Kamis, 26 Desember 2019

ASMARA MEMBAWA PETAKA


Sejatinya Jumat adalah hari penuh berkah sekaligus sebagai penghulu hari-hari. Namun, Jumat itu sangat kelam, tepatnya 13 Desember 2019. Sore itu seorang mahasiswi ditemukan dalam keadaan bergelimang darah di rumah kerabatnya. Lehernya teriris pisau berkarat. Ya, peristiwa itu masih hangat dalam ingatan. Peristiwa tragis yang membuat semua orang terperangah. Ada yang kaget, sedih bahkan marah. Betapa tidak, mahasiswi tersebut dibunuh secara sadis, sementara pelakunya adalah orang dekatnya sendiri. Alias pacarnya. Seseorang yang semestinya menjaganya, ternyata tega mencabut nyawanya. Perempuan itu ditemukan oleh sepupunya sudah tak bernyawa lagi. Dan yang membuat hati miris adalah bahwa kedua muda-mudi itu tercatat sebagai mahasiswa perguruan tinggi agama di salah satu universitas ternama di Makassar.

Di media sosial, dalam hal ini facebook, sangat ramai nitizen menshare berita ini. Ketika nitizen membagikan berita pembunuhan ini, banyak yang menyumpah-nyumpahi sang lelaki. Ada yang bilang, si lelaki mau enaknya tapi tidak mau anaknya. Yang lain, berkomentar, biadab ini si lelaki, hukum seberat-beratnya. Dan untuk si perempuan, banyak yang mendoakan almarhumah semoga husnul khotimah, ada yang bilang masuk surgaKi Nak. Tapi ada juga yang berkomentar bahwa si perempuan tidak bisa menjaga kehormatannya. Lalu ada yang memberi emoticon menangis buat si perempuan, dan marah buat si lelaki. Berbagai macam tanggapan nitizen dalam merespon berita pembunuhan ini.

Pembunuhan itu terjadi karena si lelaki merasa panik, sang perempuan meminta tanggung jawab darinya karena perempuan itu sudah berbadan dua. Kehamilannya yang sudah empat bulan membuat si perempuan kalut. Perutnya akan semakin membesar. Rasa malu menyelimuti dirinya jika orang lain tahu akan kehamilannya. Bagaimana menghadapi pandangan mata orang lain yang tertuju kepada perut buncitnya. Bukankah ia belum menikah?

Perasaan bersalah pun menghinggapi dirinya. Mengapa ia bisa melakukan hubungan yang hanya pantas dilakukan oleh sepasang suami isteri? Mengapa ia bisa membiarkan dirinya hamil? Bagaimana menghadapi dan memberitahu kedua orang tuanya tentang kehamilannya itu? Rasa bersalah, malu dan takut menghinggapi dirinya. Itu tercermin dari puisi yang dipostingnya lewat instagram.

Beberapa hari setelah memposting puisi sedih itu. Ia ditemukan tak bernyawa di Perumahan Tamangapa. Ia mati di tangan pacarnya ketika ia berusaha meminta tanggung jawab dari sang pacar. Orang yang sudah menanamkan benih di rahimnya. Tapi, sayang si lelaki rupanya belum sanggup menghadapi keluarga sang perempuan. Ia takut menghadapi keluarga besar si perempuan. Dan menolak untuk bertanggung jawab pada saat itu.

Si perempuan makin kalut melihat respon penolakan dari sang pacar.  Ia mengambil telepon genggamnya. Ia bermaksud menghubungi orang tuanya di kampung. Untuk memberitahu mereka tentang kehamilannya. Sang laki-laki merebut handphone si perempuan. Ia mengancam, kalau si perempuan menelpon orangtuanya, ia yang mati atau sang perempuan yang mati. Si perempuan menantang dengan berkata, “Kalau begitu bunuhma pale, daripada menanggung malu, bunuhma!!” Mendengar pacarnya berkata begitu, ia kemudian mengambil bantal dan menyumpal mulut si pacar yang lagi terbaring di atas tempat tidur. Ketika si perempuan tengah sekarat, si lelaki ke dapur mengambil pisau berkarat untuk menggorok leher si perempuan. Lepaslah nyawa dari raga si perempuan.

Beberapa jam kemudian, sepupunya menemukan si perempuan dalam keadaan tak bernyawa lagi. Lehernya sampai ke punggung bersimbah darah. Seketika gegerlah warga saat itu. Pacarnya, ikut di kerumunan ingin turut berbela sungkawa. Namun, ia kemudian ditangkap melihat gelagatnya yang mencurigakan. Setelah dinterogasi di kantor polisi, ia mengaku bahwa dialah pembunuhnya.

Peristiwa yang tragis dan menyedihkan. Di mana nyawa harus melayang sia-sia. Masa depan yang hancur seketika.   Bagaimana besarnya harapan orang tua yang menyekolahkan mereka. Bekerja keras untuk membiayai pendidikan dan kehidupan mereka di kota. Mungkin juga mereka sudah menjual asset mereka di kampung, seperti sawah atau kebun demi menyekolahkan mereka. Dengan harapan, nanti seusai kuliah anak mereka bisa bekerja dan sukses.  

