Minggu, 29 Mei 2016

Rajaku Bernama Coto Makassar


Entah harus marah pada siapa, asu-dahlah. Gampang saja mengangkat jari telunjuk siapa yang bisa disalahkan, dan pihak lain akan dengan enaknya merasa benar dan punya hak lebih, begitu pula sebaliknya. Sudah jadi lingkaran para setan, ehh pammoporanga, lingkaran setan.

Inakke, bukan ji keturunan karaeng lompo tapi bukan juga ji keturunan ata. Begitu kata tettaku almarhum. Tapi bukan itu poinnya.

Yang terpenting, dan tidak terbantahkan adalah saya lahir dan besar di Gowa. Tetta dan ammaku juga lahir dan besar di Gowa. Jadi darahku selain bergolongan darah B secara medis, juga bergenetika Makassar. Titik.

F
Jadi pantaslah ada rasa yg seakan ingin selalu meledak, meski saya sering mengabaikannya bahkan menahannya, ketika melihat hal-hal yg berkaitan dengan Makassar. Itulah primordialisme, assahbiyah. Wajar-wajar saja, kalau proporsional.

Lebih-lebih ketika melihat kejadian mutakhir. Ada bupati yg sekaligus ingin menjadi ràja; raja baru yg dilarang masuk istana dan terpaksa dilantik di hotel. Itulah headline berhari-hari yg kian menggerus nilai-nilai keMakassaran. Asu-dahlah pasti muatannya negatif. Dan yakin saja, secara statistik, dampaknya adalah makin banyak orang Makassar yg malu bahkan enggan mengakui kemakassarannya.

Asu-dalah
Rasa inilah yang mungkin disebut pacce. Masih ada sedikit pacce. Ahh, kenapa rasa ini tidak hilang saja. Biar hidup bisa enjoy-enjoy saja.

Bukankah Gowa yg dulu digjaya itu memang sudah takluk. Dan semuanya hanya tersisa sejarah manis di masa lalu dan skarang sisa pahitnya belaka, seperti kopi yang tidak ori lagi karna sudah dipadu jagung. Bahkan sudah kw1 hingga kw2.

Apakah memang para karaeng lebih asik-mansuk dengan hedonisme politik tanpa peduli pada masalah nilai ke-Makassaran yang lebih mendasar. Persoalan yg perlu dibangun menurutku adalah bagaimana orang Makassar banģga dengan kemakassarannya, dan saking hebatnya, orang luar Makassar pun latah mengaku-aku orang Makassar. Itulah yg perlu dibangun dan diperjuangkan. Bukan sebaliknya.

Asu-dalah. Lebih enak menyantap coto makassar. Kuliner yg tidak ada duanya, menurut saya. Assabiyah lagi. Bahkan mengalahkan rendang padang hingga spagetti itali . Tak mengapa dianggap subjektif, karna memang saya orang Makassar, dan lagi pula lidah saya jujur mengakuinya.

Biar mi tensi darah agak tinggi pun dokter melarangnya, tak mengapa mencicipi Coto Makassar. Kan, adaji jeruk nipisnya sebagai penyeimbang. Makanya, kalo sudah berhadapan semangkok coto, jangan buru-buru ditaburi garam  atau dialiri kecap. Tapi yang mula-mula adalah menghujaninya dengan perasan jeruk nipis.

Bumbu Coto Makassar juga menyehatkan. Empat puluh jenis rempah beradu-tak-mau-kalah ingin menyehati penikmatnya. Biar mami belum ada penelitian ilmiah. Tapi setidaknya itu yg saya rasakan. Pun banyak orang jujur mengakuinya.  Cukup manggut-manggut kalo setujuki ato senyum-senyum simpul juga bisa.

Biar tanggal tua, beli saja Coto Makassar, paling tidak setengah daging ato kuahnya saja. Baru jangan ki lupa minta tambah lagi kuahnya. Gratis ji toh. Ketupatnya mo saja banyak-banyak dibeli. Dijamin membuat kita bertenaga. Apalagi kalo demam biasa ji daeng, amba mi saja Coto Makassar dua mangkok, baru pigi tidur dengan tiga lapis selimut. Insya Allah sehatki. Tapi tolong digaris bawahi kata insya Allah nya, bukan cotonya. Itulah istimewanya Coto Makassar.

