Senin, 10 Desember 2018

Sebuah Permintaan

Seorang bapak singgah di depan sebuah rumah. Bapak itu memberi salam, "Assalamu 'alaikum." Tuan rumah, seorang ibu, membalas salamnya, "Waalaikumsalam."

Si bapak duduk di kursi teras dan berkata pada ibu itu, "Ibu, saya mau minta tolong." Ibu itu bertanya, "Iya, minta tolong apa, Pak?" Bapak itu menjawab, "Begini Ibu, saya mau minta jilbab, Bu. Saya mau berikan pada adikku yang mau masuk pesantren."

Ibu itu menjawab, "Oh iya, Pak. Saya juga kurang jilbabku, Pak. Saya biasa sumbangkan kalau ada yang butuh." Bapak itu menukas, "Yang ada saja, Bu." Ibu itu membalas, "Ada memang Pak, tapi saya jarang beli jilbab. Apalagi sekarang mesin cuci rusak dan saya sibuk, jilbab belum dicuci, Pak."

Bapak itu bilang, "Tolong Bu, ini untuk adekku yang mau masuk pesantren, biar yang kotor saja, Bu." Ibu itu merasa aneh, kok kayak ada nada pemaksaan dalam nada bicara si Bapak. Ibu itu bilang, "Minta Maaf ya, Pak. Insya Allah lain kali ya."

Bapak itu bergegas berdiri lalu bilang sama si ibu, "Kalau begitu tidak usah, Bu. Ibu sombong sekali." Lalu, Bapak itu berlalu dengan membawa bungkusan kantong kresek hitamnya. Entah apa isinya.

Dan ibu itupun melongo dan berbisik, "Astagfirullah...Duh Tuhan, salahkah diriku 😢?"

#KisahRenungan

DIARY

Dulu sekitar tahun 1980-1990an, ada kebiasaan menulis diary yang dilakukan oleh remaja usia SMP-SMA. Diary yang dimaksud pada waktu itu bukanlah buku untuk menulis catatan harian kegiatan. Tetapi diary yang dimaksud itu adalah buku agenda yang cantik yang biasanya diisi oleh teman-teman satu kelas. Biasanya yang punya diary adalah remaja cewek. Yang cowok bukannya tidak ada, tapi pada umumnya yang biasa punya buku diary ini kebanyakan yang cewek.



Sebelum buku diary itu diberikan kepada teman sekelas, si pemilik menulis terlebih dahulu. Yang ditulis itu tentang nama, alamat, cita-cita, hobby dan motto. Apalagi yah? Saya sudah lupa. Paling menyenangkan jika semua teman menulis di diary yang kita miliki. Dari semua yang dituliskan itu ada satu hal yang menarik. Yaitu motto. Motto yang paling sering dituluskan itu adalah One by One. Dan hampir sebagian besar yang isi diary menulis seperti itu.

One by one. Pada waktu itu saya tidak mengerti sepenuhnya apa yang dimaksud dengan motto itu. One by one atau satu tetap satu. Bahkan ada yang menambahkan, one by one, satu tetap satu, tidak mungkin jadi dua, dan haram menjadi tiga. Entah apa yang dimaksud kalimat itu, karena pada waktu itu, yang menulis motto itu rata-rata tidak punya pacar. Karena pada waktu itu yang namanya pacaran tidak selazim seperti sekarang.

Dulu jaman SMP kita masih lugu-lugu, tidak seperti sekarang masih SD sudah punya "yayang-yayang." Terlihat dari beberapa postingan beberapa teman FB saya masih di bawah umur. Sering mengucapkan pada temannya yang lagi berulang tahun pacarannya. "Pianiv 1month yah, semoga langgeng. Pianiv 3 month yah, semoga bertambah sayangnya." Pianiv maksudnya happy anniversary. Membacanya aku jadi geli sekaligus miris. Kasihan sebagian anak-anak sekarang, semestinya pada usia seperti itu, bagus-bagusnya berteman, eh ini malah pacar-pacaran.

Jadi, One by One, motto yang paling favorit dituliskan oleh teman-teman pada waktu itu. Entah apa yang mendasarinya atau alasannya mengapa memilih motto itu. Apakah karena motto itu terlanjur terkenal atau apa?

#Kenangan
#FreeWriting

Selasa, 04 Desember 2018

Intoleransi

Saya pernah mengunfriend seseorang. Alasan saya memutus pertemanan dengannya karena saya menilai dia intoleran. Banyak yang memanggil dia habib saat berkomentar di statusnya. Statusnya bagus-bagus. Kecintaan terhadap Rasul dan keluarga Rasul. Banyak yang like dan share. Saya juga senang membacanya. Tetapi, kalau menyinggung tentang muslimah bercadar, dia sepertinya anti banget.

Pernah teman fbku itu memosting gambar tentang muslimah bercadar yang lagi berendam di kolam renang. Dia beri caption "Ikan Pari Ngambang". Kaget juga melihat statusnya. Kok ada habib postingannya begitu sih. Apa untuk kesenangan semata. Happy fun atau apa? Lalu banyak komentar negatif yang muncul di postingan tersebut. Dia beri emoticon ketawa. Sesekali dia menanggapi dengan ber haha hihi. Betapa senangnya dia dengan cemoohan terhadap saudarinya yang muslimah. Bukankah setiap muslim itu bersaudara? Mau dia berjilbab, bercadar, atau belum berjilbab, tetaplah saudara.

Ketidaksukaan terhadap muslimah bercadar itu memang biasa. Banyak komentar miring terhadapnya. Tetapi kalau seorang habib seperti itu alangkah sayangnya. Karena hasil pembacaan saya tentang bunda Fatimah dan isteri-isteri Rosulullah, mereka itu bercadar. Mungkin tidak seperti model cadar (penutup muka) yang dipakai di Indonesia. Walaupun dikatakan bahwa cadar itu budaya Arab. Atau budaya Yahudi sekali pun. Itu tidak menjadi masalah. Itu pilihan masing-masing person.

Setiap orang punya kebebasan dalam menentukan pilihannya, begitu pula dalam hal berpakaian. Selama masih sopan dan tidak mengganggu orang lain. Begitu juga dengan seorang muslimah. Mau bercadar, berjilbab atau tidak berjilbab sekalipun. Menghargai pilihan orang lain itu lebih baik daripada menghinanya.

By : Hamsinah Hamid

#IbukIbukMenulis

Selasa, 11 September 2018

Sabrina "Bad Mood" Sekolah

Setelah satu minggu tidak pergi sekolah. Sabrina mau lagi menginjakkan kakinya di tempatnya bersekolah. Sebelumnya, selama seminggu kalau ditanya kapan ke sekolah lagi. Dia bilang hari senin pi.

