Jumat, 01 Februari 2019

Banjir, Pampang dan Daerah Resapan Airnya


2019 diawali dengan nestapa. Bagaimana tidak, ada beberapa wilayah di Sulawesi Selatan dilanda banjir. Sebagian kota Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, Maros dan Pangkep mengalami bencana banjir yang cukup dahsyat. Bukan cuma banjir saja yang melanda Sulawesi Selatan, tapi juga longsor juga terjadi di daerah Malino dan di Desa Sapaya, Gowa.

Sangat menyedihkan memang. Pertama kalinya Sulawesi Selatan mengalami banjir dahsyat semacam ini dalam beberapa puluh tahun terakhir. Ada juga yang bilang ini siklus 30 tahunan. Berita-berita di medsos disertai gambar dan video pada saat kejadian membuat hati berduka sedalam-dalamnya. Ada rumah hanyut, ada yang tenggelam, ada nenek yang memeluk sebatang pohon bersama cucunya agar tidak terseret arus air, ada yang bertahan di atas atap rumah yang kedinginan sambil menunggu dievakuasi. Berita longsor pun tak kalah menyedihkan. Banyak yang tertimbun reruntuhan rumah. Rumah yang hancur akibat longsor. Dan sepasang suami isteri yang berpelukan tertimpa reruntuhan material rumahnya. Sungguh mengharukan.

Namun, ada juga berita yang berlebihan yaitu tentang Bendungan Bili-Bili yang jebol. Padahal hanya pintunya yang dibuka. Mengapa pintunya harus dibuka? Agar Bendungan Bili-Bili jebol tidak menjadi kenyataan. Karena kalau tidak dibuka akan membahayakan kondisi bendungan. Tekanan air yang berlebihan akan mengakibatkan bendungan akan mengalami kerusakan yang lebih parah.

Menurut Bupati Gowa, Adnan Purichta Yasin Limpo, "Karena hujan lebat, air di bendungan Bili-Bili sudah hampir mencapai ketinggian maksimal dari batas maksimal 103 meter. Sempat mencapai 102 meter ketinggiannya sehingga jalan terbaik adalah membuka pintu-pintu air. Jika tidak dibuka, akan semakin buruk dampaknya dengan tidak diminta-minta bisa terjadi jebolnya bendungan."

Akibat dibukanya pintu Bendungan Bili-Bili membuat sebagian wilayah Gowa mengalami banjir bandang begitupun juga sebagian kota Makassar. Banyak titik-titik banjir di kota  Makassar seperti di Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP), Antang, Jalan Bung, Sekitaran Tello, juga depan STIMIK Dipanegara, jalan AP. Pettarani juga tak luput dari serbuan air yang melimpah.

Di lokasi tempat tinggal saya sendiri, Pampang, tepatnya Pampang 2, Alhamdulillah, tidak terkena banjir. Dari tahun ke tahun memang tempat kami aman dari banjir. Pernah sih air masuk dalam rumah tapi cuma setengah betis. Hal itu disebabkan lantai rumah lebih rendah dari got. Setelah lantai ditimbuni dan kemudian diperbaiki, air sudah tidak pernah lagi masuk ke dalam rumah.

Walaupun sebagian daerah Pampang juga sering banjir. Namun itu hanya sebagian kecil saja. Karena wilayah Pampang itu luas. Ada Pampang Raya, Pampang 1, Pampang 2, Pampang 3 (dulu bernama kampung baru), Pampang 4 (Pa'batangan),  dan Pampang 5 (Limbangan).  Wilayah Pampang yang sering banjir itu di daerah yang dekat empang, atau dekat tanah nipah. Di daerah itu, setiap tahun air pasti naik bahkan bisa setinggi dada orang dewasa. Sehingga kebanyakan warga di sana jika membangun rumah akan berbentuk rumah panggung.  Dan biasanya, rumah bagian bawahnya ditembok permanen. Sehingga bisa digunakan jika air tidak naik (banjir).

