Selasa, 29 Oktober 2019

Mengenal Fatimah Az-Zahra Lewat Buku


Sejak kecil sampai besar, dari bangku SD sampai SMA saya tidak pernah mengenal sosok Fatimah Az-Zahra selain hanya sebagai salah satu putri Nabi Muhammad SAW dan isteri dari Ali bin Abi Thalib. Nanti setelah duduk di perguruan tinggi, yaitu pada saat ikut Bastra atau Basic Training HMI pada 1997 silam, saya baru mengenal sedikit demikit tentang beliau. Saya mulai mengenal beliau lebih dekat  melalui salah satu materi akhwat yang bertema Teladan-Teladan Muslimah.

Salah satu materi akhwat itu diberikan setiap ba'da sholat subuh pada waktu itu. Materi Teladan-Teladan Muslimah pada waktu itu rutin diberikan kepada peserta akhwat pada setiap acara basic training HMI MPO. Materi itu berisi keutamaan empat perempuan yang dijamin masuk surga. yaitu, Asiyah binti Mazahim, Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid dan Fatimah binti Muhammad.

Keempat perempuan mulia itu adalah teladan yang sempurna bagi muslimah. Mereka adalah penghulu perempuan pada zamannya, kecuali Fatimah Az-Zahra yang merupakan penghulu perempuan sepanjang masa. Sejak saat itulah saya sangat tertarik dengan Fatimah Az-Zahra. Namun pada saat itu pengetahuan saya masih terbatas tentang beliau. Maklumlah, saya belum bisa membeli buku pada waktu itu karena terbatasnya isi dompet. Saat itu saya masih kuliah jadi belum punya pendapatan sendiri. Duit yang diberikan oleh orang tua hanya cukup untuk biaya kuliah. Itu pun juga sudah alhamdulilah. Sudah diberikan kesempatan untuk mencicipi ilmu di perguruan tinggi.

Kekaguman kepada bunda Fatimah Az-Zahra semakin bertambah ketika saya kemudian sering diberi amanah untuk membawakan materi keakhwatan tersebut pada acara basic training. Namun, saat itu belum banyak referensi yang saya miliki sehingga isi materi yang diberikan berasal dari apa yang disampaikan oleh senior-senior kohati. Ketika menyampaikan materi teladan-teladan muslimah dalam acara Bastra HMI.

Belum selesai kuliah, saya sudah menikah dengan teman satu organisasi.  Saat itu, ia  belum bekerja karena masih menjadi pengurus inti. Kebetulan ia terpilih menjadi ketua, beberapa bulan sebelum kami menikah.  Selesai kepengurusan, suami bekerja dengan menjadi penerjemah atau transalator bahasa Inggris.

Saya baru bisa membeli satu demi satu buku tentang Fatimah Az-Zahra ketika keuangan keluarga semakin membaik. Untungnya saya dan suami punya kegemaran yang sama, suka membaca buku. Dan yang paling penting,  suami tidak pernah melarang untuk membeli buku  kecuali pada saat akhir bulan..😊😁

Dari beberapa buku tersebut, saya sedikit banyak mengenal kepribadian, kemuliaan dan keistimewaan bunda Fatimah Az-Zahra walaupun hanya lewat kisah tentang beliau yang dituturkan lewat buku.  Sungguh, beliau adalah sosok teladan sempurna bagi seorang muslimah, baik sebagai seorang anak, isteri maupun sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya.

Semoga ikhtiar mengenal beliau dan sedikit banyak upaya meneladani beliau walaupun rasanya berat, bisa membuatku mendapatkan syafaat dari ayahandanya dan beliau sendiri, kelak di kemudian hari.

@Rumah Baca Smart & Cool

Senin, 28 Oktober 2019

Kebutuhan Berkomunitas


Beberapa waktu yang lalu, seorang teman karib mengajakku untuk ikut dalam sebuah rapat yang diadakan oleh sebuah komunitas. Ia termasuk dalam pengurus komunitas itu sedangkan saya memutuskan untuk tidak ikut terlibat dalam komunitas itu dengan berbagai pertimbangan.