Hari ini, si bungsu ke sekolah bersamaku. Ia tidak mau ditinggalkan. Selama beberapa menit kami di pintu saja. Ia pegang tanganku, seperti tak mau ditinggalkan. Kubujuk ia dan kusemangati. Mana semangatmu..ini semangatku. Aku tersenyum dan mengajaknya tersenyum. Ia pun tersenyum. Dan memelukku.

Aku masuk ke kelas. Agar ia juga ikut masuk. Aku duduk di bangku kecil. Sabrina dipanggil temannya untuk duduk di dekatnya. Tapi Sabrina enggan meninggalkanku. Aku membiarkannya di dekatku. Gurunya memanggil dengan lembut, di sini duduk Sabrina. Sabrina hanya tersenyum.



Selang beberapa menit kemudian, pelajaran telah berlangsung. Menyanyi dan membaca do'a dan permainan yel-yel anak. Anak-anak belajar dan bermain dengan riangnya. Aku berusaha membangkitkan semangatnya untuk bergabung dengan temannya yang lain.

Aku mengatakan padanya. Saya tidak pergi ji nak kutemani jaki nak. Aku angkat kedua tangan. Sabrina pun mengangkat tangannya. Kami toss. Sabrina ketawa. Aku ketawa. Kami ketawa bersama. Tapi ketawa kami perlahan, takut mengganggu teman-teman yang lagi belajar.

Ketika teman-teman berdo'a dipimpin sama gurunya. Teman-temannya mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. Aku mengajak Sabrina mengangkat kedua tangannya juga untuk berdoa. Sabrina kuajak mengikuti arahan gurunya tanpa bergabung dengan teman-temannya yang lain.

Dan, ketika Sabrina mau ikut gabung sama temannya. Saya lega. Walaupun sesekali Sabrina melirik kepadaku yang duduk di bangku kecil di belakangnya. Mungkin untuk sementara Sabrina harus kutemani dulu.

Sabrina..anakku yang terkecil, umur genap 5 tahun bulan ini. Entah mengapa mengalami perubahan. Dia menjadi takut ditinggalkan. Padahal selama dua bulan, ia cuma diantar dan dijemput, tak ada masalah.

Oh iya, ada peristiwa sebelum terjadi perubahan pada sikap Sabrina. Hari itu kami melayat. Melayat sepupunya yang meninggal. Dia ikut duduk di samping jenazah. Banyak yang menangis. Bagaimana tidak bersedih jika yang meninggal ini seorang pemuda yang baik, masih muda, baru tamat SMA. Kami pun turut larut dalam kesedihan.

Besoknya, Sabrina diantar ke sekolah sama ayahnya. Sabrina sendiri yang memanggil ayah. Padahal anakku yang lain memanggil aba. Tiba-tiba ada telpon dari gurunya, katanya Sabrina nangis. Gurunya heran karena selama ini Sabrina tidak begitu. Ayahnya pergi menjemputnya ke sekolah. Anakku pun pulang. Saya tanya dia, kenapa pulang. Katanya, cari mama.

Jadi untuk sementara ini, saya minta izin ibu guru untuk menemani anakku. Sampai ia betul-betul siap untuk ditinggalkan. Bersama dengan teman-temannya yang lain. Bermain, belajar dan bersosialisasi.

@Tulisan sambil menunggu anak.

#KisahSabrina

Kamis, 23 Agustus 2018

Balon Gas Lebaran

Setiap hari raya baik hari raya Iedul Fitri atau Iedul Adha di lapangan pada waktu menunaikan sholat ied pasti penjual balon gas selalu meramaikan. Balon-balon gas itu selalu bisa menarik perhatian anak kecil. Beragam bentuk, warna dan gambar balon membuat anak-anak tidak tahan untuk segera mendapatkannya.

Ada yang berbentuk kapal, mobil dan masih banyak lagi. Berwarna-warni pula. Gambar semacam Upin Ipin, Putri Salju, dan gambar terkini, yaitu Tayo, sejenis bus dari film Tayo.

Baru memasuki lapangan, anak sudah berteriak balon ma balon ma. Tayo Tayo. Dijawab bentar dulu nak. Habis sholat baru kita beli yah. Habis sholat ied, khutbah pun berkumandang, anak semakin tak sabar. Grasa grusu minta dibelikan. Salah sendiri ibunya bilang belinya habis sholat. Nah sekarang nagih deh. Tapi penjualnya cukup jauh. Di luar pagar. Harus melewati banyak orang kalau mau pergi beli.

Sepanjang khutbah dia merengut marah-marah. Rupanya dia tak sabar. Sampai-sampai jilbab kakaknya ditarik-tariknya. Aduh jangan dong. Yang sabar yah. Ceramahnya hampir selesai. Baru kita beli yah.



Ada balon gas yang terbang. Ditunjukkan kepadanya. Itu nak ada balon lepas terbang deh. Nanti terbang juga kalau kita beli sekarang. Sabar yah. Dia pun jadi tenang. LaLu kubujuk kakaknya untuk membelikannya. Tapi katanya tidak enak melewati orang banyak. Jadi bersabarlah kita menghadapi anak yang mupeng dengan balon gas cantik itu.

Sepanjang khutbah itu, ada terbetik pikiran. Waduh sebaiknya dilarang saja ini penjual balon ke lokasi sholat ied. Mengganggu konsentrasi saja. Boleh saja menjual kalau sholat sudah selesai baru mereka datang. Mungkin bisa menunggu dulu di tempat yang tidak jauh dari lokasi. Pikiran konyol barangkali itu yah. Mereka khan ikut sholat ied juga. Dan lebih menyedihkan lagi kalau mereka dilarang berjualan. Itu khan ladang rezeki mereka. Kejam nian pikiran itu yah.

Sehabis khutbah, si kecil langsung kelihatan riang. Tidak marah-marah lagi. Kami bergegas menuju tempat penjual balon gas. Banyak pembelinya. Kami mesti antri. Saya berharap semoga tidak kehabisan. Dan tidak ada yang mengambil balon Tayo incarannya. Dia senang sekali sewaktu balon Tayo sudah berpindah ke tangannya. Saya pun senang melihatnya tertawa bahagia sambil memegang balonnya.

Rabu, 21 Maret 2018

Wanita dan Hijab, Sebuah Perspektif

Sekarang saya mengerti mengapa ada sebuah do'a yang berbunyi :
"Karuniakanlah kepada kaum perempuan rasa malu dan kesucian."

Pada era kiwari ini,  lewat medsos seorang bisa mengupload foto apa saja lewat smartphonenya. Ribuan foto berseliweran setiap detik melalui beranda facebook. Foto-foto itu menandakan keeksisan penguploadnya. Foto diri pun tampil menghiasi halaman facebook ataupun instagram yang sangat menarik dan menyita waktu penggunanya. Diakui atau tidak, medsos merupakan magnet yang sangat kuat. Seseorang bisa tahan berjam-jam melototi benda datar di genggamannya. Interaksi antar pengguna di medsos luar biasa baik melalui jempol maupun komentar. Bahkan terkadang bisa dilanjutkan dengan chattingan.