Pastilah, harapan orang tua mereka kini hancur berkeping-keping. Bagi orang tua si perempuan yang terbunuh, mereka menderita kehilangan sekaligus harus menanggung rasa malu. Anak gadisnya hamil tanpa nikah. Bagi orang tua si lelaki, mereka harus menderita malu akibat perbuatan anaknya yang telah menghamili dan membunuh anak gadis orang. Sekarang anak mereka pun harus berhadapan dengan hukum. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Entah, berapa tahun penjara kini menanti anak mereka.

Pelajaran yang sangat mahal. Terutama untuk orang tua yang menyekolahkan anaknya jauh dari pantauannya. Juga bagi anak mereka yang masih menempuh pendidikan di bangku sekolah atau kuliah. Di mana sebagian besar belum mau menikah atau belum diijinkan menikah. Sebelum selesai menempuh studinya.

Padahal di usia seperti mereka, sudah pantas untuk menikah. Di mana dorongan untuk menyalurkan kebutuhan biologis sudah cukup besar. Sedikit sentuhan saja bisa menyebabkan timbulnya rangsangan pada makhluk berlainan jenis itu ketika sementara berduaan. Membiarkan diri larut dalam berpacaran, membuat segala yang tidak pantas dilakukan menjadi tampak wajar-wajar saja. Apalagi jika setan pun sudah turut terlibat.

Bahwa berteman dengan siapa saja itu wajar. Namun, kalau lebih dari itu. Katakanlah, pacaran. Hal itu bisa mendatangkan malapetaka. Apalagi kalau gaya berpacarannya gaya bebas, bebas pegangan, memeluk, mencium dan bebas masuk ke kamar kos pacarnya. Maka dari itu wajar kiranya jika ada yang mengharamkan pacaran. Bahwa, pacaran itu adalah suatu jalan menuju zina. 

Padahal Allah SWT sudah mewanti-wanti melalui firman-Nya :
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS Al-Israa’: 32)

Dan Rasulullah SAW bersabda :
“Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita, karena sesungguhnya setan menjadi orang ketiga di antara mereka.” (HR. Ahmad)

Namun, sebagian manusia tidak menghiraukan larangan Tuhan dan Nabi-Nya. Padahal larangan itu untuk kepentingan manusia sendiri. Niscaya di balik larangan Tuhan ada hikmahnya. Pendapat bahwa tidak apa-apa pacaran yang penting pacaran Islami, itu  bisa menjerumuskan. Mana ada pacaran yang Islami. Kecuali pacaran sehabis nikah tentunya. Kalau ada orang mengaku saling cinta dan berpacaran, kebanyakan ujung-ujungnya khalwat, berlanjut ke syahwat akhirnya jadi gawat.

Bagaimana tidak gawat? Kita bisa bercermin dari peristiwa tragis yang menimpa sepasang muda-mudi itu. Dan masih banyak kejadian lainnya yang diakibatkan oleh pacaran yang kebablasan. Seperti bayi yang baru lahir dicekik oleh ibunya sendiri. Kemudian dibuang di tempat sampah. Karena sang ibu malu memiliki anak tanpa suami. Sebenarnya dalam pergaulan bebas, perempuanlah yang lebih banyak menderita. Karena perempuanlah yang hamil dan merasakan langsung akibat dari kehamilannya. Kehamilan di luar nikah itu merupakan aib yang sangat besar.

Bayangkan sekelas  Ibunda Maryam as sendiri, yang mendapat bimbingan dan petunjuk dari-Nya, ketika hamil dalam kesendirian tanpa ada yang menemani, berada di padang pasir Sahara yang gersang dan jauh, tanpa ada makanan dan minuman sempat mengharapkan kematian sebelum semua kesulitan terjadi. Dalam Surah Maryam ayat 23, Bunda Maryam as berkata, “…Andaikan aku mati sebelum ini, dan aku termasuk orang yang dilupakan.”

Begitulah yang terekam dalam lembaran firman-Nya, betapa beratnya hamil tanpa suami dan betapa beratnya tuduhan yang akan dialamatkan pada Bunda Maryam. Padahal ia seorang perawan suci. Tidak  ada seorang laki-laki pun yang pernah menjamahnya. Sehingga sempat terucap kata-kata dari mulut seorang hamba yang terkenal keteguhannya, seperti itu. Bagaimana dengan kita, yang manusia biasa. Hamil tanpa suami karena melakukan pergaulan bebas, melakukan hubungan seks di luar nikah. Apa kata dunia? Betapa memalukannya!! Begitulah beban berat seperti menghimpit kehidupan wanita yang hamil di luar nikah. Tindakan yang irrasional bisa saja dilakukannya. Apalagi kalau laki-lakinya tidak mau bertanggung jawab. Duhai alangkah malangnya….

Dalam budaya Sulawesi Selatan, menurut Sugira Wahid, lewat bukunya Kearifan Adat Istiadat Makassar, terdapat istilah sirik na pacce dalam bahasa Makassar atau Sirik na pesse dalam bahasa Bugis. Kata Sirik yang secara harfiah berarti malu, juga berarti kehormatan. Rasa dan nilai kehormatan ini ditanamkan dalam diri pribadi dalam setiap anggota keluarga. Seseorang harus menjaga kehormatan dan nama baik keluarganya. Perempuanlah yang menjadi lambang kehormatan keluarga. Kata pacce/pesse secara harfiah berarti pedih. Dengan sikap hidup berdasar pacce/pesse ini, masyarakat mengembangkan sikap berperikemanusiaan yang tinggi.

