Senin, 29 Agustus 2016

SEMINAR PAK HERNOWO



Saat itu, ketika kubuka facebook, aku melihat suatu kiriman yang menandaiku. Kiriman itu dari kanda Mauliah Mulkin. Ternyata aku diundang untuk menghadiri sebuah seminar parenting dan literasi. Seminar itu akan menghadirkan pak Hernowo Hasim, seorang penulis yang sangat produktif. Bapak ini telah menelurkan karyanya, 24 buku selama 4 tahun. Undangan yang menarik, batinku. Gratis lagi. Langsung saja kukomentari undangan itu dengan menjawab bahwa aku ikut mendaftar.

Keesokan harinya, kutanya pada daengku. Mau tidak ke acara seminar yang akan dilaksanakan di Gowa Trade Centre (GTC). Daengku bilang dia juga mau ikut. Sekalian berakhir pekan, katanya. Alhamdulillah, aku bersyukur. Artinya ada yang mengantar nih. Aku kemudian membagikan kiriman kak Uli. Dan sahabatku, Mila Nurhayati ternyata mau juga ikut didaftarkan. Tetapi sayang sekali, menjelang acara dia bilang dia tidak bisa ikutan ke acara itu. Karena ada halangan.

Pada hari "H"nya, aku cemas karena anak-anak belum bangun padahal sudah pukul 08.00 pagi. Sedangkan acara di mulai pukul 08.30. Sampai pukul 08.30, aku mulai serius membangunkan mereka. Takutnya, batal berangkat kalau kelamaan. Akhirnya mereka bangun juga. Aku secepatnya memandikan si bungsu dan memakaikan bajunya. Si ayah membersihkan kereta yang mau dipakai. Sudah dibersihkan tetapi tetap saja berdebu. Barangkali karena tidak ditutupi.

Setelah anak siap, melalui whatsapp, aku melihat kak Faridah Idris mengatakan acara sudah dimulai. Aku deg-degan. Padahal aku mau memintaizinkan dulu Renaisa kepada gurunya di sekolah. Renaisa masuk pukul 10.00. Jadi aku mesti minta izin sebelumnya. Sebenarnya gurunya agak keberatan mengizinkan. Tetapi, aku juga tidak bisa meninggalkannya di rumah sendirian. Waima ada adik dan karyawan lain di ruko. Aku mesti membawanya bersamaku. Apalagi acara ini juga akan sangat bermanfaat buat dia.

Berangkatlah kami ke GTC. Sesampai di sana, lumayan oke dan mantap penyambutan panitianya. Mereka menyambut kami dengan ramah. Di sepanjang jalan, ada panitia yang menunjukkan ke arah tempat berlangsungnya acara seminar. Aku senang sekali. Karena hal itu memudahkan dan mempercepat kami sampai di tempat acara. Apalagi kami rada-rada terlambat.

Sesampai di dalam ruangan, aku melihat Hadijah Sandra sudah duduk dengan nyaman. Aku menyangka dia belum datang. Karena belum lama berselang, dia menyapa melalui whattsapp, menanyakan di mana tempat seminar. Tidak  kusangka dia sudah duduk manis dalam ruangan. Dia lalu memanggilku duduk di dekatnya. Sedangkan daengku lebih memilih duduk di belakang. Sambil mendengarkan bapak Hernowo, aku mencari kak Faridah. Ternyata beliau berada di deretan depan. Di depannya, aku melihat kak Sulhan Yusuf dan kak Mauliah Mulkin. Sepasang suami isteri pegiat literasi di Makassar.  Lumayan banyak juga yang menghadiri acara seminar ini. Aku kemudian melihat kak Abdul Rasyid Idris bersama istri, kak Rusnawati, duduk di belakang daengku.



Setelah bapak Hernowo usai memaparkan isi buku terbarunya. Lalu diisi dengan sesi tanya jawab. Ada yang bertanya, apa doanya agar anak bisa rajin membaca dan beberapa pertanyaan lainnya. Sayang sekali, sound sistemnya agak berdengung sehingga aku kurang bisa menikmati setiap pemaparan demi pemaparan. Tapi untungnya, buku Flow in Socmed sudah tersedia di tempat seminar. Dengan harga diskon pula. Dengan buku itu, kita bisa menemukan cara bagaimana bisa membaca ngemil dan menulis bagai air mengalir. Seperti apa itu membaca ngemil dan menulis bagai air mengalir. Silakan beli bukunya dan mari mendarasnya.