Saya menolak dengan halus. Saya mengatakan bahwa saat ini saya lebih memilih untuk aktif dalam komunitas lain. Yang menurut saya, saya lebih cocok berada di dalam komunitas tersebut. Katanya, ia ingin berkomunitas lagi. Berkumpul dengan teman-teman dan melakukan kegiatan yang bermanfaat. Saya bilang, hadir saja dalam rapat itu, penuhi undangannya. Tapi, klo saya, saya tidak bisa hadir. Karena selain saya bukan pengurus lagi, saya juga tidak bisa selalu keluar rumah karena kesibukan yang ada.

Yah, berkumpul dan berkomunitas bagi setiap orang itu merupakan sebuah kebutuhan. Apalagi dengan yang satu hobi, kesukaan atau pun  satu pemikiran. Banyak komunitas yang terbentuk di masyarakat. Semisal komunitas majlis taklim, komunitas pencinta vespa, komunitas sholawatan, dan yang lain-lain. Yang intinya adalah berkumpul dan melakukan kegiatan bersama.

Bagi yang sudah terbiasa berkomunitas, sangat tidak enak rasanya jika terputus atau tidak lagi berkomunitas. Rasa galau, sepi dan banyak lagi rasa-rasa lain akan menghinggapi. Apatah lagi kalau kita tergabung dalam komunitas pengajian. Mengkaji ilmu dan ma’rifat. Sekali saja kita tidak hadir, maka sungguh hati resah. Seakan ada yang kurang dalam hidup ini. Siraman rohani yang melembutkan hati, pengingat akan kematian pasti datang, kecintaan kepada Allah, Rasulullah dan keluarganya, dan masih banyak yang lain. Akan terasa rugi jika tidak menghadirinya.

Dalam komunitas yang terdiri dari banyak orang, tentu saja juga banyak pemikiran di dalamnya. Terkadang, kesalahpahaman antar anggota atau pimpinan dengan anggota bisa terjadi. Di sini dibutuhkan kedewasaan dalam menyikapinya. Terkadang ada rasa baper melanda karena ada satu masalah. Namun, rasa itu tidak boleh sampai membuat kita menghindar atau melarikan diri dari komunitas. Atau sebagai pimpinan mengeluarkan anggota dari jamaah. Masing-masing perlu menahan diri demi kepentingan bersama.

Satu hal yang disayangkan jika dalam suatu komunitas, komunitas yang sudah lama terbangun, terjadi perpecahan. di mana satu pihak melarang pihak lain untuk memberi kontribusi dalam membina kader. Dengan alasan bahwa pihak tersebut memiliki pemikiran yang berbeda dengan pihak yang melarang. Padahal sejak dulu dalam komunitas tersebut sudah sejak lama berbagai corak pemikiran sudah berkembang. Hal ini sama saja mematikan dinamika organisasi komunitas tersebut, padahal di situlah justru daya tarik dari komunitas itu.

Bercermin dari berbagai peristiwa dalam berkomunitas, apakah komunitas itu akan bertahan, mengalami kemajuan atau akan mengalami kemunduran atau pun stagnan. Hal itu ditentukan oleh sikap anggota komunitas terhadap anggota komunitas lain, adanya program kerja yang menarik dan kemampuan manajemen dari pimpinan komunitas. 

Satu hal yang pasti, kita tetap membutuhkan komunitas. Karena kita membutuhkan teman yang mempunyai minat yang sama, kebutuhan yang sama ataupun kecintaan yang sama. 


Sabtu, 26 Oktober 2019

HIJAB DAN IFFAH FATIMAH AZ-ZAHRA





Nabi Muhammad SAW adalah uswatun hasanah atau suri tauladan bagi umat Islam. Akhlak Rasulullah adalah Al Qur’an. Maka wajarlah kalau dikatakan bahwa Rasulullah adalah Al Qur’an berjalan. Dan orang yang paling mirip dengan Rasulullah adalah putrinya, Fatimah. Sehingga Fatimah adalah teladan sempurna bagi muslimah. 

Sebagai seorang yang mengaku muslimah seyogyanya akan menjadikan beliau sebagai teladannya. Apalagi beliau adalah penghulu wanita surga. Karena pada diri beliau terdapat sejumlah keagungan sebagaimana yang dimiliki oleh Muhammad SAW.