Hamid Abdullah dalam bukunya, Manusia Bugis Makassar, mengutip sebuah ungkapan Bugis yang berbunyi: Parakai Sirikmu, nasaba siriemmi rionroang ri lino, narekko de gaga sirik taniyani tau, yang berarti: Jagalah sirikmu (kehormatan, harga diri) karena hanya sirik kita hidup di dunia, dan bila sirik sudah tiada, kita bukan lagi manusia.

Dalam masa kiwari ini sepertinya terjadi pergeseran nilai. Nilai budaya yang dipegang erat kini sudah mulai luntur. Budaya sirik atau malu mulai pudar. Bahkan dalam peristiwa di atas, baik perempuan maupun laki-laki sudah melanggar budaya sirik na pacce/pesse. Dengan berpacaran, sirik atau malu sudah lenyap dalam kamus mereka. Masirika/siri-sirika yang berarti saya malu, adalah sebuah istilah yang bersifat membatasi perbuatan seseorang dalam suatu hal. Dengan berpacaran, si perempuan gagal menjaga kehormatan dirinya, padahal menurut budaya, perempuanlah yang menjadi lambang kehormatan keluarga. Dan ia tidak memikirkan kepedihan orang tuanya jika ia hamil di luar nikah. Dan ketika semua sudah terjadi, ia baru merasa sirik-sirik (malu). Di samping itu, ia sudah appakasirik (mempermalukan) keluarganya. Itulah mengapa ia merasa kalut, tercermin dari puisinya yang viral di medsos.

Demikian pula si lelaki, ia sudah appakasirik, baik keluarga besar perempuan maupun keluarga besarnya sendiri. Karena sudah menghamili anak gadis orang. Makanya, ketika sang perempuan menuntut tanggung jawabnya dan mau memberitahukan kondisi kehamilannya kepada orang tua si gadis. Ia menolak. Ia beranggapan jika keluarga besar perempuan tahu bisa fatal akibatnya. Bisa saja keluarga perempuan marah. Dan mencari dia demi membalas perbuatannya. Dan nyawa taruhannya. Karena martabat dan harga diri keluarga perempuan sudah diinjak-injak oleh si lelaki. Urita sang anak hamil di luar nikah itu mudah dan cepat sekali berembus bisa membuat martabat keluarga ternoda di masyarakat. Namun ketakutannya berakibat lebih fatal lagi, menghilangkan nyawa sang kekasih untuk menutupi kebejatannya.

Melihat maraknya kasus yang menimpa generasi muda, utamanya mengenai freeseks, atau hubungan seks di luar nikah, solusinya adalah orang tua perlu memahami kondisi anaknya. Jika anaknya sudah mempunyai tambatan hati dan mulai menjalin hubungan spesial alias berpacaran. Sebaiknya anak mereka dinikahkan saja. Walaupun masih menempuh pendidikan. Ya, pernikahan menjadi salah satu solusi yang bisa menyelamatkan generasi muda kita dari pergaulan bebas. Setelah menikah, mereka bisa menunda untuk mempunyai anak. Sampai mereka selesai menempuh pendidikannya.

Mungkin agak berat. Mengingat adanya budaya uang panai di kalangan masyarakat.  Uang panai yang tinggi terkadang menjadi persoalan yang cukup pelik. Bahkan terkadang menjadi penghalang terjadinya suatu pernikahan. Namun, demi kebaikan bersama, uang panai tidak semestinya menjadi penghalang.

Gambar : https://konsultasisyariah.com/8657

Sabtu, 21 Desember 2019

Review Film Sayyidah Maryam


Di saat senggang atau sehabis bekerja, saya sering duduk-duduk sambil membaca buku atau menonton film. Kali ini saya memilih film yang berjudul “Sayyidah Maryam”. Selain saya penasaran dengan film ini, saya juga berpikir bahwa ini momen yang pas untuk menonton film tersebut. Di mana saudara kita yang beragama Nasrani sedang menunggu hari raya mereka, Hari Natal. Hari kelahiran Isa Al Masih. Bagi umat Islam sendiri, Isa Al Masih atau Nabi Isa as adalah seorang rasul atau utusan Allah, putra perawan suci, Maryam as.

Sebenarnya sudah berapa bulan yang lalu saya mendonlot film Maryam ini. Namun, saya belum tergerak untuk menonton film ini. Mungkin karena saya berpikir film ini akan memakan waktu jika saya menontonnya. Dan saya akan merasa bosan ketika saya menonton film tersebut.

Bayangkan saja, film ini terdiri dari dua episode. Episode pertama berdurasi tiga jam. Dan episode kedua berdurasi empat jam. Selain itu, kisah Maryam  sudah begitu familiar, kita sudah sering membaca kisah beliau, baik dari buku maupun dari kitabullah. Pastilah tak ada yang baru dari film tersebut. Namun, rasa penasaran mengalahkan kekawatiran saya. Dan kekawatiran saya tidak terbukti. Film ini cukup memikat. Rasanya tidak mau berhenti menonton film ini. Sampai film berakhir.

Film Maryam atau Maryam al Muqaddasah adalah sebuah film Iran yang disutradarai oleh Shariar Bahrani pada tahun 2000.  Film tersebut mengisahkan kehidupan Maryam Ibunda Isa as berdasarkan pada Al Quran, sejarah, dan tradisi Islam. 

