik, terima kasih sudah mau mengangkatku sebagai anak angkat. Sepulang ke rumah, nanti Suci sampaikan kepada ibu Suci."  Pak Haji membalas, " Iyya Nak, sampaikan salam kami kepada ibumu. Nanti kami juga mau ke rumahmu, menyampaikan rencana kami."   Suci menjawab, "Iyya, nanti saya sampaikan salamnya Pak Haji. Kalau begitu saya pamitan dulu Bapak Ibu."

Setelah mengucapkan salam, Suci berlalu dari rumah Pak Haji Mahmud dengan riangnya. Suci sangat bersyukur ada keluarga yang mau membiayai sekolahnya. Sesampai di rumah, Suci menceritakan perjalanannya ke rumah Pak Haji Mahmud kepada ibunya. Menceritakan keinginan keluarga pak Haji Mahmud mengangkatnya sebagai anak dan membiayai pendidikannya sampai selesai. Ibu Suci kemudian memeluk anaknya. Beliau sangat senang mendengar berita itu. Dan bersyukur dengan semua yang terjadi. Harapannya hanya satu, agar anaknya mendapat pendidikan yang layak seperti anak-anak yang lain.

Minggu, 28 Februari 2016

Puisi Untuk Sahabat


Rembulan akan slalu bersinar
meski terhalang awan nan gelap
Rembulan tetap bersinar, sayang
Di langit malam

Tak pernah tinggalkan bumi
Yang mengharap cahayanya
Begitupun  dirimu diriku
Karna sang Bayu akan menyibak
awan penghalang, atas titah-Nya
Sehingga terang cahyanya
Menyinari hati yang gundah gulana

Yakin sematkan di dada
Segalanya akan baik-baik saja

Yakinlah
karna Tuhan pencipta rembulan pun
takkan pernah
Tinggalkan hamba-Nya
Tapi kitalah yang terkadang
lupa bersyukur dengan sgala nikmat-Nya
dan jauh meninggalkan-Nya...

Keep spirit and strong, My Best Friend


*****************************

           
                 Dia Teramat Dekat

Ketika sang insan
Melantunkan do'a pada-Nya
Merintih mengisak tangis
mengingat kekhilafan diri
Bersujud simpuh di hadapan-Nya
 merendahkan keegoan

Dia akan menyambut sang insan
Membelai dengan kasih sayang-Nya
Menghapus duka di hati
Meninggalkan jejak
Keteduhan
Keteguhan dan
Kesabaran menghadapi
Apapun yang terjadi

Sungguh
Dia teramat dekat
Sangatlah dekat
Rasakan dengan hati
Lalu bisikkan
Tuhanku...aku pada-Mu
My God... I always need you


Seperti Puisi


Kalau dunia ini sbuah panggung
Jadilah aktor pemersatu
Bukan aktor pemecah belah
Dengan cara mengadu domba
Sehingga kedamaian dapat mewujud
Di muka bumi
                 
**********

                  Kecewa dan Penawar

Ketika kecewa menghunjam kalbu
Kukembalikan rasa ini pada-Nya
Karena hanya Dialah sang penawar
segala rasa
Sesakit apapun jua

***********

               Tersentak

Aku cuma bisa tersentak
Melihat prilakumu
Barangkali kamu tak sadar
Ataukah memang tak mengerti
Tapi bisa jadi kamu manusia lugu

Sebelum menggoreskan kata
Perlu dipikirkan terlebih dahulu
Karna kata bukanlah sekedar kumpulan huruf
Tapi mereka miliki makna
Camkanlah maknanya
Bukan hanya sekedar menyenangkan hati
yang ditujunya

Tersentak aku
Tapi apa daya
Maafkanlah aku

**********

                Belajar, Jangan Iri

Banyak yang iri dan benci orang Cina
Mengapa mereka bisa kaya raya
Mengapa bisa memimpin pribumi
Tapi tidak belajar
Bagaimana orang Cina itu
Bisa kaya raya
Juga sukses

Iri saja
Benci saja
Takkan buat kita
Lebih kaya
Lebih sukses
Apalagi
Lebih baik dari orang Cina

***********

Tak Rela Bumi Pertiwi Terkoyak

Devide at impera, politik pecah belah
Inikah yang terjadi saat ini?
Segala daya upaya
membenturkan  Sunni - Syiah
Fitnah hoax marak terjadi di dunia maya
Belum lagi di dunia nyata

Siapa yang ambil untung
ketika umat Islam terpecah
Jawab dengan hati
jangan dengan emosi
walau dalam hati