Salah satu sunnah Fatimah sehingga memiliki kedudukan yang sangat tinggi adalah ketatnya menjaga hijab dan mewasiatkannya. Salah satu ucapannya, “Yang terbaik bagi wanita adalah tidak melihat lelaki, dan lelaki tidak melihatnya.”

Pada kesempatan yang lain, beliau bersabda, “Kondisi yang paling mendekatkan wanita kepada Allah adalah berdiam diri di dalam rumah.” Rasulullah SAW ketika mendengar kalimat tersebut bersabda, ”Fatimah adalah bagian dari saya.”

Dalam bekerja, beliau juga sangat ketat menjaga hijab dan tidak pernah sekalipun bercampur dengan orang yang bukan muhrim.

Imam Ali berkata, “Suatu hari orang buta meminta izin menemui Fatimah, ia bersembunyi di belakang tirai, Rasulullah bersabda, “Mengapa kau bersembunyi, ia tidak melihatmu? Fatimah menjawab, “Akan tetapi saya melihat ia, dan ia juga mencium aroma badanku! Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, engkau adalah bagian dariku.”

Ketika Rasulullah  membagi pekerjaan suami isteri, pekerjaan di luar rumah Ali yang bertanggung jawab sementara pekerjaan dalam rumah Fatimah yang bertanggung jawab, Fatimah begitu senangnya berkata, “Selain Allah tidak ada orang yang tahu betapa aku sangat bergembira, ayahku menghilangkan dariku berhadap-hadapan dengan lelaki yang bukan muhrim.”

Begitu pentingnya hijab dan iffah di mata Fatimah, sehingga tidak rela sekalipun setelah ia meninggal, orang yang bukan muhrimnya melihat bentuk badannya dan berkata kepada Asma, “Saya kurang senang tata cara memandikan mayat, yang membentangkan kain yang memperlihatkan bentuk badan wanita.” 
Asma berkata, “Wahai putri Rasulullah, saya melihat di Habasyah (Ethiopia) mereka membuat tabut, kemudian kain diletakkan di atasnya, sehingga ketika wanita dimandikan bentuk badan wanita tidak terlihat.” Fatimah, yang menurut riwayat tak seorang pun yang pernah melihatnya tertawa sepeninggal ayahnya, ketika melihat tabut tersebut, tersenyum dan berkata, “Betapa indah dan bagusnya, karena dengan tabut ini orang-orang bahkan tidak bisa membedakan pria atau wanita.

Dalam catatan perjalanan sejarah Rasulullah dan keluarganya, tidak pernah tertulis bahwa Fatimah dan putri-putri, isteri-isteri, dan saudari dari  wali Allah, Ulama Rabbani dan para sholihin ikut serta dalam berbagai pesta dan perayaan yang di sana bercampur dengan bukan muhrim dan berbangga dengan hal tersebut. Menghadiri pesta dan perayaan dan bercampur antar pria dan wanita jika dianggap sebagai kebanggaan, maka Fatimah yang memiliki keutamaan dan keistimewaan, tentu akan merasa bangga dengan hal tersebut.

Begitulah keutamaan Fatimah dalam menjaga hijab dan iffahnya. Masih banyak keutamaan lainnya yang bisa kita contoh atau teladani. Kehidupan beliau adalah kehidupan yang diwarnai kesucian, kesederhanaan, pengabdian, perjuangan serta pengorbanan. Beliau adalah sebaik-baik contoh bagi kaum muslimah. Karena beliau adalah penghulu para wanita seluruh alam dan penghulu para wanita di surga.

Siapa sih yang tidak mau menjadikan teladan seorang wanita penghulu para wanita di surga? Tentunya kita semua menginginkannya.  Menjadi seorang wanita seperti beliau walaupun itu rasanya tidak mungkin. Karena begitu banyak kekurangan yang ada pada diri kita. Namun, menjadikannya teladan, setidaknya menjadikan kita punya rambu-rambu bagaimana kita menjalani kehidupan ini seperti yang telah dicontohkan oleh beliau. Semoga kita bisa dipertemukan dengan beliau, Bunda Fatimah di surga-Nya nanti.