Kisah ini dimulai dengan keresahan dan ketakutan Raja Judea, Herodes atau Herud akan mimpi buruk yang dialaminya. Mimpi akan lahirnya penyelamat Bani Israel. Di tempat lain, di Baitul Maqdis, para pendeta Yahudi sedang membicarakan mimpi Nabi Imran. Bahwa akan datang sosok penyelamat, Al masih. Sosok ini akan membawa keadilan bagi bangsa Israel. Namun para pendeta Yahudi itu tidak merasa senang akan kabar itu. 

Mereka merasa terancam jika impian  itu menjadi kenyataan. Mayoritas para pendeta itu sudah merasa nyaman dengan kondisi mereka. Mereka hidup makmur hidup di Baitul Maqdis. Berkat persembahan warga kepada Baitul Maqdis. Sementara rakyat hidup sengsara akibat  pajak dan bunga pinjaman yang mencekik leher. Dan banyaknya ajaran Nabi Musa yang diselewengkan. Mereka membuat syariat sendiri, jauh dari syariat  Nabi Musa as.

Pada saat itu sebenarnya ada nabi di tengah-tengah mereka, yaitu Nabi Zakaria as. Namun, mereka tidak mempercayai kenabiannya. Kedudukan pendeta Yahudi penjual agama itu lebih kuat dari Nabi Zakaria as. Mereka memengaruhi masyarakat bahwa Nabi Zakaria as hanyalah manusia biasa dan seorang pendusta. Bahkan murid yang diandalkan dan kepercayaan Nabi Zakaria as, bernama Nathan ikut terpengaruh. Nathan menjadi ragu dan berbalik menjadi musuhnya. 

Kaum pendeta Yahudi yang sering ke Baitul Maqdis terdiri atas beberapa sekte yaitu sekte Farisi, Sekte Siddiqu, dan sekte Lavi.  Pemimpin kaum pendeta ini, Helial, sebenarnya orang yang baik dan berteman dekat dengan Nabi Zakaria as. Namun, ia tidak berdaya karena mayoritas pendeta Yahudi membenci Nabi Zakaria as

Raja yang memerintah pada masa itu adalah Raja Herodes. Raja ini memperoleh kekuasaan setelah menggulingkan pemerintahan yang sah dan membunuh raja yang sementara bertahta. Ia melakukan pemberontakan dengan bantuan pasukan Romawi. Setelah berkuasa, ia menikahi puteri raja sebelumnya. Miriam nama putri raja itu. 

Raja kesal  karena Miriam tidak pernah bisa mencintainya. Wajar saja karena sang suami telah membunuh ayahnya. Ditambah lagi saudara perempuan sang raja selalu menghasut untuk membenci sang isteri. Para pendeta takut pada raja Herodes. Dengan bantuan para pendeta Yahudi, Raja berhasil menenangkan dan menundukkan masyarakat.

Saat  penantian kelahiran sang penyelamat pun berakhir, ternyata Hanna isteri Nabi Imran, melahirkan bayi perempuan. Para pendeta Yahudi lega. Mereka berpikir mana mungkin Al Masih seorang perempuan. Namun, masalah baru timbul ketika Hanna hendak membawa anaknya, Maryam ke Baitul Maqdis. Para pendeta menentang. Karena perempuan terlarang berada di area Al Quds. 

Namun, karena Hanna menyatakan telah menazarkan anaknya untuk menjadi pelayan Allah di Baitul Maqdis, maka pendeta Yahudi pun mengadakan musyawarah. Apakah Maryam akan diterima keberadaannya di Baitul Maqdis atau tidak. Tanpa disangka pemuka pendeta yang berpengaruh, Yazakar, menyatakan kesediaannya untuk menerima Maryam.

Timbul masalah baru. Siapa yang akan menjadi orang tua asuh Maryam. Mereka berebutan untuk menjadi orang tua asuhnya. Bukan karena mereka menyayangi Maryam. Tetapi, hanya untuk mencegah supaya bukan Nabi Zakaria yang menjadi orang tua asuh Maryam. 

Mereka yang ingin menjadi orang tua asuh Maryam merasa berhak. Karena, pada dasarnya, mereka semua punya hubungan kekeluargaan dengan Maryam. Akhirnya, dilakukanlah pengundian. Hasilnya, hak asuh jatuh kepada Nabi Zakaria.  Mereka tidak setuju. Mereka meminta untuk dilakukan pengundian ulang. Namun, dari hasil pengundian ulang itu, hak asuh tetap jatuh pada Nabi Zakaria as.

Setelah Maryam berada di Baitul Maqdis, Maryam menjadi pelayan rumah Tuhan. Karena didikan Nabi Zakaria, Maryam tumbuh menjadi gadis yang cerdas. Maryam memiliki ilmu pengetahuan lebih luas dibandingkan dengan para pelajar pria. Ia mampu menjelaskan tentang syariat nabi Musa dengan gamblang dan tepat. Ini membuat para pendeta yang tidak suka kepadanya melakukan intimidasi. 

Ketika Maryam melakukan kesalahan ia dihajar sampai babak belur. Nabi Zakaria memprotes tindakan pendeta yang telah memperlakukan Maryam dengan kejam. Akhirnya, Maryam dibebastugaskan dari berbagai tugas di Baitul Maqdis. Sekarang Maryam boleh beribadah sepuas hati tanpa dibebani pekerjaan yang berat.


