Mendaras buku kumpulan cerpen yang berjudul "Senja yang Mendadak Bisu" Karya Lugina W.G. seperti menjelajahi berbagai wilayah di nusantara. Kita seperti diajak untuk menyelami budaya lokal dari latar cerita itu.
Ada beberapa budaya yang menarik namun ada pula yang sadis yang bisa membuat kita bergidik. Tetapi, begitulah adanya budaya daerah. Seperti, adat di Papua, di mana seorang perempuan dari suku Dani harus memotong seruas demi seruas jari tangannya ketika ada anggota keluarganya yang meninggal. Setiap ada yang meninggal satu ruas jari mesti dipotong. Sehingga hampir seluruh ruas jarinya terpotong, tinggal tersisa satu ruas jari tangan sang perempuan dalam cerita itu.
Setiap ada kerabat dekat yang meninggal. Seorang perempuan dari suku Dani mau tidak mau memotong seruas jarinya. Mereka memotong jarinya sendiri dengan sebuah kapak. Sebelumnya, perempuan itu menyediakan daun-daunan untuk mengurangi rasa sakit dan mengobati luka akibat jari yang terpotong itu. Perempuan suku Dani teramat tabah tetapi mereka juga merasa sedih dengan apa yang menimpa mereka. Tetapi, mereka tetap pasrah karena terlahir sebagai perempuan dari suku Dani.
Cerita dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan bercerita tentang seorang pemuda yang ingin sekali membuat upacara Rambu Solo buat ambenya yang telah meninggal dunia. Sebelum Rambu Solo diadakan, si mayit itu, dianggap belum meninggal, tapi masih sakit. Upacara Rambu Solo itu sendiri merupakan upacara kematian dengan mengorbankan delapan ekor kerbau dan lima puluh ekor babi. Sebagai anak lelaki tertua, sang pemuda merasa berkewajiban untuk mengadakan upacara Rambu Solo untuk ambenya. Apa daya keuangan sang pemuda dan keluarga tak mencukupi untuk mengadakan upacara itu.
Sementara itu, indo sang pemuda senantiasa mempertanyakan kapan mereka bisa mengadakan upacara Rambu Solo. Indonya bilang kasihan ambenya belum mencapai paya atau nirwana karena belum diantarkan dengan upacara itu. Sang pemuda berpikir keras bagaimana mengadakan upacara itu. Sedangkan mereka belum mampu.
Sang pemuda adalah seorang guide atau pemandu wisata yang pekerjaannya mengantar turis ke tempat-tempat wisata di Tator. Ke Londa makam-makam yang letaknya di dinding batu bebukitan, ke makam anak-anak kecil di lobang-lobang pepohonan. Dan ada juga, makam sepasang remaja yang saling mencintai yang bunuh diri karena tidak mendapat restu dari orang tua mereka. Mereka mendapat gelaran Romeo dan Juliet. Sang pemuda sangat senang menceritakan kisah sepasang remaja itu kepada para turis yang berkunjung ke tempat itu.
Akhirnya, sang pemuda memperoleh biaya untuk mengadakan upacara untuk ambenya. Dengan jalan yang pasti akan dikutuk dan dihina oleh kaumnya. Pemuda itu telah menjual kerangka tulang belulang Romeo dan Juliet ke toko cendera mata. Sebelumnya, sang pemuda telah mengganti yang asli dengan replika tulang Romeo dan Juliet. Dan tentu saja, langkah sang pemuda akan disesalinya kemudian hari.
Cerita dari Tanah Minang. Seorang gadis yang bersedih hati. Lamaran sang kekasih kepada keluarganya disambut oleh mamaknya dengan persyaratan mahar yang sangat tinggi. 30 mayang emas. Sang gadis berusaha membujuk mamaknya supaya menurunkan maharnya menjadi 3 mayang. Dengan alasan, bahwa perempuan yang paling mulia itu yang maharnya paling murah. Tetapi sang mamak bergeming. Bahkan memberi jangka waktu dua bulan untuk memenuhi persyaratan itu. Kalau tidak, gadis itu akan dinikahkan dengan pemuda lain. Yang sanggup menyanggupi 30 mayang emas.
Sang gadis bersedih. Di hari pernikahannya, dia melihat kekasihnya duduk di antara kursi tamu. Pemuda itu sudah memenuhi janjinya untuk datang ke pesta pernikahan gadis itu. Di kamarnya, gadis itu menunggu deringan sms dari sang pemuda. Terdengar bunyi ringtone tanda pesan masuk. SMS itu berisi permintaan maaf dari sang pemuda yang tidak sanggup memenuhi mahar yang telah ditentukan oleh sang mamak. Pemuda itu mengucapkan salam perpisahan. Dan gadis itupun berduka.
Ada cerita dari tana Luwuk yang getir, yang diharapkan happy ending ternyata berakhir sedih. Seorang istri yang menunggu suaminya siang dan malam. Menyiapkan semangkuk kapurung dan dua piring setiap waktu makan. Satu untuk dirinya dan satu untuk suaminya. Satu bulan, satu minggu, satu tahun dan tahun berganti tahun. Perempuan itu masih setia menunggu. Dengan semangkuk kapurung dan dua buah piring, satu untuk dirinya dan satu untuk suaminya. Suami yang pergi ke ibukota untuk mencari pekerjaan dan bertarung nasib demi perbaikan hidup keluarga mereka. Tapi, sama seperti biasanya, hanya satu yang terpakai.
Seorang lelaki menyusuri jalan kampung mendekati rumah yang ditinggalkannya beberapa tahun lalu. Dia yang pernah lupa ingatan karena terjatuh dan tertumbuk batu. Itulah sebabnya sang suami tak pernah berkirim kabar pada istrinya di kampung. Setelah ingatannya pulih kembali ia memutuskan untuk balik ke kampung berkumpul bersama istrinya kembali.
Sesampai di rumahnya, lelaki itu mengintip, takut jangan-jangan istrinya sudah menikah lagi. Karena dia sudah lama pergi dan tidak pernah berkirim kabar padanya. Dia kemudian terhenyak melihat semangkuk kapurung, makanan kegemarannya dengan sepasang piring. Di samping istrinya yang terbaring seperti menunggu seseorang. Dia menyangka istrinya sudah menikah lagi. Buktinya, ada sepasang piring yang tersedia. Untuk apa piring yang satunya lagi kalau bukan untuk suaminya yang baru.
Dengan air mata bercucuran, lelaki itu meninggalkan rumah itu. Takut berjumpa dengan suami baru istrinya. Dia memaklumi dan memaafkan istrinya yang
telah menikah lagi. Karena bertahun-tahun ditinggal tanpa ada kabar darinya. Padahal seandainya dia tahu. Bahwa piring yang satu itu adalah untuk dia. Suami yang tetap ditunggu-tunggu sang istri. Kasiaan...hik..hik...Coba saja lelaki itu mau ketemu istrinya. Dan bersay hello. Kesalahpahaman bisa dielakkan. Tapi saya kira itulah keunikan dari cerita ini. Akhir cerita yang tak gampang ditebak.
Masih banyak cerita lain yang menarik dari kumpulan cerpen "Senja yang Mendadak Bisu" ini. Cara dan gaya bercerita, dengan untaian kata yang indah membuat kita menikmati berbagai kisah anak manusia di dalamnya. Bagus untuk merefresh otak sekaligus menambah pengetahuan akan keanekaragaman budaya nusantara kita.