Penutup dari uraian ini, bahwa keutamaan dan kebanggaan adalah ketika seorang muslimah bisa tetap menjaga hijab dan iffahnya, namun tetap berusaha mendapatkan pendidikan yang terbaik, kemajuan ilmu pengetahuan dan maknawi dalam berbagi aspek kehidupan duniawi, baik dalam bentuk personal maupun dalam masyarakat. Yang terpenting dan sangat berperan adalah mengabdikan diri dan menjaga aturan-aturan dalam rumah tangga serta mempersiapkan kondisi demi keberhasilan dirinya, suami dan anak-anaknya. Mampukanlah kami, ya Allah ya Rohman..

Allohumma sholli ala Muhammad wa ali Muhammad.

Sumber :
-Fatimah Az-Zahra, Buah Hati Rasulullah SAW

Sumber foto by Google



Jumat, 25 Oktober 2019

KONTROVERSI PAKAIAN NASIONAL




Dalam beberapa postingan di media social, banyak yang mengunggah tentang pakaian nasional. Bahwa pakaian nasional itu adalah kebaya.  Sebenarnya hal itu sah-sah saja. Akan tetapi, hal itu menjadi soalan ketika dibanding-bandingkan busana berjilbab ataupun cadar. Yang katanya merupakan budaya Arab. Ada juga yang mengatakan itu budaya Yahudi.

Budaya sebagai hasil cipta manusia mengalami benturan atau pergesekan yang saling memengaruhi satu sama lain. Jadi tidak ada yang betul-betul budaya asli dari suatu daerah. Karena sudah mendapat pengaruh dari berbagai macam budaya. Apalagi Negara kita Indonesia ini yang terdiri dari berbagai suku dan bangsa. Juga terdiri dari beribu pulau yang bertebaran di nusantara ini. Terutama dalam hal berbusana. Tentu saja ada banyak perbedaan, walaupun tidak menutup kemungkinan banyak juga persamaannya.

Dalam hal pakaian, pakaian perempuan suku Jawa dengan kebayanya berbeda dengan pakaian perempuan suku Asmat di Papua. Ketika kita mengakui bahwa kebaya adalah pakaian nasional, apakah kita berani mengakui bahwa busana suku Asmat, yang maaf, notabene nyaris telanjang, ada? Juga busana adat dari suatu suku dari daerah Bima yang bernama Rimpu. Itu menyerupai busana bercadar. Apakah kita juga bisa mengatakan bahwa busana nasional itu termasuk Rimpu? Lalu kenapa hanya kebaya yang selalu digaung-gaungkan sebagai pakaian nasional bukan yang lainnya. Bahkan kemudian kebaya dihadap-hadapkan dengan busana berhijab, di mana notabenenya di daerah Indonesia pun punya model pakaian berhijab. Mengatakan ini budaya asli lah..ini budaya import lah..Khan tidak lucu. Jadi, menurut saya, pakaian nasional itu tidak boleh ditetapkan karena hanya mewakili pakaian daerah tertentu saja.

Kalaupun pakaian nasional kita adalah kebaya. Tetap saja pakaian itu hanya dipakai dalam acara-acara khusus. Seperti pada acara tujuhbelasan, hari kartini. Selebihnya, perempuan Indonesia memakai kaos oblong, kemeja, daster, gamis dan yang lainnya. Bahkan hampir setiap hari mereka memakai pakaian yang semacam itu.
Satu lagi, menurut Airlangga Pribadi, kesalahpahaman menempatkan kebaya sebagai penanda antagonism antara politik nusantara vis a vis politik Islam –Arab. Politik budaya asli versus politik budaya import. Mengapa demikian, karena selain tidak berfaedah bagi pembentukan komunikasi terbuka dalam ruang public kita yang sudah terbelah, narasi berbasis oposisi biner ini juga menunjukkan bahwa kita rabun jauh akan khazanah sejarah dan anthropologi kebudayaan. Membenturkan budaya asli dan yang import itu absurd, itu sama dengan membenturkan pribumi vs pribumi. Bagaimana kita mengidentifikasi kemurnian dan keaslian diri kita, padahal nenek moyang kita sendiri berasal dari daerah rantau yang ribuan tahun lalu berimigrasi dari Afrika ke China lalu ke Nusantara.

