Sejatinya, pernikahan itu mestinya dipermudah bukannya dipersulit.
Setiap anak manusia memiliki kecenderungan menyukai lawan jenisnya. Rasa suka ini wajar-wajar saja, dan bahkan tidak wajar jika tak anda rasa suka. Karena rasa suka ini, maka kehidupan manusia masih terus berlanjut sampai saat ini. Untuk menyatukan dua anak manusia itu perlu adanya suatu peresmian. Peresmian itu bernama pernikahan.
Melalui pernikahan yang sakral, diharapkan sepasang anak manusia dapat berbahagia. Membangun keluarga sakinah mawaddah warahmah. Juga melahirkan keturunan yang sholeh sholehah.
Tetapi terkadang pernikahan itu terhambat. Bukan karena syarat wajibnya untuk terjadinya sebuah pernikahan tidak terpenuhi. Ada hal yang lain yang tidak disanggupi pemenuhannya. Apakah itu? Dalam budaya Bugis Makassar, itulah yang dinamakan uang panai. Uang panai itu bukan mahar, tetapi lebih mendekat pada uang belanja. Biasanya semakin tinggi status sosial seorang perempuan, semakin tinggi uang panainya. Demikian pula, dengan status pendidikan.
Dengan tingginya uang panai ini, terkadang sepasang anak manusia tidak jadi menikah karena ketidakmampuan pihak laki-laki untuk memenuhi permintaan uang panai dari keluarga perempuan. Dan ada juga yang harus kawin lari. Bahkan, ada juga yang hamil di luar nikah. Karena kalau pihak perempuan sudah hamil. Mau tidak mau mereka akan dinikahkan untuk menghindari rasa malu keluarga, karena anak perempuan mereka hamil di luar nikah. Dan banyak juga, perempuan yang harus menjadi perawan tua, karena terhambat uang panai yang tinggi. Tentu saja, hal-hal tersebut tidak diinginkan.
Kira-kira apa yang dilakukan untuk menghadapi masalah seperti ini. Pertama-tama harus diketahui dulu apa sebenarnya yang menjadi rukun pernikahan, yaitu :
1. Pengantin laki-laki
2. Pengantin perempuan
3. Wali
4. Saksi
5. Ijab kabul
Jadi dari kelima rukun pernikahan itu, tidak ada uang belanja (uang panai) disebutkan. Memang ada yang namanya mahar. Tetapi mahar ini merupakan pemberian pengantin laki-laki untuk memuliakan wanita. Pemberian mahar ini mesti atas kerelaan dan keikhlasan pengantin laki-laki. Pengantin wanitapun berhak menolak atau menerimanya. Tetapi kalau uang panai' yang menentukan adalah pihak keluarga perempuan. Gunanya untuk membiayai pesta pernikahan yang akan dilangsungkan.
Mengenai mahar sendiri, dalil wajibnya dalam suatu pernikahan itu ditunjukkan antara lain dalam firman Allah SWT surah An-Nisa ayat 4 yang berbunyi "Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi, sebagai pemberian dengan penuh kerelaan". Bentuk Mahar tersebut bisa berupa apapun, baik harta benda (emas, rumah, perhiasan dll), Al Qur'an, alat sholat, bahkan keislaman seseorang lelaki yang sebelumnya kafir.
Tentang mahar pula, Rasulullah bersabda bahwa sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan. Dan di hadis yang lain, Rasul bersabda : Pernikahan yang paling besar barokahnya adalah yang paling murah maharnya (HR. Ahmad). Rasulullah juga mengatakan bahwa wanita yang paling mulia adalah wanita yang maharnya paling sedikit dan lelaki yang paling mulia adalah yang memberikan mahar banyak meskipun yang diminta sedikit. Namun yang terjadi di masyarakat sekarang, justru bukan mahar yang menjadi masalah tetapi uang panai atau uang belanja. Sepertinya semakin tinggi uang panai, semakin menjadi prestasi tersendiri.
Ketika kita sudah memahami bahwa uang panai bukan salah satu rukun pernikahan dan bukan pula syarat sahnya sebuah pernikahan. Maka kita mesti mensosialisasikan hal ini pada masyarakat kita. Khususnya pula buat calon pengantin perempuan, sejak jauh-jauh hari mesti mensosialisasikan kepada orang tuanya bahkan kerabatnya yang lain.