Tapi
Sungguhku tak rela
Bumi pertiwi terkoyak
Tubuh manusia bergelimpangan
tak bernyawa
Darah manusia tak berdosa
Menggenang di bumi Nusantaraku

Laksana Timur Tengah
Nun jauh di sana

***********

                    Terperdaya Dunia

Sontak aku terkaget dikagetkan
Mengapa dan mengapa, penyebabnya apa

Barangkali tlah kukenakan pakaian takwa
Yang smestinya membuat diri sanggup menilik memilah
sekiranya apa yang boleh dibolehkan

Tapi ternyata aku pun tenggelam dalam
euforia gemerlapnya pesona dunia

Barangkali kesadaranku tlah terperdaya
Pengetahuan akan kedirianku belum seberapa
Sehingga kutakluk dan tak berdaya

*****************

Kuyakin Kau ada slalu
untukku...
Di manapun kuberada
Hangat Kasih sayang-Mu
Slalu membelai jiwaku

Engkau sgalanya bagiku
Bukan yang lain...
Selain-Mu hanyalah
manifestasi diri-Mu

Ilahi

******************

Antara Kesederhanaan  VS Korupsi

Tak cukupkah Rasulullah
mengajarkan arti sebuah
kesederhanaan

Tak kenal atau tlah lupakah kita
Rasulullah junjungan kita
Pemimpin tertinggi kaum muslimin
Yang tidurnya beralaskan tikar
Bukan di atas permadani nan empuk


Tak cukupkah kita mengenal putrinya,
Fatimah AzZahra as
tentang kesederhanaan
tentang ketabahannya

Tak pernahkah kita dengar sebuah kisah
Fatimah azZahra as dan kedua anaknya
yang masih kecil rela  menanggung lapar
Demi memberikan makanannya
kepada pengemis
Walau sudah tiga hari
tiada makanan yg masuk ke perut mereka
Betapa kasih sayang mereka
Kepada kaum mustad'afin sangatlah besar

Sungguh mereka,
manusia-manusia mulia yang patut diteladani

Tapi mengapa korupsi merajalela
Di negara kita yang mayoritas muslim ini
Para koruptor tega membiarkan rakyat kelaparan
Sementara mereka berpesta pora
Menikmati uang haram
Hasil jarahan uang rakyat

Dan sayang seribu sayang
Hukum di negara kita
Tajam ke bawah tumpul ke atas
Banyak koruptor tak tersentuh hukum

Barangkali kita hanya sekadar
mengaku pengikut
Tetapi
Kita tidak benar-benar mengikuti
Apalagi meneladani manusia-manusia mulia ini...

*****************
         

                        Introspeksi Diri


Ketika tuduhan teralamat kepada kita
Usah kita mencari pembenaran
Bahkan balik mencerca pihak lain
Tanyalah pada diri
Gerangan apa sebab
tuduhan itu

Bisa jadi
Itu krn
Kita slalu menganggap
Menuduh
Bahkan tlah menzalimi
pihak lain
Dengan tuduhan-tuduhan
yang lebih menyakitkan
Slama ini

Sadarkah kita
Atau
Tlah hilangkah
kesadaran kita

Tuhan itu maha adil kawan...

Sabtu, 27 Februari 2016

Catatan Sebuah Perjalanan


Perjalanan ke Barru kali ini menyenangkan, sama seperti perjalanan-perjalanan lainnya, karena bukan sekedar perjalanan, tapi perjalanan demi bersua dengan sang buah hati, yang juga sudah menanti dengan penuh kerinduan. Teringat ketika malam sebelumnya mereka menelpon dan saya mengatakan saya tak bisa ikut menjenguknya, jawab mereka, "ma datangki ma". Saya bertanya kenapa mama harus datang, jawabannya begitu polos kudengar,  "karna kita' yang lahirkanka' ". Begitulah, setiap ibu ternyata memiliki tempat yang khusus di hati anaknya.

Perjalanan pagi yang rencananya subuh hari ini, dimulai dengan membangunkan anak-anak yang masih terlelap tidurnya. Merekapun  disiapkan ala kadarnya. Dan kendaraanpun meluncur di jalan raya menuju Tamalanrea yang belum begitu padat. Biasanya, untuk menghindari kemacetan kami memilih lewat jalan tol, walaupun sebenarnya rasa bersalah menyelinap hadir ketika tidak bisa menjemput titipan teman-teman di Tamalanrea. Kemacetan sepertinya sudah menjadi momok bagi mereka yang melakukan perjalanan. Ketika jalan macet, waktu yang ditempuh menjadi smakin lama terasa. Kendaraan tidak bisa bergerak. Maju ogah, mundur lebih-lebih. Jadilah terperangkap di tengah, sulit melepaskan diri. Untung bagi pengendara motor, bisa nyelip-nyelip di antara kendaraan. Tapi kalau mobil bagaimana caranya.