Setelah sesi tanya jawab, ternyata ada sesi untuk minta tanda tangannya pak Hernowo. Aku yang belum memegang bukunya, bergegas ke depan mencari buku itu, demikian pula Hadijah Sandra. Peserta yang lain juga ikut mengantri untuk membeli bukunya pak Hernowo. Kapan lagi ada kesempatan seperti ini. Jarang-jarang lho, kita dapat tanda tangan si empunya karya di buku kita. Peserta seminar antri guna mendapat tanda tangan pak Hernowo. Momen itu diabadikan daengku melalui hp sederhananya. Momen yang menyenangkan. Terlihat dari wajah-wajah riang mereka. Senang sekali kelihatannya.Aku pun demikian.



Setelah sesi penandatanganan buku selesai, ada sesi foto-foto rupanya dengan pak Hernowo. Mendapat kesempatan untuk berfoto dengan pak Hernowo, kami tidak sia-siakan. Jarang-jarang ada momen seperti ini. Siapa tau kepiawaian menulis pak Hernowo menular kepada kami. Minimal semangatnya. Bisa membuat ketertarikan kami pada dunia literasi semakin membuncah.

Aku menikmati seminar ini. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Semoga di kesempatan lain bisa mengikuti acara-acara yang menarik dan bermanfaat seperti ini. Sekarang saatnya mendaras buku yang sudah berada dalam pangkuan ini. Mendaras "Flow in Socmed". Semoga buku ini bisa membawa perubahan dan perbaikan pada diriku. Barakallahu.

Thengkyu buat gurunda, Mauliah Mulkin..

Tentang Menulis

Mengalir seperti air

Bagaimana menulis mengalir seperti air?
Ketika kita menulis tanpa ada beban yang membuat kita ragu dalam menuliskan ide-ide yang mengendap dalam pikiran kita. Terkadang banyak ide atau gagasan yang kita punyai tetapi kita tak mampu menuangkan di atas kertas atau lembaran halaman di laptop kita. Kira-kira ada apa dan kenapa yah. Barangkali karena kita takut apa yang kita tuliskan salah, tidak mendalam atau pitikana-kanai. Tetapi jika kita takut untuk memulai menuangkan ide atau apa yang bersembunyi di balik fikiran kita. Kapan lagi kita bisa? Takut, cemas atau rasa kawatir itu biasa. Apalagi bagi seorang pemula.

Sebenarnya tidak susah-susah amat untuk menyalurkan ide kita di atas secarik kertas atau di halaman laptop kita. Tinggal mengetik-ngetik. Jadi deh. Dari mana asal kata-kata itu muncul. Semua itu hasil dari mendengar dan membaca. Jadi ketika kita ingin menulis dengan baik. Rajin-rajinlah mendengarkan para ahli dalam menguraikan pendapatnya. Dan paling penting juga untuk sering-sering membaca buku. Karena dari buku, kosa kata kita akan bertambah. Sehingga ketika kita menuliskan ide, kita akan lebih mudah karena kita telah memiliki perbendaharaan kata yang mumpuni yang berasal dari bahan bacaan kita.

Kapan kita memulai menulis. Bisa kapan saja. Tergantung waktu dan kesempatan kita. Tak jarang kita berdalih, tak ada waktu dan tak ada kesempatan. Itulah alasan yang muncul ketika ditanya kenapa tidak menulis lagi. Tetapi itu tidak bisa menjadi alasan untuk kita tidak menulis. Sebab, jika kita memang punya tekad yang kuat. Punya rasa cinta dalam menulis. Kita akan merasa rindu dan merasa seperti ada yang kurang ketika kita tidak menulis untuk satu hari saja. Begitulah seperti ada dorongan yang kuat untuk menuangkan tulisan. Apa itu berupa pengalaman, perasaan saat itu atau apapun saja.

Untuk menjaga semangat dalam menulis, aku senang membaca tulisan para senior yang telah menggeluti dunia literasi. Mereka produktif sekali dalam menulis. Seperti tak pernah kehabisan ide untuk melahirkan sebuah karya bergizi yang menyehatkan jiwa. Aku senang membaca karya-karya mereka. Tak jarang aku juga merasa cemburu melihat para yunior yang juga begitu kreatif dalam menuangkan ide mereka. Mereka lah juga yang membuatku begitu bersemangat dalam mempelajari dunia tulis menulis ini.

Harapanku dengan melalui tulisan, aku bisa berbagi apa saja. Berbagi kegembiraan, semangat dan tentu saja mengajak kepada kebaikan.