Maryam sudah dibebastugaskan bekerja. Namun, ia tidak mau berpangku tangan, ia tetap bekerja. Setiap hari Maryam tetap bekerja sambil berpuasa. Setiap waktu berbuka, ia memberi roti kepada para peziarah di Baitul Maqdis. Bahkan jatahnya untuk berbuka diberikan untuk para peziarah itu. Sehingga Maryam tidak punya makanan lagi untuk berbuka. 

Tapi seperti yang dikisahkan dalam Al Quran, beliau mendapat kiriman makanan dari Allah SWT. Karena sifat Maryam yang welas asih, Maryam sangat dielukan dan dicintai oleh masyarakatnya. Banyak yang datang hanya sekadar untuk melihat sosok Maryam sang perawan suci.  Sampai-sampai para pendeta merasa iri. Mengapa bukan mereka yang memperoleh penghormatan itu.

Kisah Nabi Zakaria dan isteri yang tidak punya anak pun divisualkan secara ciamik dalam film ini. Bagaimana para pendeta penjual agama itu mencemooh dan menyakiti hati sang nabi. Melalui isteri-isteri mereka, mereka meneror isteri Nabi Zakaria. Sang Nabi memohon kepada Allah agar dikaruniai anak. Sehingga berkat kuasa Allah, mereka dikarunia anak walaupun mereka sudah berusia renta.

Kisah berlanjut, Maryam memperoleh amanah besar dari Allah. Allah menitipkan roh suci ke dalam rahim Maryam. Rasa takut dan khawatir menghantui Maryam. Dia sadar bahwa berita tentang kehamilannya pasti akan menyebar di tengah masyarakat. Untuk sementara waktu dia menjauhi orang-orang dan pergi berhijrah. Tak kuasa menahan sakit, akhirnya ia berteduh di bawah pohon kurma yang telah kering. Kesedihan dalam kesendirian dan rasa sakit akan melahirkan  menjadikan bebannya makin berat. Namun hal itu tidak berlangsung lama, buah hatinya akhirnya lahir dengan selamat.

Maryam membawa bayinya ke Baitul Maqdis. Di mana telah berkumpul para pendeta yang jahat bersama para pengikutnya. Setiap orang yang bertemu dengannya melontarkan cacian. Mereka mencemooh Maryam yang memiliki bayi  tanpa punya suami. Maryam as, wanita suci dan agung hanya diam mendengar  tuduhan  tentangnya. Sesuai janji Allah, sang bayi yang masih merah pun berbicara dan bersaksi.

"Sesungguhnya aku adalah hamba Allah. Dia telah memberikan Kitab kepadaku dan menjadikanku seorang nabi"

Semula mereka menatap benci kepada Maryam dan bayinya. namun kemudian mereka tertegun takjub saat mendengar jawaban dari bayi mungil yang masih dalam gendongan itu. Dan para pendeta ketakutan menyaksikan hal tersebut.

Alhamdulilah, saya bisa menyelesaikan film ini. Film yang bersumber dari kisah Al Quran yaitu Surah Maryam. Walaupun banyak yang gagal menuangkan sebuah kisah ke dalam sebuah film. Namun, itu wajar saja. Karena tidak semua hal bisa digambarkan melalui medio visual. Contoh penampakan malaikat. Apakah memang begitu wujud malaikat? Siapa yang pernah ketemu mailaikat? 

Namun, terlepas hal itu, banyak pelajaran yang bisa ditarik dari film ini. Daripada nonton film Korea, sinetron televisi yang berseri atau nonton fillm horror yang belum tentu ada manfaatnya secara spiritual. Mending nonton film seperti ini. Film yang sarat akan nilai religi. Apalagi Maryam as adalah salah satu teladan Muslimah.  Tentunya, kita perlu mengenalnya secara dekat melalui berbagai media pembelajaran.

Dari film ini kita bisa melihat bagaimana sikap Bani Israel, khususnya pemuka agama mereka terhadap utusan Allah. Bagaimana penerimaan mereka terhadap nabi dari kalangan mereka sendiri. Nabi dari kalangan mereka sendiri saja, bangsa Yahudi, mereka menolaknya. Apalagi yang bukan dari kalangan mereka. 

Dari film ini pula kita melihat bahwa ternyata banyak pemuka agama mengatasnamakan agama untuk kepentingan perut mereka. Mereka berani menjual ayat-ayat Tuhan bahkan berani membuat syariat sendiri untuk kepentingan mereka. Mereka menindas dan menzalimi rakyat atas nama agama.

Melalui film ini pula kita bisa belajar sosok Maryam as.  Maryam yang sangat taat kepada Allah. Beliau senantiasa tenggelam dalam ibadah. Pada siang hari ia berpuasa dan pada malam hari ia shalat dan bermunajat kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Dalam ketakwaan dan pengenalan Allah (Makrifatullah), beliau mengalahkan para rahib dan orang-orang yang bertakwa pada zamannya.

Pribadi Bunda Maryam as yang welas asih kepada sesama. Rela memberikan jatah makanannya padahal makanan itu satu-satunya untuk berbuka puasa. Mengingatkan kita pada Bunda Fatimah as. Beliau juga rela memberikan makanannya kepada pengemis yang datang ke rumahnya. Saat itu keluarga Fatimah juga sedang berpuasa. Jadilah mereka tidak punya makanan untuk berbuka. Mereka menahan lapar selama beberapa hari berturut-turut.