Melalui fb dan instagram perempuan dan lelaki bisa leluasa mengupload foto dan memampangkan wajahnya secara close up di fb. Di mana teman-teman fbnya bukan hanya sesama jenis tapi juga lawan jenis. Dapat melihatnya dan memperhatikan raut muka foto yang tampil.

Foto yang tampil tentu saja yang terbaik bahkan kalau perlu pakai editan agar tampak kinclong. Khususnya foto perempuan bahkan ada yang bergincu dan berpemerah pipi. Tampak cantik sekali. Barangkali wajah bukanlah aurat menurut pendapat sebagian besar orang. Tetapi memasang foto diri yang sudah bersolek. Bisa menarik hati dan gairah lawan jenis. Betul apa bener 😊😄

Suatu hal yang mengherankan ketika perilaku memajang foto diri secara close up bukan hanya dilakukan oleh orang awam. Tetapi juga oleh yang sudah paham mengenai hijab.

Terbukti di medsos dalam hal ini facebook maupun instagram berseliweran foto-foto selfi akhwat berjilbab syar'i. Like bertebaran dan komentar memuji kecantikan si akhwat pun juga tak ketinggalan. Sang pemuji pun mayoritas lelaki. Kalau begitu di mana letak hijab seorang perempuan ketika wajahnya yang cantik dan memesona terpampang dan banyak penikmatnya.

Maka menjadi wajarlah ketika cadar diwajibkan oleh sebagian ulama. Hal itu bertujuan agar kecantikan seorang perempuan terjaga dari pandangan yang bukan mahramnya. Tak lain dan tak bukan untuk membantu kaum lelaki dalam menundukkan pandangannya. Toh, tidak semua lelaki mampu menundukkan pandangan.

Tak menjadi soal ketika seorang perempuan tidak menutup muka (cadar) ketika dia tidak menghias muka dengan berbagai alat kosmetik yang membuat kecantikannya lebih menonjol. Terlebih lagi jika ia mengupload foto selfinya di medsos. Karena jika hal itu dilakukannya, tidakkah itu melanggar fungsi hijab? Bukankah perhiasan yang paling indah dan menakjubkan adalah wajah indah dan menawan penuh pesona. Menarik mana wajah atau tangan yang mesti ditutupi?  Pada umumnya, ketika seorang lelaki tertarik kepada seorang perempuan bagian manakah yah paling menarik dan bisa membuatnya terbayang-bayang pagi, siang dan malam. Hayooo dijawab..

Kembali ke persoalan semula tentang kesucian dan kehormatan seorang perempuan. Kita mengenal beberapa tokoh perempuan suci dalam agama Islam. Mereka adalah contoh maksimal dalam kehidupan kita. Semisal Maryam as, bagaimana seorang Maryam tak pernah bertemu dan bersentuhan dengan sosok lelaki non mahram. Selalu beribadah di mihrabnya. Sebelum diberi amanah mengandung dan melahirkan seorang nabi agung, nabi Isa as. Hal yang pastilah sulit dilakukan oleh kita pada jaman canggih ini.

Barangkali kita tidak bisa seperti beliau tetapi kita bisa menjaga perilaku dan pergaulan kita. Membatasi pergaulan dengan lelaki non mahram. Bergaul boleh tetapi ada batasnya. Demikian pula, perempuan perlu mengetahui tentang hijab atau penutup aurat.

Secara umum aurat wanita yang perlu dijaga :
(1). Menutup aurat bagi seorang wanita itu adalah semua badannya kecuali wajah, tangan sampai pergelangan.
(2). Kaki itu harus ditutup dan ini wajib.
(3). Cadar, yaitu yang menutupi wajah kecuali mata, hukumnya sunnah saja dan tidak wajib.
(4). Kalau wajahnya dihiasi, begitu pula tangannya, maka wajib di tutup juga.
(5). Tidak boleh pakai wewangian di depan bukan muhrim.
(6). Tidak boleh melembut-lembutkan suara pada yang bukan muhrim.
(7). Tidak boleh keluar rumah tanpa ijin orang tuanya dan/atau suami (kalau sudah menikah).

Adapun tentang cadar, ada juga ulama yang berpendapat seperti ini.

* Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat”. (Hasyiah вЂ˜Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189).

* Al Allamah Ibnu Najiim berkata:

Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah”. (Al Bahr Ar Raaiq, 284).

Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?

Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.

Berdasarkan uraian tentang batasan aurat di atas kita bisa menyimpulkan sendiri bagaimana kita sebagai seorang perempuan menutup aurat kita. Baik dalam rangka memenuhi kewajiban kita sebagai hamba dalam mematuhi perintah berhijab. Dan untuk kenyamanan dan keamanan kita dalam pergaulan.

Dalam berhijab tak ada paksaan, sama halnya ketika dalam beragama dan berkeyakinan juga tak ada paksaan. Kita boleh memilih mau berhijab atau tidak, berhijab seperti apa dan bagaimana. Karena semua pilihan kita, akan kita pertanggungjawabkan sendiri. Baik di hadapan manusia apalagi di hadapan sang Khalik.









Senin, 05 Maret 2018

Kader dan Independensi

Saya seorang kader. Saya akui itu. Sebagai seorang kader ketika mendapat tugas atau amanah. Maka harus dilaksanakan. Akan tetapi, saya dalam situasi seperti ini merasa tidak sanggup untuk melakukannya. Apa penyebabnya. Karena mungkin saya belum move on dari pengalaman yang saya rasa sangat tidak menyenangkan.

Pengalaman apakah itu? Bagi teman-teman sehimpunan mungkin taulah penyebabnya. Saat di mana kita sebagai seorang pluralis mesti berhadapan dengan beberapa senior yang anti terhadap kelompok tertentu. Berada di antara mereka, di kelilingi oleh mereka yang senantiasa menyuarakan ketidaksukaannya terhadap kelompok lain bagi saya sangat dan sangat tidak menyenangkan.

Saat itu saya ditugaskan memandu di salah satu basic training. Sebenarnya sudah duapuluhtahunan saya tidak pernah turun memandu tetapi karena kondisi cabang yang kekurangan pemandu akhwat sehingga saya pun diturunkan. Agak canggung rasanya memandu untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Namun karena hal itu pernah menjadi kebiasaan di masa lampau maka semua bisa diatasi.

Saya malam itu menginap mendampingi adik-adik peserta dan panitia. Dan paginya memandu materi pertama. Pematerinya adalah teman saya, mantan ketua kohati cabang. Periodenya pasangan saya menjabat ketua cabang pada waktu itu. Saya sangat senang memandunya. Soalnya saya sangat mengenalnya.

