Pertemuan yang dijadwalkan ba'da Ashar itu dimulai pukul 16.45 Wita. Kak Sulhan mulai
menjelaskan tentang mengapa diadakan Grup Ibuk-Ibuk Menulis. Katanya, beliau
terinspirasi status dari seorang anggota Ibuk-Ibuk Menulis. Mengapa dinamakan
Ibuk-Ibuk Menulis. Karena adanya istilah bapak-bapak. Unik lah kalau ada huruf k dibelakang kata ibu-ibu. Hehehe. Mungkin ada pertanyaan, adanya grup ini
arahnya kemana? Apakah untuk jadi seorang penulis? Jawabnya tidak. Yang penting
di sini adalah bagaimana menulis bisa membahagiakan.
Semua orang di dunia ini pasti ingin bahagia. Ada cara yang
mudah dan murah agar kita bahagia yaitu dengan menulis. Dengan menulis hati
kita menjadi plong atau lega.
Kak Sulhan kemudian menguraikan tentang manusia yang terdiri
dari jiwa dan raga. Mengapa dalam lagu Indonesia Raya, jiwa yang terlebih
dahulu disebut. Bangunlah jiwanya bangunlah badannya. Karena sebenarnya kita
mesti lebih perhatian terhadap kebutuhan
jiwa ini. Tetapi kita malah lebih memperhatikan kebutuhan ragawi kita.
Jiwa berkaitan dengan
literasi dan raga berkaitan dengan
lemoterasi.
Raga atau jasmani untuk bisa hidup diperlukan makanan. Makanan
ini diproses oleh perangkat pencernaan menghasilkan energi atau ampas. Makanan
yang bergizi akan menghasilkan raga yang sehat sedangkan makanan beracun
menyebabkan raga sakit.
Demikian pula halnya dengan jiwa, jiwa atau ruhani juga membutuhkan
makanan untuk intelektualnya. Makanannya berupa buku bacaan. Bacaan ini
diproses oleh perangkat intelektual menghasilkan energi jiwa berupa omongan dan
tulisan. Bacaan yang beracun dapat merasuki diri menghasilkan omongan dan tulisan yang menghasut atau dikenal dengan
nama hoax. Bahayanya adalah menyebarkan racun dengan membagikan berita-berita
hoax.
Penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Makan
banyak-banyak akan membuat kita
memperoleh energi yang banyak. Dan membaca banyak-banyak akan membuat kita bisa
menulis banyak. Ketika kita membaca secara “rakus” akan banyak yang bisa kita
tulis. Setelah membaca buku kita dapat menuangkan dalam bentuk tulisan dengan
bahasa sendiri dan pemahaman kita tentang buku yang sudah kita baca. Ini yang
dinamakan mengikat makna menurut Bapak Hernowo Hasim.
Setelah itu, Kak Sulhan menjelaskan tentang makam-makam literasi.
Perlu kita perhatikan, kata makam di sini. Bukan makan yah, tapi makam. Tempat
atau di mana posisi kita dalam berliterasi. Makam-makam literasi yaitu yang
pertama, makam dimana seseorang sekedar bebas buta huruf dan tuna tulis. Yang kedua,
berkaitan dengan profesi. Seperti seorang mahasiswa yang membaca dan menulis
sesuai dengan jurusan yang diambilnya. Misalnya mahasiswa hukum, ia hanya
membaca buku-buku hukum dan menulis yang berkaitan dengan hukum pula. Yang
ketiga, makam di mana seseorang membaca dan menulis merupakan kebutuhan jiwa.
Dia merasa bahagia ketika dia membaca dan menulis. tApapun profesi kita, kita
harus menulis untuk kebahagiaan jiwa.
Jenis tulisan terbagi
menjadi dua, yaitu tulisan fiksi dan non fiksi. Fiksi berupa karya
sastra yaitu novel, cerita antara lain cerpen, cerbung, cergam dan lain-lain,
dan puisi. Non Fiksi berupa karya
ilmiah, yaitu paper, skripsi, dan berita. Berita, opini, kritik, dan opini juga
termasuk tulisan non fiksi.
Dalam grup Ibuk-Ibuk Menulis ini, jenis tulisan yang akan
dibuat bukanlah termasuk jenis dua tulisan di atas. Dua jenis tulisan di atas
banyak syarat yang perlu dipenuhi. Sedangkan tulisan anggota Ibuk-Ibuk menulis
ini tak perlu syarat. Seperti ibu-ibu yang bawa motor dalam lorong, hanya memakai daster dan tidak
pakai helm juga tak perlu SIM. Berbeda dengan ketika mengendarai di jalan umum
perlu memenuhi syarat dan aturan yang berlaku.
Jenis tulisan ini yang dinamai tulisan pra atau pemula. Yang
ingin dimulai adalah kegiatan menulis supaya para ibu berbahagia. Kiat-kiat
menulisnya yaitu yang pertama, menulis diary. Setiap ibu dijamin kemerdekaannya
untuk menulis di diary masing-masing. Dalam diary ada privacy. Menulis di diary
merupakan terapi karena merupakan curhat. Setelah curhat tertuangkan dalam
diary maka akan timbul rasa plong atau lega dalam hati. Ketika menulis di buku diary,
seseorang berkuasa penuh dan tidak memerlukan berbagai aturan. Langkah
berikutnya, yaitu menulis bebas atau free writing. Menulis saja secara bebas
selama 10 menit. Tanpa mengeditnya selama proses penulisan berlangsung. Dalam hal ini, temanya umum sehingga kita pun bisa memosting di tempat umum.
Tujuan free writing adalah untuk meruntuhkan mitos-mitos
kepenulisan dan melatih otot-otot kepenulisan kita. Agar kita berhasil dalam
free writing dibutuhkan konsistensi dalam melaksanakannya. Namun yang
terpenting dari itu adalah dengan menulis bebas, ada perasaan bahagia yang
muncul setelah mempraktikkannya.
Demikian yang saya bisa tangkap dari penjelasan Kak Sulhan
pada pertemuan perdana Ibuk-Ibuk Menulis di areal Papirus. Di antara banyaknya
buku yang menarik perhatianku selama pertemuan itu. Sayangnya keuangan tidak
memungkinkan untuk membeli banyak buku. Cukuplah satu buku novel klasik beralih
ke dalam tasku, penanda kehadiranku di tempat itu. Saya yakin banyak kekurangan
dari hasil penangkapan inderawi saya terhadap materi yang disampaikan oleh Kak
Sulhan. Saya berterima kasih kepada beliau karena sudah bersedia membagi ilmu
kepada kami, para ibu yang insya Allah masih bersemangat untuk belajar.
@ Foto-foto dalam tulisan ini adalah koleksi Kak Mauliah Mulkin
@ Foto-foto dalam tulisan ini adalah koleksi Kak Mauliah Mulkin