Saya sungguh terpesona dengan doa Bunda Maryam. Selain Maryam as mendoakan orang-orang yang beriman, beliau juga mendoakan kebaikan untuk para pendosa. 

Ketika Nabi Zakaria melihat makanan yang tersedia dalam bilik Maryam. Nabi Zakaria bertanya darimana Maryam mendapatkan semua itu. Maryam menjawab bahwa makanan itu berasal dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan. Nabi Zakaria pun terkesima dan terkesan akan  keagungan dan kesempurnaan Maryam. Dan Maryam menjadi inspirator bagi Nabi Zakaria untuk memohon kepada Allah untuk dikaruniai seorang anak.

Mungkin ada di antara kita yang apriori tentang film ini. Karena ini film buatan Iran. Katanya, Iran mayoritas bermazhab syiah. Takutnya terpengaruh akan ajarannya. Tapi, apa bedanya dengan film Superman, Star Wars, Jurassic Park atau film Hollywood lainnya yang buatan Amrik yang mayoritas beragama Nasrani. Tidak takutkah kita terpengaruh akan ajaran mereka? Toh kita tetap nonton juga. 

Juga drama korea, yang katanya romantis. Ternyata banyak penggemarnya juga. Terutama kaum ibuk-ibuk. Mungkin karena pemainnya bening-bening, yah. Atau film India, yang selalu ada adegan menyanyi sambil menari.  Bukan film India namanya kalau tak ada menyanyi sambil menarinya. Seperti Kuch Kuch Hota HaiPK, MohabbatainBahubali, film yang berlatar agama Hindu. Tapi, itu wajar saja. Setiap karya apapun, baik itu film atau pun sebuah tulisan tidaklah bebas nilai. Ia mengandung nilai-nilai yang dianut oleh penciptanya.

Kekurangan dari film ini adalah kualitas gambarnya yang belum bening, atau belum berkualitas HD. Jika saja kualitas gambarnya lebih bagus, tentunya kita akan merasa lebih nyaman menonton film ini. Namun saya pikir itu tidak menjadi masalah. Toh dengan kualitas gambar seperti ini, kita masih bisa menikmatinya. Ketimbang berdebat haram tidaknya mengucapkan selamat natal, lebih baik kita menonton film Sayyidah Maryam. Yuk.. 

Gambar : By Google

Senin, 16 Desember 2019

Cerita Orangtua Tempo Doeloe



Sewaktu kecil kita sering diceritakan oleh orang tua kita kisah-kisah yang menarik. Berbagai macam kisah atau cerita mengalir dari bibir orang tua kita. Memang sejak dari dulu, berbagai kisah diceritakan turun temurun secara lisan. Itulah sebabnya, mengapa cerita itu bisa bertahan sampai kini. Apakah itu kisah nyata atau cerita belaka kita pun tak tahu. Kadang kita tidak bisa membedakannya. Namun, dari cerita itu kisah dapat mengambil pelajaran atau hikmah, minimal bisa menghibur atau pun pengantar tidur kala mata hendak terpejam.

Di setiap daerah, memiliki cerita unik tersendiri. Demikian pula di Makassar, Ujung Pandang namanya waktu saya masih kecil. Khususnya di Pampang tempat tinggal saya. Entah mengapa, kisah yang tertanam di benak saya kebanyakan cerita ”setang-setang” atau cerita misteri. Walaupun ada kisah lain yang orang tua ceritakan. Semisal cerita Poppo, Parakang atau anak kecil yang hilang. Apakah itu untuk menakuti anak kecil supaya pada malam hari segera tertidur atau sekedar pengantar tidur? Entahlah.

Sewaktu kecil, saya sering diceritakan oleh nenek tentang Parakang. Parakang itu katanya orang yang menuntut ilmu tapi ilmu sala-salang. Sala-salang maksudnya ilmu hitam. Orang yang menuntut ilmu ini biasanya ingin cepat kaya. Parakang ini biasanya kalau malam hari berubah menjadi makhluk pemakan anak bayi. Kalau parakang ini mau beroperasi, parru’ atau isi perutnya ditinggal di rumah, dimasukkan ke baskom. Lantas ia pergi bergentayangan ke rumah-rumah untuk mencari mangsa. Kalau sudah mendapatkannya ia kembali ke rumah dan meletakkan parru’nya kembali ke tempatnya semula, perutnya. Menurut nenek, kalau ingin membunuh makhluk parakang itu, parru’ yang ada dalam baskom itu dituangkan air mendidih. Jika parru’ itu dituangkan air mendidih maka orang yang menjadi parakang itu akan mati. Tamatlah riwayatnya. Dan ini pernah terjadi di kampung kami, kata nenek.

Kalau Poppo, kalau malam hari bisa berubah menjadi apa saja. Yang paling sering itu berubah menjadi sebuah kamboti. Kamboti itu terbuat dari anyaman daun kelapa. Kamboti itu biasa dipakai tempat bertelur ayam. Saya pernah mendengar sendiri di tengah malam ada suara seperti ini,  po’… po’…po’ …di bawah kolong rumahku. Kata tanteku, itu suara Poppo. Poppo sendiri tidak berbahaya jika dibandingkan dengan Parakang. Karena, tidak membutuhkan korban manusia. Hanya saja ia berubah waktu malam hari. Seperti Parakang, orang yang menjelma menjadi Poppo adalah orang yang menuntut ilmu untuk mencari kekayaan tetapi ilmu yang didapat ilmu sala-salang atau ilmu hitam. Jadilah, ia poppo pada malam hari.