Saya pulang dan kembali lusanya karena sebelumnya saya sudah menyampaikan bahwa saya tidak bisa full time di lokasi mengingat status saya sebagai ibu rumah tangga. Dan kebetulan ada tamu saya dari kampung. Ponakan suami menginap selama tiga hari di rumah. Ketika kembali ke lokasi bastra, seorang pemandu senior akhwat menyatakan bahwa pemateri untuk materi akhwat tidak bisa hadir. Maka dia menyebut penggantinya. Lantas saya bilang saya kira yang bisa bawakan materi di bastra itu lulusan Senior Course yang otomatis lulusan LK 2. Beliau menjawab sudah berubahmi dek peraturannya, yang penting komitmen terhadap HMI dan kata Kak N yang penting bukan syiah.

Saya kaget alang kepalang. Saya lantas protes. Saya katakan berubahmi peraturannya? Kapan kak? Kenapa ada larangan seperti itu. Ada apa? saya kira Syiah itu Islamji juga, sama seperti Sunni dan Wahabi. Kalau sunni dan wahabi bisa ceramah di himpunan kenapa Syiah tidak. Kakak senior itu menjawab tanya maki kak N langsung dek. Kenapa saya harus tanya kak N,saya menyangkal. Bukankah dalam khittah perjuangan tak ada larangannya. Dia bilang, justru dalam khittah perjuangan itu tidak ada kata-kata syiah di dalamnya. Saya jawab, memang syiah tidak ada di dalamnya tetapi umat Islam itu apa dan siapa? Yah itu kelompok-kelompok Islam tak terkecuali Syiah pun includ di dalamnya. Senior bilang bicara maki saja sama Kak N. Saya jawab untuk apa Kak? Kak N bukan seniorku. Kak N bukan seniorku. Saking marahku itu sama si pembuat statement "yang penting bukan syiah".

Saya waktu itu bertiga sama sahabatku Mil. Mila menyaksikan aku mencak-mencak ala demonstran. Saking kaget dan terperangahnya aku mendengar pernyataan dari seniorku itu.
Betapa tidak himpunan yang kukenal selama ini adalah rumah besar bagi semua. Beragam pemikiran tumpah ruah di sana. Berdialektika dan sangat dinamis. Sekarang mau dimonopoli oleh segolongan orang laksana mau mengkhalaqahkan himpunan tercinta. Saya syok dan merasa terpukul.

Sebenarnya saya tidak mau mengungkapkan kejadian di ruang pemandu itu ke forum terbuka H3 tetapi saya merasa ini sangat berkaitan dengan kejadian belakangan ini. Di mana seorang mantan ketua kohati dikambinghitamkan menyebabkan krisis kohati. Beliau dituduh melarikan kader untuk aktif di tempat lain. Dan kejadian di sebuah forum alumni, tempat alumni Kohati berhimpun, terdapat pula pernyataan bahwa kalau ada pengurus yang ketahuan AB pecat saja. Selain itu saya merasa harus mengungkapkannya untuk memperoleh klarifikasi secara menyeluruh. Saya ingin mengetahui tanggapan dari para senior, pembuat statement dan pihak cabang tentang statemen yang dampaknya merugikan proses perkaderan di himpunan.

Saya ungkapkanlah masalah itu di forum. Berbagai tanggapan muncul, ada yang pro dan kontra. Ada yang mendukungku dan ada juga yang menyatakan tidak pada tempatnya saya mengungkapkan masalah itu. Tapi saya berpikir, ini adalah masalah krusial jika tidak mendapat perhatian serius, perpecahan di depan mata. Jika tidak mendapat kejelasan tentang masalah ini. Masalah yang terus berlarut-larut, masalah yang semestinya sudah tuntas bagi kader-kader sejati. Masalah yang sangat klasik.

Tak ada tanggapan dari pembuat statement dan terutama dari pemilik otoritas tertinggi yaitu Ketua cabang, dan ini menurut saya mengecewakan. Kalau si pembuat statemen bungkam itu berarti dia mengakui pernyataannya itu. Tetapi pihak cabang yang semestinya mengeluarkan pernyataan di saat genting seperti ini dan butuh penyikapan; diam seribu bahasa. Menyembunyikan dirinya di balik kegelisahan seniornya melihat kenyataan pahit yang terjadi di himpunan. Seharusnya beliau yang terhormat menyatakan menjamin seluruh kader dari berbagai latar untuk memberi kontribusi dalam proses perkaderan di himpunan. Peraturan tidak berubah dan tak ada larangan untuk mazhab tertentu untuk berkiprah di himpunan. Khan menyejukkan kalau seperti itu.

Saya pamit dari grup. Saya berharap permasalahan bisa dicari solusinya. Agar himpunan bisa seperti dulu lagi. Tempat berhimpun untuk semua. Dari berbagai latar, warna warninya beragam namun indah. Tempat pembelajaran, dunia mini masyarakat Islam yang majemuk. Berbeda tapi saling menghormati. Begitu menakjubkan.

Saya dimasukkan kembali dalam grup setelah satu bulan tidak aktif. Saya bilang jangan Kak karena saya tidak tahan melihat hal-hal yang tidak beres. Refleks ja itu komentar. Kakak senior bilang masuk saja, komentar saja. Saya sebenarnya sudah malas ke grup selama masih ada dalam grup yang anti terhadap mazhab tertentu. Tapi saya di add kembali sama senior dan tak bisa kutolak.

Pada suatu sore, seorang pemandu mengirim gambar situasi bastra yang sedang berlangsung. Dan foto itu mendapat banyak jempol dari teman-teman WAG. Sampai seorang seniorku yang terkenal anti syiah, menyoroti sang pemateri yang memakai kaos oblong dalam forum sebagai pelanggaran berat. Dan mengaitkannya dengan jabatannya sebelumnya. Dan Kak Ning pun ikut menimpalinya dengan berbagai komentar. Dan seorang senior yang lain pun ikut memberi tanggapun. Lantas saya bilang saya kira tidak substansialji itu memakai pakaian kaos oblong di forum. Mana pelanggaran yang berat memakai kaos oblong atau melarang pemateri karena mazhab tertentu. Lantas pernyataanku itu ditanggapi macam-macam. Ada yang bilang kadernya siapa ini. Angkatan berapa.Tidak pantas kader setingkat SC bisa mengeluarkan pernyataan seperti itu. Kalau begitu tidak usah pakai jilbab di forum, atau tak usah berpakaian sekalian. Ada yang bilang untung tidak mengikutkan keponakannya bastra kalau pemandunya seperti saya. Berbagai macam tanggapan muncul. Kak Arrang mengakuiku dan Kak Danial berharap saya bukan kadernya.

Kak Taju karena tidak tahan melihat diriku seorang ibu-ibu dibully habis-habisan, ikut berkomentar dengan nada menyejukkan tapi menurut kak Jamaluddin Karim itu juga merupakan tamparan bagi yang lain.