Mengapa sebagian besar wilayah Pampang masih terhindar dari banjir? Karena daerah resapan airnya masih ada. Belum menjelma menjadi perumahan-perumahan baru. Walaupun sebagian sawah-sawah dan juga tanah nipah sudah jadi rumah. Namun daerah Lakkang Ca'di (Lakkang) sebagai daerah resapan, yang lokasinya dekat Pampang masih terjaga.


Lakkang Ca'di adalah suatu daerah yang termasuk dalam wilayah kecamatan Tallo. Letaknya yang diapit oleh tiga sungai, yaitu Sungai Tallo, Sungai Unhas dan Sungai Pampang sehingga Lakkang dijuluki sebagai sebuah pulau, Pulau Lakkang. Di sebelah Utara, ada Sungai Tallo, yang  memisahkannya dengan daerah Tallo. Di sebelah timur, ada Sungai Unhas yang memisahkan dengan wilayah Tamalanrea. Di sebelah selatan, ada juga Sungai Pampang yang memisahkannya dengan daerah Pampang. Dan  sebenarnya ada beberapa sungai lagi yang memisahkannya dengan daerah lain di wilayah Kecamatan Panakkukang, seperti sungai yang ada di Panaikang (Salappokang).

Letaknya yang dikelilingi oleh sungai membuat warga yang hendak ke Lakkang mesti naik sampan atau motor boat terlebih dahulu. Setelah sampai ke seberang, kita akan berjalan kaki menyusuri hutan kecil, sawah, dan empang hingga sampailah kita ke perkampungan yang dinamakan Lakkang Lompo. Untuk sampai ke pemukiman itu, cukup lumayan jauh jarak yang  mesti ditempuh.

Daerah yang dilewati sebelum sampai ke Lakkang Lompo, itulah yang namanya Lakkang Ca'di.  Konon katanya, dulu Lakkang Ca'di ingin dijadikan daerah pariwisata. Tersiar kabar bahwa sawah-sawah dan tanah yang berada di sekitar Lakkang Caddi, harganya akan melambung. Saat itu sekitar 2004, sebelum masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yoedoyono. dan Wakil Presidennya Jusuf Kalla. Rencananya akan dibangun juga jembatan yang akan menghubungkan Pampang dengan Lakkang. Namun, setelah dikaji rencana itu akhirnya tidak jadi. Karena katanya, daerah itu perlu dijaga keasliannya. Sebab merupakan daerah resapan air.

Menurut sebuah sumber, daerah resapan air merupakan sebuah daerah yang disediakan  untuk masuknya air dari permukaan tanah ke dalam zona jenuh air sehingga membentuk suatu aliran di dalam tanah. Fungsi dari daerah resapan air sendiri  adalah untuk menampung debit air hujan yang turun di daerah tersebut. Secara tidak langsung daerah resapan air memegang peranan penting sebagai pengendali banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Dampak yang terjadi bila alih fungsi lahan yang terjadi tak terkendali diantaranya adalah banjir. Banjir terjadi karena tidak adanya tanah yang menampung ai hujan. Dampak yang lain yakni kekeringan di waktu musim kemarau. ini terjadi karena air hujan yang turun di musim hujan tidak tertampung di dalam tanah akibatnya air tanah sedikit bahkan tak ada lagi.

Saya tidak dapat membayangkan jika saja saat itu Lakkang Ca'di sebagai daerah resapan air dialihfungsikan menjadi daerah pariwisata. Gedung dibangun dengan segala macam fasilitas sarana prasarana yang mendukung pariwisata tanpa memedulikan keseimbangan ekosistem. Akankah Pampang akan mengalami banjir seperti daerah-daerah lain yang terkena banjir? Entahlah. Yang jelas, ketika daerah resapan air dialihfungsikan secara tidak terkendali maka akan berdampak buruk pada lingkungan sekitarnya.

Sumber gambar : https://www.google.com//