Asu-dalah. Daripada pusing kepala berbi memikirkan kisruh raja gowa. lebih baik kuangkat rajaku sendiri, akan kulantik sendiri dalam batinku. Akan kuserukan aru kesetiaanku. Engkaukah rajaku Coto Makassar, karaengku Coto Makassar. Catat, bukan Soto Makassar apalagi Coto Ujungpandang. Tapi sekali lagi Coto Makassar.

Kenapa engkau kuangkat menjadi rajaku, Coto Makassar. Karena engkau ada di mana-mana di nusantara ini. Pengaruhmu begitu besar. sebagaimana dahulu kerajaan Gowa pengaruhnya ada di mana-mana. Engkaulah representasi sekaligus pelanjut tak terbantahkan dari kedigdayaan Gowa-Tallo (Makasar) zaman dulu.

Bahkan engkau lebih stabil dan tidak uring-uringan terpikat kepentingan politik seperti mereka.

Terimakasih Coto Makassar telah mengabadikan Makassar. Nama Makassar

Alfatihah selalu kepada para penemu, peramu, chef, dan penyebar Coto Makassar.

Keberuntungan dan keberkahan senantiasa kepada para penjual Coto Makassar

Pun kelimpahan dan kesehatan selalu menghampiri para penikmat Coto Makassar

Asu-dalah. Akan kucoba menelusuri seluruh aroma coto di setiap warung, bahkan ke warung Coto Maros sekali pun. Apa pun minumannya makanan favoritnya pasti Coto Makassar

Oleh :
Rajab Sabbarang

Jumat, 27 Mei 2016

Tas Pilihan



Ketika melihat adik saya menggunakan tas yang bermerk. Yang harganya beratus-ratus ribu rupiah. Saya bilang walaupun saya punya uang banyak, saya tidak akan membeli tas semahal itu. Banyak kok, tas murah tapi bagus. Khan, suatu barang itu yang penting fungsinya. Bukan harga maupun merknya.

Adik saya bilang kenapa dia beli tas yang bagus dan bermerk seperti itu. Karena lingkungan keluarga suaminya dari kalangan menengah ke atas, yang nota bene punya selera tinggi. Saya bilang kenapa ikutan selera mereka. Kita mesti tampil beda. Mestinya kita memilih barang bukan karena merknya tetapi karena fungsi barang itu.

Teringat perkataan terhadap adik saya. Membuat saya malu sendiri. Karena akhirnya, saya terpaksa beli tas yang agak punya nama di dunia per'tas'an di Indonesia. Bukan karena merknya. Tetapi, karena sudah tidak percaya dengan berbagai macam tas yang ada. Sudah berapa kali beli tas, yang saya harap berumur panjang. Ternyata ada-ada saja yang rusak. Resleting tak bisa terkancinglah, talinya putuslah.

Tas-tas itu ada yang murah meriah, ada juga yang agak mahal. Tetapi ternyata sama saja. Saya agak kecewa dengan kenyataaan seperti itu. Kok tas murah dan tas mahal sama saja. Gampang rusak. Cukup lama saya tidak pakai tas ketika bepergian. Kadang hanya pakai dompet plastik yang serupa tas. Dan kalaupun harus pakai tas. Saya pakai tas yang rusak resletingnya itu. Kadang terganggu juga pakai tas yang rusak resletingnya. Sedikit-sedikit mesti dilihat isi tasnya.

Melihat berbagai macam tas yang berseliweran di dunia maya. Membuat hati kepincut. Tapi rasa khawatir menggelayut. Jangan sampai tidak sesuai yang diharapkan. Menarik juga sebenarnya. Apalagi tasnya bagus-bagus. Sambil melihat detil harga. Mana-mana yang sesuai isi kantong. Tapi seperti tidak puas rasanya kalau beli suatu barang tanpa melihat dan memegang serta mengangkat-angkatnya. Hehe..kebiasaan saat belanja offline.

