Selasa, 11 September 2018

Sabrina "Bad Mood" Sekolah

Setelah satu minggu tidak pergi sekolah. Sabrina mau lagi menginjakkan kakinya di tempatnya bersekolah. Sebelumnya, selama seminggu kalau ditanya kapan ke sekolah lagi. Dia bilang hari senin pi.

Hari ini, si bungsu ke sekolah bersamaku. Ia tidak mau ditinggalkan. Selama beberapa menit kami di pintu saja. Ia pegang tanganku, seperti tak mau ditinggalkan. Kubujuk ia dan kusemangati. Mana semangatmu..ini semangatku. Aku tersenyum dan mengajaknya tersenyum. Ia pun tersenyum. Dan memelukku.

Aku masuk ke kelas. Agar ia juga ikut masuk. Aku duduk di bangku kecil. Sabrina dipanggil temannya untuk duduk di dekatnya. Tapi Sabrina enggan meninggalkanku. Aku membiarkannya di dekatku. Gurunya memanggil dengan lembut, di sini duduk Sabrina. Sabrina hanya tersenyum.



Selang beberapa menit kemudian, pelajaran telah berlangsung. Menyanyi dan membaca do'a dan permainan yel-yel anak. Anak-anak belajar dan bermain dengan riangnya. Aku berusaha membangkitkan semangatnya untuk bergabung dengan temannya yang lain.

Aku mengatakan padanya. Saya tidak pergi ji nak kutemani jaki nak. Aku angkat kedua tangan. Sabrina pun mengangkat tangannya. Kami toss. Sabrina ketawa. Aku ketawa. Kami ketawa bersama. Tapi ketawa kami perlahan, takut mengganggu teman-teman yang lagi belajar.

Ketika teman-teman berdo'a dipimpin sama gurunya. Teman-temannya mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. Aku mengajak Sabrina mengangkat kedua tangannya juga untuk berdoa. Sabrina kuajak mengikuti arahan gurunya tanpa bergabung dengan teman-temannya yang lain.

Dan, ketika Sabrina mau ikut gabung sama temannya. Saya lega. Walaupun sesekali Sabrina melirik kepadaku yang duduk di bangku kecil di belakangnya. Mungkin untuk sementara Sabrina harus kutemani dulu.

Sabrina..anakku yang terkecil, umur genap 5 tahun bulan ini. Entah mengapa mengalami perubahan. Dia menjadi takut ditinggalkan. Padahal selama dua bulan, ia cuma diantar dan dijemput, tak ada masalah.

Oh iya, ada peristiwa sebelum terjadi perubahan pada sikap Sabrina. Hari itu kami melayat. Melayat sepupunya yang meninggal. Dia ikut duduk di samping jenazah. Banyak yang menangis. Bagaimana tidak bersedih jika yang meninggal ini seorang pemuda yang baik, masih muda, baru tamat SMA. Kami pun turut larut dalam kesedihan.

Besoknya, Sabrina diantar ke sekolah sama ayahnya. Sabrina sendiri yang memanggil ayah. Padahal anakku yang lain memanggil aba. Tiba-tiba ada telpon dari gurunya, katanya Sabrina nangis. Gurunya heran karena selama ini Sabrina tidak begitu. Ayahnya pergi menjemputnya ke sekolah. Anakku pun pulang. Saya tanya dia, kenapa pulang. Katanya, cari mama.

Jadi untuk sementara ini, saya minta izin ibu guru untuk menemani anakku. Sampai ia betul-betul siap untuk ditinggalkan. Bersama dengan teman-temannya yang lain. Bermain, belajar dan bersosialisasi.

@Tulisan sambil menunggu anak.

#KisahSabrina