Minggu, 04 Februari 2018

PERTEMUAN PERDANA IBUK-IBUK MENULIS

Pada Sabtu sore yang basah di areal Papirus, di kawasan Pusat Dakwah Muhammadiyah berlangsung pertemuan perdana Ibuk-Ibuk Menulis asuhan Kak Sulhan. Pertemuan ini untuk pertama kalinya diadakan di darat dan selanjutnya akan dilakukan secara online. Beberapa anggota Ibuk-Ibuk Menulis berkesempatan untuk hadir dan sebagian yang lain berhalangan hadir karena berbagai alasan. Ada yang karena tempat mukimnya di luar kota Makassar, ada karena kegiatan yang bersamaan yang tak dapat ditinggalkan, ada juga yang menunggu di sekitar danau Unhas tidak tahu bahwa lokasi pertemuan dipindahkan, ada yang kecapean karena ada beberapa kegiatan yang diikutinya sejak pagi dan alasan lainnya.


Pertemuan yang dijadwalkan ba'da Ashar itu dimulai pukul 16.45 Wita. Kak Sulhan mulai menjelaskan tentang mengapa diadakan Grup Ibuk-Ibuk Menulis. Katanya, beliau terinspirasi status dari seorang anggota Ibuk-Ibuk Menulis. Mengapa dinamakan Ibuk-Ibuk Menulis. Karena adanya istilah bapak-bapak. Unik lah kalau ada huruf  k dibelakang kata ibu-ibu. Hehehe. Mungkin ada pertanyaan, adanya grup ini arahnya kemana? Apakah untuk jadi seorang penulis? Jawabnya tidak. Yang penting di sini adalah bagaimana menulis bisa membahagiakan.

Semua orang di dunia ini pasti ingin bahagia. Ada cara yang mudah dan murah agar kita bahagia yaitu dengan menulis. Dengan menulis hati kita menjadi plong atau lega.

Kak Sulhan kemudian menguraikan tentang manusia yang terdiri dari jiwa dan raga. Mengapa dalam lagu Indonesia Raya, jiwa yang terlebih dahulu disebut. Bangunlah jiwanya bangunlah badannya. Karena sebenarnya kita mesti lebih perhatian terhadap kebutuhan  jiwa ini. Tetapi kita malah lebih memperhatikan kebutuhan ragawi kita.



Jiwa berkaitan dengan literasi dan raga  berkaitan dengan lemoterasi.
Raga atau jasmani untuk bisa hidup diperlukan makanan. Makanan ini diproses oleh perangkat pencernaan menghasilkan energi atau ampas. Makanan yang bergizi akan menghasilkan raga yang sehat sedangkan makanan beracun menyebabkan raga sakit.

Demikian pula halnya dengan jiwa, jiwa atau ruhani juga membutuhkan makanan untuk intelektualnya. Makanannya berupa buku bacaan. Bacaan ini diproses oleh perangkat intelektual menghasilkan energi jiwa berupa omongan dan tulisan. Bacaan yang beracun dapat merasuki diri menghasilkan omongan  dan tulisan yang menghasut atau dikenal dengan nama hoax. Bahayanya adalah menyebarkan racun dengan membagikan berita-berita hoax.

Penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Makan banyak-banyak  akan membuat kita memperoleh energi yang banyak. Dan membaca banyak-banyak akan membuat kita bisa menulis banyak. Ketika kita membaca secara “rakus” akan banyak yang bisa kita tulis. Setelah membaca buku kita dapat menuangkan dalam bentuk tulisan dengan bahasa sendiri dan pemahaman kita tentang buku yang sudah kita baca. Ini yang dinamakan mengikat makna menurut Bapak Hernowo Hasim.



Setelah itu, Kak Sulhan menjelaskan tentang makam-makam literasi. Perlu kita perhatikan, kata makam di sini. Bukan makan yah, tapi makam. Tempat atau di mana posisi kita dalam berliterasi. Makam-makam literasi yaitu yang pertama, makam dimana seseorang sekedar bebas buta huruf dan tuna tulis. Yang kedua, berkaitan dengan profesi. Seperti seorang mahasiswa yang membaca dan menulis sesuai dengan jurusan yang diambilnya. Misalnya mahasiswa hukum, ia hanya membaca buku-buku hukum dan menulis yang berkaitan dengan hukum pula. Yang ketiga, makam di mana seseorang membaca dan menulis merupakan kebutuhan jiwa. Dia merasa bahagia ketika dia membaca dan menulis. tApapun profesi kita, kita harus menulis untuk kebahagiaan jiwa.

Jenis tulisan terbagi  menjadi dua, yaitu tulisan fiksi dan non fiksi. Fiksi berupa karya sastra yaitu novel, cerita antara lain cerpen, cerbung, cergam dan lain-lain, dan  puisi. Non Fiksi berupa karya ilmiah, yaitu paper, skripsi, dan berita. Berita, opini, kritik, dan opini juga termasuk tulisan non fiksi.

Dalam grup Ibuk-Ibuk Menulis ini, jenis tulisan yang akan dibuat bukanlah termasuk jenis dua tulisan di atas. Dua jenis tulisan di atas banyak syarat yang perlu dipenuhi. Sedangkan tulisan anggota Ibuk-Ibuk menulis ini tak perlu syarat. Seperti ibu-ibu yang bawa motor  dalam lorong, hanya memakai daster dan tidak pakai helm juga tak perlu SIM. Berbeda dengan ketika mengendarai di jalan umum perlu memenuhi syarat dan aturan yang berlaku.


Jenis tulisan ini yang dinamai tulisan pra atau pemula. Yang ingin dimulai adalah kegiatan menulis supaya para ibu berbahagia. Kiat-kiat menulisnya yaitu yang pertama, menulis diary. Setiap ibu dijamin kemerdekaannya untuk menulis di diary masing-masing. Dalam diary ada privacy. Menulis di diary merupakan terapi karena merupakan curhat. Setelah curhat tertuangkan dalam diary maka akan timbul rasa plong atau lega dalam hati. Ketika menulis di buku  diary, seseorang berkuasa penuh dan tidak memerlukan berbagai aturan. Langkah berikutnya, yaitu menulis bebas atau free writing. Menulis saja secara bebas selama 10 menit. Tanpa mengeditnya selama proses penulisan berlangsung. Dalam hal ini, temanya umum sehingga kita pun bisa memosting di tempat umum.

Tujuan free writing adalah untuk meruntuhkan mitos-mitos kepenulisan dan melatih otot-otot kepenulisan kita. Agar kita berhasil dalam free writing dibutuhkan konsistensi dalam melaksanakannya. Namun yang terpenting dari itu adalah dengan menulis bebas, ada perasaan bahagia yang muncul setelah mempraktikkannya.

Demikian yang saya bisa tangkap dari penjelasan Kak Sulhan pada pertemuan perdana Ibuk-Ibuk Menulis di areal Papirus. Di antara banyaknya buku yang menarik perhatianku selama pertemuan itu. Sayangnya keuangan tidak memungkinkan untuk membeli banyak buku. Cukuplah satu buku novel klasik beralih ke dalam tasku, penanda kehadiranku di tempat itu. Saya yakin banyak kekurangan dari hasil penangkapan inderawi saya terhadap materi yang disampaikan oleh Kak Sulhan. Saya berterima kasih kepada beliau karena sudah bersedia membagi ilmu kepada kami, para ibu yang insya Allah masih bersemangat untuk belajar.

@ Foto-foto dalam tulisan ini adalah koleksi Kak Mauliah Mulkin