Sabtu, 11 Juni 2016

POLIGAMI



Saya senyum-senyum melihat sebuah meme. Gambar laki-laki,  beristri satu sampai empat. Dan ada juga laki-laki tanpa istri. Dengan tulisan bahwa yang sempurna adalah yang memiliki empat istri. Dan laki-laki tanpa istri disebutkan ada masalah. Namun, saya tidak akan menyinggung tentang lelaki tanpa pendamping yang dikatakan memiliki masalah.

Apa memang betul, lelaki beristri lebih dari satu jauh lebih baik dari yang beristri satu. Dan dikatakan sempurna jika memiliki empat istri. Aah...belum tentu. Barangkali, di gambarnya, memang betul kelihatan adem ayem, tenteram dan rukun. Tetapi, kenyataannya gimana? Coba bandingkan kehidupan seorang suami dengan seorang istri. Apakah mereka kompak terus? Tentu saja tidak. Terkadang ada masalah di antara mereka. Yang membuat mereka cuek-cuekan. Walaupun setelahnya mereka bertambah mesra. Iya, kan? Bagaimana dengan seorang suami dengan dua istri atau lebih. Boleh dibayangkan.

******************************************

Sebagian lelaki ketika membicarakan poligami. Bukan tersirat lagi, terpampang jelas, ketertarikan mereka. Begitu dahsyat dan menariknya wacana poligami ini. Sehingga wacana lain menjadi kalah seru dibandingkan dengan wacana poligami ini. Dari perbincangan-perbincangan tersebut. Tercetus salah satu di antaranya, kalau aku tidak salah simak. Bahwa seakan-akan suatu keharusan atau kewajiban lelaki berpoligami. Untuk menolong wanita-wanita yang belum menikah. Dengan alasan, jumlah kaum wanita lebih banyak dari lelaki.

Bukannya, saya menentang poligami yah. Tetapi, bolehlah kita baca kembali surah Al Qur'an tentang diperbolehkannya poligami. Tolong dicatat baik-baik. Dibolehkan. Bukan diwajibkan. Tak ada satu pun kata perintah di dalam ayat tersebut. Yang mewajibkan poligami. Terkadang, baca ayatnya pun sepotong-sepotong...nikahilah satu sampai empat. Titik. Tidak dibaca sebelum dan sesudahnya. Maka cobalah baca baik-baik. Dan renungkan.

Lagi pula, diturunkannya ayat yang menyangkut poligami itu. Karena pada waktu itu, sudah umum di jazirah Arab, seorang lelaki memiliki banyak istri. Bahkan bisa lebih dari sepuluh istri. Oleh karena itu, dengan adanya ayat Allah itu, poligami dibatasi sampai empat istri. Sehingga boleh dikatakan bahwa ayat itu malah memberi batasan. Bukan ayat untuk mewajibkan poligami.

Sebagian lelaki, begitu antusiasnya ketika membahas poligami itu. Seakan-akan belum sempurna hidup mereka ketika belum beristri lebih dari satu. Seakan-akan hanya itu yang akan membawa kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hidup berpoligami. Sampai-sampai menuduh wanita yang tidak mau dipoligami. Wanita egois. Wanita penentang perintah Allah. Betulkah demikian? Mereka mengatakan bahwa wanita yang memperbolehkan bahkan menyuruh suaminya menikah lagi. Apalagi si istri mencarikan perempuan untuk dinikahi suami mereka. Adalah wanita yang sangat mulia.

Tak taukah mereka. Bahwa wanita paling mulia. Bunda Fatimah Azzahra sa. Tidaklah dimadu. Semasa beliau masih hidup, suaminya, Imam Ali sa, tidak pernah menikahi wanita lain. Padahal beliau adalah penghulu wanita surga. Demikian pula, Bunda Khadijah Al Kubro sa. Ibundanya Fatimah AzZahra sa. Rasulullah saw tidak pernah menikah dengan wanita lain ketika beliau masih hidup. Padahal Bunda Khadijah al Kubro adalah wanita yang dijanjikan masuk surga. Apakah mereka ini bukan wanita-wanita mulia. Apakah mereka ini wanita-wanita egois. Tentu saja, tidak bukan. Seandainya saja, mereka pernah menyuruh suami-suami mereka berpoligami. Tentunya wanita-wanita muslimah yang menjadikan mereka teladannya. Akan berlomba-lomba untuk menyuruh suami-suami mereka untuk berpoligami.