Saya tidak jadi belanja online. Karena itu tadi, barangnya tidak hadir nyata dihadapan untuk dipilih. Saya kemudian bertanya dalam suatu group WhattUpp. Saya tanyakan tas apa yang murah dan bagus. Teman saya menyebutkan merk tas yang lumayan terkenal. Dan aku senyum kecil, ternyata merk tas yang sama dengan tas adikku. Nah lho. Katanya sudah 10 tahun dia beli tas merknya seperti itu tapi masih bagus. Saya berterima kasih atas rekomendasinya. Dan bilang kepada sang teman, insya Allah, kapan-kapan saya ke show roomnya

Terbayang ucapan kepada adik saya. Saya seperti menjilat ludah sendiri. Kalau beli tas bermerk. Yang harganya lumayan mahal. Tapi terlanjur kecewa dengan tas-tas yang pernah saya beli. Saya bilang ke suami. Saya mau beli tas merk ini. Ada yang rekomendasikan bagus dan tahan lama. Suami setuju. Katanya, hadiah buat saya yang rajin buat paket internet. Maklum, kerja suami jualan pulsa, paket data dan teman-temannya. Dan aku kerjanya selain, ibu rumah tangga, ikut bantu-bantu suami. Alhamdulillah, kalau begitu. Kata suami, yang penting harganya tidak lebih dari sekian-sekian..ssst rahasia berapa nominalnya.

Pada siang menjelang sore itu, saya masuk show room tas. Saya berharap semoga harga tas yang tersedia, tidak lebih dari yang telah ditentukan. Sambil melihat-lihat dan memegang tas. Saya periksa harganya. Saya terbelalak melihat harga-harganya. Mahal amir. Eh mahal amat. Tambah mahalki di'. Tidak adami harga ta' duaratus ka. Dua kali lipatmi. Kayaknya, gagalki ini rencana beli tas klo begini. Sambil keliling-keliling, saya memeriksa label harga di setiap tas itu. Masih berharap ada yang harganya lebih murah di antara tas yang sangat mahal harganya menurut saya. Belum tentu, menurut ibu-ibu yang lain lho. Tergantung kondisi kantong barangkali, yah.

Setelah, memeriksa sana memeriksa sini. Saya temukan tas yang lumayan bagus. Warna cream. Dan harganya paling murah. Banyak yang bagus-bagus tapi mahalll. Tidak sesuai isi kantong. Takutnya kalau dipaksakan. Bukanmi fungsi yang diutamakan tapi ke"cantik"annya. Ya..jadilah tas cream itu pilihanku. Harganya sebenarnya melebihi yang telah ditentukan suami. Tapi ini yang paling murah. Termurah di antara tas-tas yang ada di sini. Entah, kalau ada tas yang luput dari pengamatanku. Lagi pula surveinya singkat sekali. Tidak cukup setengah jam.

Saya pergi bayar ke kasir. Saya harap tas yang saya beli ini. Tahan lama. Tidak gampang rusak. Sampai sepuluh tahun lamanya. Semoga tetap setia mendampingi. Kemana pun saya pergi.

Kamis, 26 Mei 2016

DUNIA MAYA




Saat kuketik huruf demi huruf di layar smartphone ini, mestinya aku mengaktivasi kartu demi kartu internet AXIS. Tetapi sayang, godaan untuk mengarungi samudera dunia maya lebih besar. Dibandingkan bayangan lembaran uang yang telah menanti. Ketika kartu internet itu laku terjual lembar demi lembarnya.

Nah, itu tadi salah satu contoh sulitnya beranjak dari pesona dunia maya yang dialami sendiri oleh penulis. Sedangkan pekerjaan yang menghasilkan uang ditinggalkan. Apalagi pekerjaan rumah yang nota bene tidak menghasilkan uang, secara nyata. Demi keasyikan berselancar di dunia maya.

Godaan dunia maya memang begitu dahsyat. Orang rela berlama-lama di dalamnya. Betah berjam-jam duduk, baring ataupun dengan gaya lainnya. Bergumul dengan smartphonenya sampai lupa waktu. Ah.. sudah jam berapa nih. Belum masak ... belum cuci piring, padahal sudah hampir siang.

Lalu ngebutlah ia mengerjakan semuanya. Belum lagi sambil ngintip-ngintip facebook, Whattapps ataupun BBM-nya. Semakin lamalah durasi masak memasak atau cuci mencuci di dapur. Bagi yang punya asisten rumah tangga sih mungkin ndak masalah. Tapi kalau tidak ada yang bantu, maka ini menjadi masalah serius. Karna bisa-bisa seluruh penghuni kelaparan.