Oh yah ada yang mengatakan bahwa  kebanyakan teroris itu bercadar sehingga perlu ada pelarangan di Negara kita. Ah…masa sih? Memangnya AM rozi, teroris bom bali dan teroris di new Zealand itu bercadar. Tidak kan? Pelarangan terhadap cadar malah melanggar Pancasila. Terutama sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha ESA. Di mana salah satu butirnya adalah setiap warga Negara berhak menjalankan agama dan keyakinannya masing-masing. Memakai cadar termasuk menjalankan keyakinan. Walaupun para ulama berbeda pendapat dalam hal memakai cadar bagai kaum muslimah. Ada yang mewajibkan, ada yang mengatakan sunnah tetapi tidak ada yang sampai melarang. Kecuali, larangan untuk kaum lelaki untuk memakai cadar. Jadi kalau ulama saja berbeda pendapat mengenai hal ini. Mengapa kita yang awam, mati-matian menentang penggunaan cadar?? Bahkan ada yang berani mengolok-ngoloknya.

Lantas ada yang bilang cadar itu budaya Yahudi. Yah no problem lah…soalnya Yahudi itu saudara tuanya agama Islam. Nabi-nabi yang dihormati umat Islam itu beragama Yahudi lho, seperti nabi Musa, Yakub, juga nabi Yusuf. Islam datang untuk menyempurnakan ajaran yang sebelumnya. Bukan untuk menghapus ajaran yang sudah ada. Terutama dalam hal berhijab.

Jadi berhenti maki untuk mengatakan  kita sudah dijajah oleh budaya Arab. Toh budaya barat juga sudah merajalela di nusantara ini. Pergaulan bebas, pakaian mini you can see dan banyak lagi lainnya. Apakah itu lebih layak kita hormati daripada yang sudah berhijab? Menurutk saya, yang terbaik adalah bagaimana kita saling menghormati satu sama lain. Apakah kamu berkebaya, bergamis dan bercadar atau beryoucansee sekalipun. Toh. Masing-masing kehidupan kita akan kita akan pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Oh yah sekadar catatan sejarah Indonesia yang saya kutip dari.....












Senin, 21 Oktober 2019

Rincik vs Sertifikat

Posisi Sertifikat  Hak Milik  (SHM) memang lebih kuat dari surat rincik. Asalkan sertifikat hak milik berlandaskan alas hak yang benar. Kalau tidak sertifikat itu palsu dan tidak bernilai.

Mengapa masih banyak masyarakat yang tanahnya masih berbentuk rincik? Karena biaya pembuatan SHM lumayan mahal harganya. Sedangkan pronas atau program nasional yang gratis itu tidak sampai pada masyarakat umum. Padahal mafia tanah berkeliaran mencari mangsa.



Tanah kosong menjadi target utamanya para mafia tanah. Tiba-tiba di atas tanah kita sudah terbangun pondasi dan sudah terbit sertifikat hak milik di atasnya.  Namun sertifikat itu bisa dibatalkan jika kita memang punya dasar yang kuat, alas hak yang kuat.

Rincik masih termasuk alas hak yang kuat, menurut, Ibu Tuti,  staf senior Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar. Rincik itu bisa berpindah hanya melalui jual beli dan hibah, serta waris. Kalau misalnya sang pemilik tidak pernah menjual atau tidak pernah menghibahkan. Bagaimana bisa kepemilikan bisa beralih dan terbit sertifikat tanah di atasnya? Padahal juga bukan ahli warisnya. Itulah kerjaan para mafia tanah.

Surat Rincik itu kutipan dari buku C. Di atas kertas tertulis judulnya Surat Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia. Untuk lebih jelasnya mengenai surat rincik  dan buku C bisa dicari lewat Mbah Google.

So, jika kita punya tanah kosong atau punya orangtua kita  dan suratnya masih surat rincik, waspadalah, jangan-jangan sang mafia tanah sudah mengincar-ngincarnya atau bahkan sudah menyerobotnya. Jangan biarkan tanah kosong dan tidak terurus.

Dan kalau punya rezeki, kita sebaiknya membuat SHM berdasarkan surat rincik yang kita miliki. Kalau SHM sudah ada maka surat rincik akan disimpan di BPN. Lebih cepat lebih baik. Daripada nanti harus berurusan dengan para mafia tanah. Capek sekali rasanya dan panjang urusannya.

Oh ya, gambar hanya pemanis, bukan tanah milik saya 😊😁

#CatatanPerjalanan
#IbukIbukBelajarHukum