Sampai ada kiriman video pemateri yang sementara dibahas kaos oblongnya. Dibilang menistakan sahabat nabi padahal setelah mendengarnya tidak ada pernyataannya yang menghina sahabat nabi. Beliau cuma mencoba menuturkan kembali sejarah Islam di masa awal sepeninggal nabi.
Pro kontra bermunculan. Para senior mengeluarkan pernyataannya masing-masing. Dan sekali lagi Ketua Cabang tidak pernah muncul memberi komentar.
Sampai titik di mana suasana kembali mulai cair karena para guru turun tangan dengan mengeluarkan pernyataan yang menjejukkan misalnya dari Kak Ahmad Mujahid, Kak Tajuddin Noer, Kak Rajab Sabbarang, Kak Lukman Amir dan Kak Syafi Al Mandary dan yang lainnya.

Begitulah, kenyataan yang terjadi. Dua minggu kemudian saya diminta lewat whatsaap oleh ketua cabang untuk turun memandu. Pas bertepatan dengan malam pembukaan bastra. Saya meminta maaf tidak bisa. Penyampaian begitu mendadak sedangkan banyak kegiatan yang mesti saya ikuti dalam pekan itu. Dan saya sebenarnya belum sanggup berada di lingkungan, di antara orang-orang "intoleran". Saya trauma. Lagipula saya masih kecewa dengan ketua cabang yang tidak pernah mengklarifikasi masalah yang sudah terjadi. Saya melihat beliau tidak bisa menjaga independensi himpunan. Himpunan berada di bawah cengkeraman paham intoleransi para senior yang mengawal dan bahkan lebih dari itu. Tetapi kondisi himpunan yang tidak stabil dan mengalami krisis membuat sikapnya dapat dimaklumi.

Minggu, 04 Februari 2018

PERTEMUAN PERDANA IBUK-IBUK MENULIS

Pada Sabtu sore yang basah di areal Papirus, di kawasan Pusat Dakwah Muhammadiyah berlangsung pertemuan perdana Ibuk-Ibuk Menulis asuhan Kak Sulhan. Pertemuan ini untuk pertama kalinya diadakan di darat dan selanjutnya akan dilakukan secara online. Beberapa anggota Ibuk-Ibuk Menulis berkesempatan untuk hadir dan sebagian yang lain berhalangan hadir karena berbagai alasan. Ada yang karena tempat mukimnya di luar kota Makassar, ada karena kegiatan yang bersamaan yang tak dapat ditinggalkan, ada juga yang menunggu di sekitar danau Unhas tidak tahu bahwa lokasi pertemuan dipindahkan, ada yang kecapean karena ada beberapa kegiatan yang diikutinya sejak pagi dan alasan lainnya.


Pertemuan yang dijadwalkan ba'da Ashar itu dimulai pukul 16.45 Wita. Kak Sulhan mulai menjelaskan tentang mengapa diadakan Grup Ibuk-Ibuk Menulis. Katanya, beliau terinspirasi status dari seorang anggota Ibuk-Ibuk Menulis. Mengapa dinamakan Ibuk-Ibuk Menulis. Karena adanya istilah bapak-bapak. Unik lah kalau ada huruf  k dibelakang kata ibu-ibu. Hehehe. Mungkin ada pertanyaan, adanya grup ini arahnya kemana? Apakah untuk jadi seorang penulis? Jawabnya tidak. Yang penting di sini adalah bagaimana menulis bisa membahagiakan.

Semua orang di dunia ini pasti ingin bahagia. Ada cara yang mudah dan murah agar kita bahagia yaitu dengan menulis. Dengan menulis hati kita menjadi plong atau lega.

Kak Sulhan kemudian menguraikan tentang manusia yang terdiri dari jiwa dan raga. Mengapa dalam lagu Indonesia Raya, jiwa yang terlebih dahulu disebut. Bangunlah jiwanya bangunlah badannya. Karena sebenarnya kita mesti lebih perhatian terhadap kebutuhan  jiwa ini. Tetapi kita malah lebih memperhatikan kebutuhan ragawi kita.



Jiwa berkaitan dengan literasi dan raga  berkaitan dengan lemoterasi.
Raga atau jasmani untuk bisa hidup diperlukan makanan. Makanan ini diproses oleh perangkat pencernaan menghasilkan energi atau ampas. Makanan yang bergizi akan menghasilkan raga yang sehat sedangkan makanan beracun menyebabkan raga sakit.

Demikian pula halnya dengan jiwa, jiwa atau ruhani juga membutuhkan makanan untuk intelektualnya. Makanannya berupa buku bacaan. Bacaan ini diproses oleh perangkat intelektual menghasilkan energi jiwa berupa omongan dan tulisan. Bacaan yang beracun dapat merasuki diri menghasilkan omongan  dan tulisan yang menghasut atau dikenal dengan nama hoax. Bahayanya adalah menyebarkan racun dengan membagikan berita-berita hoax.

Penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Makan banyak-banyak  akan membuat kita memperoleh energi yang banyak. Dan membaca banyak-banyak akan membuat kita bisa menulis banyak. Ketika kita membaca secara “rakus” akan banyak yang bisa kita tulis. Setelah membaca buku kita dapat menuangkan dalam bentuk tulisan dengan bahasa sendiri dan pemahaman kita tentang buku yang sudah kita baca. Ini yang dinamakan mengikat makna menurut Bapak Hernowo Hasim.



Setelah itu, Kak Sulhan menjelaskan tentang makam-makam literasi. Perlu kita perhatikan, kata makam di sini. Bukan makan yah, tapi makam. Tempat atau di mana posisi kita dalam berliterasi. Makam-makam literasi yaitu yang pertama, makam dimana seseorang sekedar bebas buta huruf dan tuna tulis. Yang kedua, berkaitan dengan profesi. Seperti seorang mahasiswa yang membaca dan menulis sesuai dengan jurusan yang diambilnya. Misalnya mahasiswa hukum, ia hanya membaca buku-buku hukum dan menulis yang berkaitan dengan hukum pula. Yang ketiga, makam di mana seseorang membaca dan menulis merupakan kebutuhan jiwa. Dia merasa bahagia ketika dia membaca dan menulis. tApapun profesi kita, kita harus menulis untuk kebahagiaan jiwa.

Jenis tulisan terbagi  menjadi dua, yaitu tulisan fiksi dan non fiksi. Fiksi berupa karya sastra yaitu novel, cerita antara lain cerpen, cerbung, cergam dan lain-lain, dan  puisi. Non Fiksi berupa karya ilmiah, yaitu paper, skripsi, dan berita. Berita, opini, kritik, dan opini juga termasuk tulisan non fiksi.

Dalam grup Ibuk-Ibuk Menulis ini, jenis tulisan yang akan dibuat bukanlah termasuk jenis dua tulisan di atas. Dua jenis tulisan di atas banyak syarat yang perlu dipenuhi. Sedangkan tulisan anggota Ibuk-Ibuk menulis ini tak perlu syarat. Seperti ibu-ibu yang bawa motor  dalam lorong, hanya memakai daster dan tidak pakai helm juga tak perlu SIM. Berbeda dengan ketika mengendarai di jalan umum perlu memenuhi syarat dan aturan yang berlaku.