Barangkali kita tidak pernah menghitung berapa jam sehari kita memegang ponsel kita. Tapi yakinlah bahwa sebagian besar waktu kita ketika tidak tidur. Adalah mengutak atik smartphone kita. Apakah itu facebook an, Whattapps ataupun BBM-an. Apalagi klo kita jualan online. Klo jualan online tentu saja mesti sering-sering nengok status-statusnya di Facebook, WhattApp ataupun BBM-annya. Jangan-jangan ada koment, dan tentu saja order yang terlewatkan. Demikian pula, ketika menjadi admin di suatu grup WhattApp kita wajib untuk mengikuti setiap saat. Karena kalau tidak kita akan ketinggalan info dari group.

Begitulah, sepertinya kita sok sibuk. Padahal sebagian waktu habis dalam genggaman dunia maya. Kita lebih pentingkan dunia maya dari pada dunia sesungguhnya kita, dunia nyata. Anak berbicara kepada ibu atau ayah. Mata ibu atau ayah tetap tertuju ke ponselnya. Suami berbicara kepada istri. Pikiran istri melantur mencari jawaban komentar di statusnya. Istri berbicara pada suami. Perhatian suami tak lepas dari cincin-cincin permata koleksi seseorang di facebook. Ibu atau ayah berbicara pada sang anak. Sang anak senyum-senyum tak jelas, ternyata lagi baca status-status temannya yang lucu-lucu.

So...bagaimana sebenarnya hidup kita ini. Sepertinya yang jauh lebih dekat. Yang dekat seperti terasa jauh. Gaya komunikasi macam apa ini. Orang-orang yang jauh walaupun kita tidak kenal. Karena medsos terasa akrab sekali. Tetapi anak, suami, istri atau orang tua kita. Hubungan terasa biasa-biasa saja. Bahkan terkesan apa adanya. Terasa kurang kehangatan dalam keluarga. Barangkali ini bagi keluarga yang sudah kecanduan akan dunia maya. Padahal dalam sebuah keluarga yang harmonis dan penuh kehangatanlah. Anak-anak akan tumbuh menjadi manusia yang penuh kehangatan dan punya empati kepada sesama.

Kira-kira apa yang mesti kita lakukan. Untuk mengurangi ketergantungan kita kepada gadget?

Pertama, atur jadwal ber-medsos
Pagi      : sekitar pukul 06.00 - 07.00
Siang    : sekitar pukul 13.00 - 15.00
Malam :  sekitar pukul 23.00 - 01.00
Ini sekedar bayangan saja. Kita bisa mengatur sendiri jadwal sesuai rutinitas kita masing-masing. Mula-mula barangkali terasa berat, tetapi kalau disiplin, yakin bisa.

Yang kedua, ketika keluarga kita berbicara, simpanlah smartphone kita. Agar komunikasi dua arah tercipta dengan baik. Yakinlah keluarga kita, anak kita, suami atau istri kita lebih butuh perhatian daripada orang-orang di dunia maya. Bermain, bercanda bersama anak dan keluarga adalah hal terindah di dunia. So, jangan dilewatkan, karna masa-masa indah itu takkan terulang kembali. Mereka akan tumbuh besar dewasa dan suatu saat akan meninggalkan kita. Maka nikmatilah saat-saat terindah ini.

Masih banyak lagi tips-tips yang bisa mengurangi kadar kecintaan pada dunia maya. Kita bisa memilih dan memilahnya untuk diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi kita masing-masing.

Semoga tulisan ini bermanfaat adanya.

Selasa, 10 Mei 2016

Mulutmu Harimau-mu

Mulutmu harimaumu
Sebelum berucap dipikir terlebih dahulu
Terlanjur terucap tak mungkin ditarik kembali
Maaf tak cukup
Harus ada sanksi
Turunkan !!!

Kudukung perjuangan kalian
Pantang langkah surut kembali
Darah muda bergejolak
Membakar semangat
Niat tulus merubah keadaan
Memberi harapan baru

Biarkan para pencemooh
Berceloteh seenak dengkulnya