Membayangkan kehidupan poligami itu penuh bunga. Dikeliling bidadari-bidadari dunia cantik nan memikat. Yang selalu siap sedia melayani kebutuhan sang suami. Betul-betul menggairahkan. Tapi, cobalah jangan yang dibayangkan yang enaknya saja. Coba bayangkan bagaimana memenuhi kebutuhan mereka semua. Sandang, pangan dan papannya mesti dipenuhi. Disamaratakan. Tidak boleh dibeda-bedakan. Harus adil. Apalagi pendidikan anak-anak yang semakin mahal. Memang benar rezeki itu dari Allah. Allah sudah menjaminnya. Tetapi, kita juga yang mesti berusaha untuk memperoleh rezeki itu.

Allah mensyaratkan laki-laki yang berpoligami itu harus adil. Kalau tidak mampu berbuat adil. Cukup satu saja. Yang tau bisa berbuat adil atau tidak itu, yah sang pencipta Allah, orangnya sendiri dan orang terdekatnya, yaitu istrinya. Mengapa kebanyakan istri tidak rela dimadu? Karena mereka tidak yakin suaminya bisa berlaku adil. Dan terutama juga perasaan sakit yang teramat sakit. Ketika mendengar seorang suami menikah lagi. Apalagi dirinya yang mengalami sendiri. Kita tidak bisa menafikan perasaan sakit seorang wanita ketika tau dirinya dimadu. Ini mengingatkan saya kejadian yang sudah lama berselang.

Dan anehnya juga, ada pengkategorian wanita-wanita yang tidak mau berpoligami. Dengan beberapa tingkatan, yang sampai pada tingkat ingkar kepada perintah Allah. Sejauh itu? Apakah termasuk menolak dipoligami itu ingkar kepada Allah? Ingkar kepada Allah artinya durhaka kepada Allah. Wow...Alangkah dahsyatnya pengkategorian itu. Sepertinya poligami adalah satu-satunya jalan menuju surga-Nya. Karena wanita yang hidup berpoligami itu telah dijanjikan masuk surga. Iya, kalau ikhlas. Kalau tidak, bagaimana?

Menurut saya, kehidupan berpoligami itu bisa mengantarkan ke surga bisa juga mengantarkan ke neraka. Bisa mengantarkan ke surga, jika suami bisa berlaku adil kepada istri-istrinya. Dan para istri ikhlas dengan kehidupannya berpoligami. Tetapi bisa juga mengantar ke neraka. Ketika suami tidak bisa berlaku adil. Membeda-bedakan. Apalagi menelantarkan salah satu istrinya. Juga anak-anaknya. Demikian pula, ketika kehidupan poligaminya melalaikan dirinya dari mengingat Allah. Berkurang ibadahnya bermunajat kepada-Nya, karena sibuk mengurusi istri-istrinya.

Menurut Bapak Quraysh Shihab, bahwa poligami itu ibarat pintu darurat pada sebuah kapal terbang. Pintu ini bisa digunakan ketika pesawat mengalami guncangan yang teramat dahsyat. Tetapi kalau kapal terbangnya aman-aman saja. Pintu darurat itu tidak diperlukan.

Saya prihatin ketika poligami dijadikan wacana super seksi. Bahan olok-olokan. Digampang-gampangkan. Kalau mau berpoligami tinjau diri sendirilah. Mampu tidak, diri ini berpoligami. Bisa tidak, menghadapi konsekuensi-konsekuensinya. Kalau merasa mampu majulah sendiri. Jangan mencoba mendorong-dorong orang lain untuk maju duluan. Memprovokatori orang lain berpoligami. Tidak akan berhasil, Bung. Ketika anda tidak menjalani sendiri terlebih dahulu. Bahkan, saya melihat orang yang sudah berpoligami jarang menyuruh-nyuruh orang lain untuk berpoligami. Ehh...ini yang belum menjalani, begitu bersemangatnya mengompor-ngompori orang lain. Mau berpoligami berjamaah barangkali.

Biasanya, yang sering berwacana itu. Hanya akan menjadi sekadar wacana. Jika tidak ada keberanian untuk mewujudkannya. 

2 komentar:

  1. Saya x setuju dgn gambar di atas walaupun saya lelaki

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak yang tidak setuju sebenarnya. Mungkin ini hanya bahan candaan belaka 😊

      Hapus