Jenis tulisan ini yang dinamai tulisan pra atau pemula. Yang ingin dimulai adalah kegiatan menulis supaya para ibu berbahagia. Kiat-kiat menulisnya yaitu yang pertama, menulis diary. Setiap ibu dijamin kemerdekaannya untuk menulis di diary masing-masing. Dalam diary ada privacy. Menulis di diary merupakan terapi karena merupakan curhat. Setelah curhat tertuangkan dalam diary maka akan timbul rasa plong atau lega dalam hati. Ketika menulis di buku  diary, seseorang berkuasa penuh dan tidak memerlukan berbagai aturan. Langkah berikutnya, yaitu menulis bebas atau free writing. Menulis saja secara bebas selama 10 menit. Tanpa mengeditnya selama proses penulisan berlangsung. Dalam hal ini, temanya umum sehingga kita pun bisa memosting di tempat umum.

Tujuan free writing adalah untuk meruntuhkan mitos-mitos kepenulisan dan melatih otot-otot kepenulisan kita. Agar kita berhasil dalam free writing dibutuhkan konsistensi dalam melaksanakannya. Namun yang terpenting dari itu adalah dengan menulis bebas, ada perasaan bahagia yang muncul setelah mempraktikkannya.

Demikian yang saya bisa tangkap dari penjelasan Kak Sulhan pada pertemuan perdana Ibuk-Ibuk Menulis di areal Papirus. Di antara banyaknya buku yang menarik perhatianku selama pertemuan itu. Sayangnya keuangan tidak memungkinkan untuk membeli banyak buku. Cukuplah satu buku novel klasik beralih ke dalam tasku, penanda kehadiranku di tempat itu. Saya yakin banyak kekurangan dari hasil penangkapan inderawi saya terhadap materi yang disampaikan oleh Kak Sulhan. Saya berterima kasih kepada beliau karena sudah bersedia membagi ilmu kepada kami, para ibu yang insya Allah masih bersemangat untuk belajar.

@ Foto-foto dalam tulisan ini adalah koleksi Kak Mauliah Mulkin

Selasa, 23 Januari 2018

Resume Buku

Resume Buku "Free Writing, Mengejar Kebahagiaan dengan Menulis"



Penulis        : Hernowo Hasim
Penerbit      : Bentang Pustaka
Cetakan       : Pertama, November 2017
Jumlah hal. : ××ii -215

Empat pilar komunikasi
1. Reading (Membaca)
2. Speaking (Berbicara)
3. Listening (Mendengar-Menyimak)
4. Writing (Menulis)

Membaca adalah memasukkan kata-kata dalam diri atau pikiran.
Sering membaca kita akan memiliki perbendaharaan kata yang kaya dan beragam.

Kita tidak akan memiliki kata-kata yang kaya jika kita tidak mau dan mampu membaca yang akan berguna nantinya pada waktu kita berkomunikasi atau menulis nantinya. Berbicara di depan umum tersendat-sendat, tidak lancar, akan banyak berhentinya. Demikian pula ketika kita menulis.

Ketika membaca sebaiknya membaca lantang (tetapi lihat dulu sikonnya) karena akan meningkatkan kemampuan komunikasinya. Mengapa?
Karena kedua telinga menyimak secara saksama (aktif listening).

Adapun efek membaca lantang :
1. Cermat memperhatikan susunan kalimat, kata aneh atau sulit dieja dan juga tanda-tanda baca.
2. Dapat merasakan irama membacanya (apakah irama bagus atau sangat buruk atau terbata-bata), tidak enak didengar, telinga lahir mampu mendeteksinya.

Itulah mengapa membaca lantang bisa meningkatkan kemampuan komunikasi.

Membaca ngemil (sedikit) dibarengi dengan membaca lantang dengan irama pembacaan yang dapat didengar oleh telinga lahir, si pelaku kemudian mengikat (menuliskan) pengalaman membacanya. Dan memperoleh gagasan dari apa yang dibacanya.

Kegiatan writing (menulis) adalah penutup yang sempurna dari rangkaian pilar komunikasi ini yang oleh pak Hernowo disebut konsep mengikat makna.

Writing atau menulis adalah mengeluarkan, mengungkapkan atau menyimpulkan pikiran dengan bantuan kata-kata.

Untuk melatih kita dalam menulis, kita bisa melakukan "free writing".
Free writing adalah menulis bebas, membuang pikiran secara blak-blakan. Dengan free writing, menulis menjadi nyaman dan menyenangkan. Kita tidak merasa risau dengan apa yang ditulis.

Menurut Radar Panca Buana :
Menulis bebas adalah disiplin kecil untuk tiap hari menulis tanpa henti. Bukan untuk menghasilkan tulisan yang bagus, melainkan sekedar menulis tanpa prosedur sensor dan editing.
Satu-satunya aturan adalah jangan berhenti menulis.

Penerapan free writing :
- 10 hingga 15 menit setiap hari selama sebulan. Dan seterusnya hingga terbiasa menulis.
- Menulis tanpa diedit selama proses penulisan berlangsung.

Dampak signifikan Free Writing adalah peningkatan kemampuan menulis apabila dilakukan secara terus menerus dan konsisten dalam waktu yang cukup lama.

Jadi kunci keberhasilan free writing adalah pembiasaan.

Bagaimana kalau kita merasa bosan ketika menerapkan free writing?
Ketika sudah terbiasa, kita akan merasa ada yang kurang ketika kita tidak menulis. Sekadar menulis pun sudah seperti dalam surga. Rasanya bahagia.

Ketika kita menulis, kita telah membuka fikiran, mengalirkan fikiran dan merangkai fikiran melalui huruf, kata dan kalimat yang tidak bermaknapun sudah merupakan kebahagiaan.

Kredonya :
Keep your hand (gerakkan saja tangan). Alirkan saja pikiran tanpa kita harus berpikir yang berat. Rasakan kebahagiaan dan rasakan kenyamanan ketika mengalirkan pikiran.

🌹Resume oleh Hamsinah Hamid 🌹

Sabtu, 13 Januari 2018

KRISIS MELANDA HIMPUNAN



Dalam suatu perbincangan dalam grup WA, terbetiklah beberapa komentar mengapa terjadi krisis di HMI.  Melihat kasus yang terjadi  bahwa kader  baru tidak merasa nyaman aktif di HMI.  Mereka  anak-anak seorang senior  yang menitipkan anaknya di HMI untuk dibina. Seorang teman, Alam mengatakan  salah satu masalahnya adalah bahwa terjadi mainstream  mazhab di dalam tubuh HMI MPO  Makassar. Namun ada seorang senior  kohati, Mbak Ning  yang mengatakan bahwa ketidaknyamanan itu mungkin dikarenakan faktor anak itu sendiri.  Bahwa tidak mungkin seorang anak diawasi selama 24 jam. Mungkin mereka tidak merasa cocok dengan kultur HMI yang islami.