Alhamdulillah, jalan raya  tidaklah macet, seperti biasanya. Tapi jalan menuju pusat kota, macet begitu panjangnya. Di Tamalanrea kendaraan menepi, sepasang suami istri akhirnya menyertai kami dalam perjalanan, saya senang sekali. Perjalanan menjadi seru dengan perbincangan yang mengalir dengan berbagai tema. Sekitar setengah jam kemudian, tibalah kami di sebuah rumah makan di Pangkep, dan wah kami ditraktir sama kak Yati...terima kasih yah kanda, mestinya jangan maki bayarkan kami, lebih banyak khan anggotaku.

Perjalanan yang panjang menjadi tidak membosankan karena kehadiran kak Yati dan kak Amrin. Akhirnya, tibalah kami di pondok anak-anak, ternyata anak-anak lagi kurang enak badan, tetapi alhamdulillah mereka senang sekali melihat kedatangan kami. Mungkin saja, mereka sakit karena rindu ingin ketemu dengan bunda-bundanya. Biasanya sih begitu katanya. Semoga saja kehadiran kami menjadi obat mujarab bagi mereka.

Setelah, berbagi kerinduan bersama anak, sehabis sholat isya, kamipun berpamitan. Keharuanpun menyesak di dada, tapi kami mesti pulang, dan merekapun harus tetap di pondok, belajar mandiri dan belajar tentang kehidupan. Bukan karena kami tak sayang nak, tetapi agar kalian memiliki bekal dalam menghadapi kehidupan di dunia ini, lebih-lebih untuk kehidupan di akhirat nanti.

Perjalanan pulangpun begitu seru, biasanya saya sering tertidur ketika pulang tetapi kehadiran seorang kak Yati mampu mengubah kebiasaanku itu, hehe...malah kak Amrin yang tertidur dan abanya Ersyah yang menyopiri menjadi seorang pendengar yang baik.

Perjalanan ke Makassar tidak terasa, dan jalananpun alhamdulillah tidaklah macet. Mungkin karna sudah malam yah, sekitar pukul 10 malam. Kamipun mesti berpisah dengan kak Yati dan kak Amrin, terima kasih yah kanda berdua. Kamipun melanjutkan perjalanan ke tempat semula kami berangkat, rumah sederhana sekaligus tempat kami mengais rezeki.

Rabu, 24 Februari 2016

Motivasi Diri untuk Menulis


Ketika kita menganggap bahwa menulis itu sesuatu yang sulit dan bahkan mustahil untuk dilakukan, maka marilah kita membuktikan bahwa semua orang bisa, tak terkecuali kita.

Setiap orang pasti memiliki kecemasan tersendiri ketika mencoba memulai sesuatu. Demikian pula dengan menulis. Takut tidak nyambunglah, takut tidak berbobotlah dan ketakutan-ketakutan lainnya.

Tapi bagaimana kita mampu menulis sesuatu yang berkualitas, kalau kita tidak memulai dari hal-hal yang sederhana. Meyakinkan diri bahwa kita bisa dan mampu. Itulah yang terpenting. Memotivasi diri  dengan sering membaca postingan-postingan dari para motivator literasi juga penting. 

Nah, ketika kita siap untuk memulai menulis. Bingung sendiri apa yang mesti dituangkan. Terasa tak ada ide. Ruang fikiran kosong melompong. Memaksimalkan daya imajinasi, tak ada guna. Menembus kisah perjalanan hidup yang sudah panjang membentang pun, tak juga dapat membantu. Maka mencoba membaca karya-karya dari penulis pemula sampai ternama, adalah sesuatu hal yang terasa penting. Guna membuka cakrawala berfikir yang terasa terkerangkeng. Semoga ada ide atau minimal semangat mereka menular kepada kita yang baru mau memulai.

Kita mesti memulai menulis, walaupun barangkali kita akan merasa malu ketika ada yang membaca tulisan kita. Satu hal lagi yang bisa memotivasi kita adalah pernyataan bahwa Jasad kita boleh tiada lagi di muka bumi ini, tetapi karya atau tulisan kita akan abadi. Tulisan yang kelak akan dibaca dan dikenang oleh anak cucu kita. Insya Allah.

Sumber foto by Google.