Perempuan sebagai pihak yang akan dilamar perlu berjuang di keluarganya. Agar ketika si perempuan dilamar nanti pihak keluarga tidak meminta uang panai yang berlebihan. Alangkah baiknya kalau sesuai dengan kemampuan pihak laki-laki. Kenapa perempuan mesti memperjuangkannya. Karena apabila uang panai yang diminta tidak sanggup dipenuhi oleh calon mempelai laki-laki, maka pernikahan bisa gagal. Dan tentu saja akan mengecewakan kedua belah pihak. Mengecewakan buat sang perempuan, bukan cuma pihak laki-lakinya saja. Perempuan jangan menyerahkan persoalan ini sepenuhnya kepada pihak laki-laki. Karna toh, pernikahan yang akan terjadi bukan untuk kebahagiaan sang laki-laki tapi juga untuk kebahagiaan sang perempuan, yah untuk kebahagiaan bersama.
Sebelum pihak laki-laki melamar sang perempuan secara resmi sebaiknya dikompromikan dulu berapa kemampuan sang laki-laki ke perempuannya. Karena kalau langsung melamar, dikhawatirkan adanya permintaan uang panai yang tidak sesuai kemampuan pihak laki-laki. Setelah dikonfirmasikan, sang perempuan bisa menyampaikan berapa kemampuan sang laki-laki pada orang tuanya. Sebagai orang tua yang sayang kepada anaknya, tentu saja akan mempertimbangkannya demi kebahagiaan anak gadisnya. Tetapi ini bukan perkara yang mudah. Untuk memutuskan suatu pernikahan, diperlukan juga pendapat para kerabat. Orang tua yang baik akan menyampaikan kepada kaum kerabat bahwa demi kebahagiaan anaknya, mereka tidak akan meminta uang panai lebih dari kemampuan pihak laki-laki. Barangkali ada pertentangan atau ketidaksetujuan dari kaum kerabat. Tapi pada akhirnya mereka akan menyetujui, karena biar bagaimanapun yang berhak mengambil keputusan adalah orang tua si perempuan.
Pihak laki-laki sebaiknya juga giat mencari bekal untuk melamar sang perempuan. Walaupun, uang panai yang akan diminta sesuai kemampuannya, tetap saja ia harus bersungguh-sungguh mencari uang. Untuk memenuhi uang panai yang akan diminta pada saat melamar sang perempuan. Tetapi, biasanya yang menyediakan uang panai itu pihak orang tua sang laki-laki. Kebanyakan seperti itu. Tetapi tak jarang juga, sang laki-laki sendiri yang mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Dan menyimpannya untuk melamar sang calon istri dan untuk masa depan mereka. Kalau misalnya uang panai yang diminta pihak sang perempuan tidak terlalu banyak. Cukup untuk menyelenggarakan sebuah pesta pernikahan yang sederhana. Maka sisa uang sang laki-laki bisa digunakan sebagai modal usaha atau juga bisa dipakai sebagai panjar untuk mencicil rumah.
Sebesar atau setinggi apapun uang panai, tidak bisa menjamin kebahagiaan sepasang insan dalam sebuah pernikahan. Lagi pula sebanyak apapun uang panai, akan habis juga. Untung, kalau uang panai itu bukan uang pinjaman. Kalau uang pinjaman, setelah menikah pinjaman itu harus dibayar. Tentu saja akan jadi menjadi beban bagi kehidupan pengantin baru. Memang pernikahan itu membutuhkan pengorbanan. Tetapi, kalau bisa pernikahan terjadi tanpa embel-embel uang panai yang tinggi, khan lebih baik. Sekiranya, ada seorang pemuda yang mampu memberi uang panai yang tinggi, tetapi dia menolak hal seperti itu. Itu adalah untuk memberi contoh kepada yang lain. Agar pemuda-pemuda yang kurang mampu bisa juga menikah tanpa uang panai yang tinggi.
Biaya pesta pernikahan pihak mempelai perempuan semestinya jangan dilimpahkan sepenuhnya kepada pihak mempelai lelaki. Sebagai orang tua perempuan, hendaknya ikut membiayai pesta pernikahan itu. Karena pernikahan itu untuk kebahagiaan anak perempuan mereka juga, bukan untuk kebahagiaan suami anak mereka saja. Kalau tidak mampu menyelenggarakan pesta yang mewah, pesta sederhanapun jadilah. Walaupun pesta pernikahan sederhana, yang penting berkah. Insya Allah..