Seorang senior, Kanda Amir mengatakan  masalah mazhab bisa dituntaskan di follow up. Kader perlu belajar tentang berbagai mazhab dalam tubuh Islam. Penjelasannya cukup rinci tentang penganut berbagai mazhab dengan penyebarannya di berbagai belahan dunia.  Senior kohati, Ina mengatakan tidak masalah ketika terjadi mainstream mazhab selama bisa merangkul yang lain. Menghormati mazhab yang lain. Bukankah HMI adalah rumah besar bagi semua. Itulah mengapa penghuninya merasa nyaman.  Alam menyangkalnya karena faktanya mengatakan lain.  Katanya, itulah mengapa dia dan beberapa teman yang lain hengkang dari grup alumni karena HMI  kewahabi-wahabian dan HMI MPO keDIPO-DIPOan. Ina mengatakan hal-hal seperti itu memang harus diungkapkan agar bisa diketahui faktor-faktor apa saja yang bisa menyebabkan minggatnya seorang kader dari Himpunan. Lyana turut berkomentar, seorang kader sah-sah saja merasa tidak nyaman dalam sebuah organisasi dan menjadi haknya dia untuk meninggalkan organisasi.

Senior kohati, Ina mengatakan bahwa memang tidak masalah ketika organisasi dalam keadaan baik-baik saja tetapi berbeda kalau organisasi dalam kondisi kritis. Tentu kita perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan anggota merasa tidak nyaman berada dalam sebuah himpunan. Mungkin pendekatan terhadap  kader perlu ditinjau kembali. Kita tidak boleh menuntut hasil secara instan. Biarkan mereka berproses.

Beberapa hal penyebab mundurnya HMI MPO khususnya di cabang Makassar, menurut pengamatan penulis adalah :

Pertama, Tidak adanya HMI CENTRE, Pikiran pengurus terporsir cukup besar untuk memikirkan pengadaan sekretariat setiap pergantian pengurus. Padahal tenaga dan pikiran pengurus bisa untuk penguatan lembaga dan pembinaan kader jika HMI Centre sudah ada.

Kedua, Adanya dualisme kepemimpinan, menjelang Pilpres 2014, yaitu di bawah kepemimpinan Hamzah Rakhabau dan Najamuddin Arfah. Kemudian menyatu kembali. Tetapi, kader terlanjur bingung.

Ketiga, Ketua Cabang periode 2016-2017 mengundurkan diri. Praktis kegiatan-kegiatan di cabang mandek.

Keempat, Pendekatan terhadap kader baru mungkin kurang relevan. Sistem doktrin dengan hasil instan. Perlu ditinjau kembali.

Kelima, Mainstream mazhab yang dominan. Cenderung mencurigai dan menafikan mazhab lain. Hal ini mengabaikan  pluralitas dalam tubuh HMI. Sesuatu yang bertentangan dengan Khittah Perjuangan HMI.

Kita tidak perlu mencari kambing hitam  penyebab kemunduran HMI khususnya HMI MPO Cabang Makassar. Tetapi, kita tidak bisa selalu membela diri dan menutup mata atas fakta yang terjadi di HMI. Yang terpenting sekarang adalah apa solusi terhadap permasalahan ini. Sehingga HMI cabang Makassar bisa bangkit. Dan jaya seperti dahulu kala. Yakusa.

Tabrakan di Barandasi

12 Januari 2018

Pukul 11.58 Wita. Alhamdulillah, kami tiba dengan selamat di Tonronge. Dalam perjalanan dari Makassar menuju Barru, terjadi kecelakaan di Barandasi, Maros. Tidak jauh dari persinggahan mobil. Tempat membeli oleh-oleh. Kami sempat singgah di tempat itu, sekedar membeli oleh-oleh ala kadarnya untuk anak di pondok.

Beberapa meter dari tempat itu, setelah mobil jalan, tiba-tiba dari arah berlawanan, sebuah mobil Triseda ingin berbelok arah. Triseda itu tampak miring meluncur dengan derasnya. Kendaraan itu tampak oleng.

Saya bilang, "Iiih natabrak maki, Aba. Natabrak maki." Saya tutup mata. Kupikir Triseda itu akan menabrak kendaraan kami. Tapi, tiba-tiba ada mobil Panther melaju dengan kencangnya di samping kendaraan kami. Mobil itulah yang dihantam Triseda itu.

Kusangka mobil Panther itu juga akan oleng dan mengenai kami. Karena kerasnya tabrakan itu. Sampai-sampai Triseda itu melayang, terhempas dan terbalik. Bannya terlempar. Ada serpihan Triseda mengenai kendaraan kami. Dan pengendara mobil beroda tiga itu berdarah-darah kepalanya.

Mobil Panther yang tertabrak tetap melaju dalam keadaan rusak. Sisi kiri badan mobil berlubang. Mobil kami menepi dan terlihat dari jauh mobil itu juga berhenti. Sepertinya, pengemudinya orang yang bertanggung jawab.

Kami melanjutkan perjalanan, setelah pengendara Triseda diantar ke rumah sakit oleh kerabatnya. Seorang sopir pete-pete yang menghentikan kendaraannya. Dan menurunkan para penumpangnya melihat kejadian itu.

Selama perjalanan, jantung berdebar, badan terasa loyo. Masih sangat jelas terbayang peristiwa tadi.

Puji syukur ke hadirat Allah, yang telah melindungi perjalanan kami.
Semoga kami selalu dalam perlindungan-Nya..aamiin..
Allohumma sholli ala Muhammad wa ali Muhammad..

Apresiasi dan Kritik Buku

Napoleon Bonaparte Seorang Muslim yang Berasal dari Makassar-Indonesia


Sudah sejak lama muncul dalam perbincangan  sambil lalu  atau sekedar candaan jikalau Napoleon Bonaparte itu aslinya adalah orang Indonesia, tepatnya dari Makassar. Buktinya, lagi-lagi, hanya sekedar melihat namanya belaka.  Kaisar hebat ini bernama Napo Daeng Liong bin Bora Daeng Irate, Napoleon Bonaparte. Mirip sekali memang. Tidak lebih dari itu. Selesai.

Cocoklogi tersebut akhirnya membuka ruang diskusi baru sekaligus semakin meluas ketika  buku  yang berjudul “Napoleon Bonaparte ternyata seorang Muslim, Diduga Ia berasal dari Makassar”  terbit tahun 2012 lalu, yang baru juga kami  dapatkan di penghujung tahun 2017.