Di lain kesempatan, ibuku bercerita tentang anak kecil yang hilang di waktu malam hari. Biasanya anak yang hilang itu, anak yang mainnya di luar rumah sampai malam hari. Orang tua anak kecil itu kebingungan mencari anaknya. Dicari di rumah temannya tidak ada. Di cari di mana-mana, juga tidak ketemu. Orang tua anak itu meminta bantuan dari para tetangganya.   Mereka beramai-ramai membunyikan kentongan atau panci atau apa saja yang bisa berbunyi kalau dipukul. Sambil memanggil anak yang hilang tersebut. Mereka keliling kampung. Setelah lama mencari, anak yang hilang tersebut akhirnya ditemukan di sebuah pohon. Kata anak itu, ia diberi makan yang enak-enak oleh orang yang mengajaknya ke tempat itu. Ketika diperiksa tempat makanannya, di situ ada cacing-cacing hidup. Selama ini ia kira makan enak, ternyata ia makan cacing. Iiih jijik…

Oh yah, saya lupa ternyata adapula cerita yang bukan cerita misteri. Ini  diceritakan oleh nenekku. Sebuah kisah nyata yang terjadi di masa pendudukan Jepang di Indonesia. Kata nenek saya, dulu mereka menggali lubang di bawah kolong rumah. Kalau ada suara pesawat terbang, mereka segera turun untuk masuk ke lubang persembunyian. Takutnya, pesawat terbang itu membawa bom kemudian menjatuhkannya di atas rumah penduduk. Ketika diceritakan kisah itu, saya membayangkan saya juga turut masuk ke lubang itu untuk bersembunyi…hehehe…

Dikisahkan juga oleh nenek, pada 1966 bagaimana pemerintah menangkapi para tetangga. Masyarakat ditangkap karena memiliki kartu anggota PKI. Pada waktu itu masyarakat diberi kartu anggota oleh pengurus Partai Komunis Indonesia. Kartu itu bisa digunakan untuk mengambil beras dan alat-alat pertanian, semacam cangkul dll. Hanya yang memiliki kartu anggota yang diberi beras dan alat-alat pertanian. Bagi masyarakat yang sangat membutuhkan bantuan, tidak memedulikan siapa yang membantu mereka. Yang penting mereka bisa makan. Saya tidak tahu bagaimana kelanjutan dari penangkapan itu apakah mereka dilepaskan ataukah mendapat hukuman yang lain. Karena kondisi pada saat itu, benar-benar mengerikan. Banyak yang dibunuh tanpa melalui peradilan terlebih dahulu. Kalau ada orang yang ditunjuk sebagai anggota partai komunis, alamat ia takkan selamat.

Ada juga cerita yang terjadi sekitar tahun 1950-an, bagaimana dulu gerombolan menculik wanita-wanita muda. Lalu dilarikan ke hutan-hutan di wilayah Sulawesi Selatan. Gerombolan itu bersenjata dan sangat meresahkan masyarakat pada waktu itu. Mereka juga meminta bahan makanan kepada warga masyarakat. Jika warga tidak bersedia memberikan apa yang diminta oleh gerombolan itu, gerombolan itu tidak segan-segan membakar rumah warga yang menolak dan membunuh mereka. Kata nenekku, mereka itu gerombolannya Kahar Muzakkar. Ada juga yang mengatakan bahwa mereka bukan dari pasukan  Kahar Muzakkar, tetapi dari kelompok lain yang ingin mencemarkan nama baik dari kelompok "pemberontak" itu.

Itulah beberapa kisah yang diceritakan oleh ibu, nenek juga tanteku. Sampai saat ini kisah ini masih sering kuingat. Daripada hanya sekedar dalam ingatan. Lebih baik saya menuliskannya. Sebagai jejak bahwa pernah ada kisah-kisah yang beredar di masyarakat pada masa lampau. Mungkin, saat ini anak-anak generasi milineal tidak pernah mendengarnya. Karena orang tuanya enggan menceritakan kisah-kisah seperti ini lagi, termasuk saya sendiri. Oleh karena itu, saya mencoba menuangkannya dalam sebuah tulisan.

Senin, 09 Desember 2019

TUMBAL





Malam itu, ambulan meraung-raung mengusik keheningan malam. Beberapa orang tetangga keluar rumah hendak menyaksikan siapa yang dibawa oleh kendaraan yang berwarna putih itu. Mereka penasaran karena sudah beberapa hari ini banyak korban berjatuhan. Akibat wabah types yang melanda kampung. Mereka celingak celinguk sambil bertanya-tanya. Siapa lagi yang meninggal, kodong? Dan terucaplah satu nama. Marni yang meninggal. Seorang janda dengan anak satu.

Biasanya, jika tetangga sudah tahu siapa yang meninggal. Mereka akan pergi pergi melayat dan menghadiri takziah pada malam berikutnya. Tetapi, kali ini lain. Mereka tetap pergi melayat dan bertakziah kepada keluarga almarhumah. Namun, diiringi berkembangnya desas-desus tentang musabab kematian Marni. Katanya, Marni meninggal tidak wajar. Ia dimakan oleh ilmunya sendiri. Ilmu untuk memperlancar usahanya.