Di bagian awal buku setebal 139 halaman ini, bab 1, 2 dan 3, secara umum mengulas  tentang kondisi dunia  abad ke-17  hingga abad 18, era dimana Napoleon dilahirkan, sepak terjangnya dalam  militer Perancis, pengangkatannya sebagai kaisar hingga kejatuhannya, termasuk kehidupan asmaranya dengan beberapa wanita. Ulasan semacam ini lazim ditemukan dibanyak buku sejarah, yang boleh jadi, mayoritas pembaca cenderung mengabaikan bagian-bagian ini. Tentu saja karena kita jauh lebih penasaran ingin membaca  bagaimana bisa panglima  besar ini, yang berada di urutan ke- 34   tokoh paling berpengaruh di sepanjang sejarah,  bisa menjadi seorang muslim dan asal usulnya dari Makassar, Indonesia.

Akhirnya tibalah di intisari buku ini, bab 4, 5 dan 6. Ada beberapa alasan yang menjadi dasar mengapa Napoleon diduga berasal dari Makassar. Pertama, konon  Sultan Hasanuddin  memiliki keturunan bernama  I Yandulu Daeng Mangalle, yang  pergi ke Siam (Thailand) bersama pengikutnya,  setelah kekalahan kerajaan Makassar pasca perjanjian Bongaya, dan mendapat suaka di sana. Kemudian Daeng Mangalle bersama adik raja Siam terlibat dalam rencana pemberontakan untuk menjatuhkan tahta Raja Narai. Sayang rencana tersebut terlanjur bocor. Meski ada peluang pengampunan dari raja, tapi Daeng Mangalle dan pengikutnya tidak menyerah hingga terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang dimenangkan oleh pihak kerajaan. Meskipun sedikit, pasukan Makassar ini dikatakan hampir menguasai kerajaan karena semangat tempurnya yang tak kenal mundur. Inilah yang membuat kagum tentara Perancis yang mengetahui peristiwa ini. Lantas dua putra I Yandullu Daeng Mangalle  diampuni oleh raja Siam kemudian keduanya dibawa menetap di  Perancis bahkan keduanya dimasukkan ke akademi tentara di Perancis.  Mereka berdua kemudian berganti nama, Daeng Ruru berganti nama menjadi Louis Pierre de Macassart, yang kedua Daeng Tulolo menjadi Louis Dauphin.  Mereka  inilah yang dianggap melahirkan sang tokoh besar Napoleon Bonaparte.

Kedua, dari segi fisik, Napoleon memiliki ukuran tubuh yang  relatif kecil. Ia lebih mirip orang Makassar pada umumnya,  dibandingkan  orang-orang Eropa lainnya yang bertubuh tinggi. Ketiga, lambang ‘sakral’ Perancis berupa ayam jantan, konon katanya diinspirasi  kepahlawanan Sultan Hasanuddin yang bergelar  ayam jantan dari Timur. Barangkali yang paling mudah dilihat adalah  logo ayam yang tersemat di bagian dada  baju kesebelasan Perancis.

Lantas bagaimana Napoleon menjadi muslim ini diungkap dalam harian resmi Prancis, Le Moniteour Universal (terbit dalam kurun waktu 1789-1868). Disebutkan bahwa Napoleon  resmi menjadi Muslim  pada 1798. Kutipan berita inilah  yang kemudian dimuat dalam buku Satanic Voices – Ancient and Modern karya David Musa Pidcock  tepatnya pada halam 61.

Buku Pidcock ini terbit pada 1992, demikian tulisan yang dikutip media.isnets.org. pidcock juga menuliskan bahwa Napoleon memilih nama Ali sebagai nama barunya, sehingga menjadi Ali Napoleon Bonaparte.

Napoleon disebut-sebut mengakui superiotas hukum Islam, bahkan berniat menerapkannya  dalam kekaisarannya di Perancis.  Prinsip-prinsip  syariah itu sempat dimasukkan ke dalam Civil Code Napoleon atau hukum  yang ditulis  oleh Napoleon. Kode Napoleon ini kemudian menginsipirasi  konstitusi Perancis  dan konstitusi negara-negara taklukan Napoleon di Eropa.

Kritik
Sudah barang tentu buku ini patut diapresiasi. Serpihan-serpihan  ide dan tulisan yang berserakan  bisa berwujud buku yang manis seperti ini merupakan hasil kerja keras, ketekunan dan semangat dari penulis, apalagi temanya sangat unik dan langka.

Sayang sekali buku ini tidak memberi porsi penjelasan yang luas dan mendalam  pada tema pokok buku ini, yaitu  bagaimana  menelusuri riwayat  Napoleon benar-benar berasal dari Makassar. Buku setebal 138 halaman ini, hanya memberi ruang tidak lebih dari 5 halaman penjelasan tentang bagaimana Napoleon berasal dari Makassar. Ada keterputusan atau gap  riwayat  yang tidak disebut dalam buku ini, dari Daeng Ruru (Louis Pierre de Macassart) atau Daeng Tulolo (Louis Dophin) ke Napoleon Bonaparte. Para sejarawan Perancis dan dunia pun, sejauh ini, tidak ada yang membahas secara khusus tentang asal usul Napoleon yang berbeda dengan sejarah yang umum ditulis.
Sangat berbeda, misalnya, dengan Tun Abd Razak, perdana menteri pertama Malaysia, yang memiliki silsilah yang lengkap hingga ke Karaeng Sanrobone, Putra Karaeng Bontomangape Sultan Hasanuddin. Atau dr. Wahidin Sudirohusodo yang memiliki riwayat  hingga ke Karaeng Naba, yang ikut terlibat membantu Trunajoyo dalam memerangi kompeni Belanda. 

Terkait riwayat Napoleon tersebut, tepatlah jika penulis buku ini memberi judul “......diduga dari Makassar”, karena memang hampir semuanya bersifat perkiraan belaka. Menganggap Napoleon berasal dari Makassar, jauh lebih  misteri  dibandingkan pendapat yang mengatakan bahwa Hang Tuah, bernama Makassar—Daeng Merupawah,   itu berasal dari kerajaan Bajeng, Gowa, yang dikisahkan dalam Babad Tanah  Melayu.

Mengenai keislaman Napoleon, memang, banyak sudah diungkap oleh media-media yang kredibel bahkan dari Perancis sendiri. Tapi yang luput diketengahkan oleh penulis, sebagai temuan di sisi lain, bahwa Napoleon justru dikatakan hanya ingin menarik simpati dari kalangan umat Islam di tengah kedudukannya yang mulai tertekan, terutama di Mesir dan India dalam menghadapi seteru besarnya yaitu Inggris.

Sangat disayangkan pula, buku ini hanya mendasarkan referensinya pada situs online saja. Di bagian daftar pustaka, tidak ada satu pun buku referensi yang dicantumkan. Pun, banyak referensi yang dikutip menggunakan hasil terjemahan yang masih kacau, hingga sulit dipahami bahkan keluar dari makna yang awal yang dimaksudkan, boleh  jadi karena sebagian masih menggunakan mesin terjemahan.

Oleh :

Rajab Sabbarang Daeng Nuntung
(Penggiat Rumah Baca Smart  & Cool)