Sejak kematian suaminya, Marni hanya tinggal berdua dengan anaknya, Sangkala. Marni seorang pekerja keras. Ia mempunyai warung campuran. Namun, usahanya itu tidak mengalami kemajuan berarti. Di kampung, warung campuran bertebaran di kanan kiri jalan. Katanya, lebih banyak penjual dari pembeli. Di situlah Marni kadang merasa putus asa. Karena hasil dari warung campuranlah, sumber pendapatan satu-satunya.

Menurut bisik-bisik tetangga, kepergian Marni tahun lalu ke kampung untuk  menuntut ilmu. Sepulangnya dari kampung, usaha Marni berkembang pesat. Warung campurannya berkembang menjadi toko yang lumayan besar. Sebenarnya wajar saja tokonya maju pesat. Sampai orang berduyun-duyun antri di depan tokonya. Karena toko Marni menyediakan berbagai bahan makanan pokok.  Tokonya termasuk lengkap dan harganya miring ketimbang harga di toko lain yang ada di kampung itu.

Namun, begitulah cerita dari mulut ke mulut tidak bisa dibendung. Dari mulut satu pindah ke mulut yang lain. Sebenarnya, sebagian besar penduduk kampung itu sudah mengenal Marni. Marni adalah sosok pekerja keras yang tak kenal lelah. Sejak sebelum subuh, ia sudah bangun mempersiapkan barang di tokonya. Jika ada yang barang yang kurang, paginya ia langsung menelepon pihak yang menyediakan barang. Tak jarang ia pergi menjemput sendiri barang yang dia pesan. Jika tak ada yang mengantar ke tokonya.

Waima sosoknya sudah dikenal masyarakat di kampung itu sebagai pekerja tangguh. Tetap saja gosip itu tersebar kemana-mana. Gosip yang kata sebagian masyarakat tidak bisa dipercaya. Namun, masyarakat yang percaya, termasuk ibuk-ibuk pagosip, yang bilang Marni itu pakai ilmu pesugihan, karena sumber beritanya adalah Saripah, kakak kandung Marni sendiri.

Kata Saripah, beberapa bulan yang lalu, Marni pergi ke suatu daerah. Sebuah kampung di Soppeng. Di tempat itu, Marni dimandikan oleh orang yang akan memberikan ilmu itu. Setelah balik ke kampung asal, usaha mereka melaju dengan pesat. Marni sudah bisa membangun rumah yang bagus di kampung. Selain itu juga, ia membeli dua motor baru dan perhiasan yang indah-indah.

Namun, entah mengapa ketika Marni sudah berhasil membangun rumah impiannya dan bisa membeli banyak perhiasan emas. Tiba-tiba, perasaan tidak tenang melanda dirinya. Ia sering gemetar dan merasa tidak nyaman ketika ia berada di dalam rumahnya. Perasaannya ini diceritakan kepada saudaranya. Dan saudaranya mengajaknya ke rumahnya jika perasaan itu datang. Jika perasaan aneh itu datang, ia meninggalkan tokonya pergi ke rumah Saripah.

Saripah menyarankan kepada Marni untuk memeriksakan diri ke dokter. Siapa tau ada penyakit yang diderita oleh saudaranya itu. Marni pun menuruti saran kakaknya itu. Setelah Marni diperiksa oleh dokter di Puskesmas. Kata Dokter, Marni tidak sakit. Mungkin Marni hanya kelelahan akibat pekerjaannya yang cukup berat.

Marni tidak sakit. Tapi, keadaan Marni semakin hari semakin memburuk. Tubuh Marni semakin kurus. Dia merasakan bahwa ada sesuatu yang aneh menimpanya. Kemudian teringatlah ia akan sesuatu. Pada saat ia meminta ilmu penglaris usaha, mereka diberi syarat oleh sang guru. Marni memenuhi syarat itu.  Bahwa ilmunya itu akan meminta tumbal. Sebagai syarat untuk terpenuhinya keinginan Marni dan usahanya lancar dan maju.

Bersamaan sakitnya Marni, anaknya yang bernama Sangkala jatuh sakit juga. Anaknya tidak mau makan dan minum. Sang anak juga dinyatakan oleh dokter tidak menderita sakit apapun. Maka semakin yakinlah Marni bahwa ada yang “mengganggu” anaknya. Maka ia menyuruh Saripah untuk meminumkan daun Bidara kepada anaknya. Daun Bidara dipercaya bisa mengusir makhluk halus. Marni meminta supaya anaknya saja yang diperhatikan. Dirinya tidak usah. Marni yakin ini akibat dari ilmu yang pernah dia terima. Ilmu yang menuntut korban.  Daripada anaknya yang masih kecil yang jadi korban, ia merelakan dirinya yang menjadi korban.

Tubuh Marni semakin melemah. Ia sudah tak bisa lagi bergerak. Untuk balik ke kiri dan kanan saja ia sudah tak bisa. Matanya sayu seperti tidak lagi memancarkan sinar kehidupan. Saripah membawanya ke rumah sakit. Setiba di rumah sakit, Marni dimasukkan ke ruang ICU. Dengan sigap, dokter dan para perawat memasang inpus dan alat bantu pernapasan. Namun, sayang nyawa Marni sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Marni sudah menghembuskan napas terakhirnya.