Pada postingan sebelumnya, telah diuraikan dimensi keteladanan dari
Bunda Fatimah Az-Zahra dari segi ibadah dan peningkatan spiritualnya. Kali ini,
akan dipaparkan dimensi keteladanan beliau yang lainnya, yaitu sebagai partner
terbaik dan manifestasi kelembutan seorang isteri.
Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan
perempuan. Pasangan itu menyatu membina rumah tangga menjadi sepasang suami-isteri.
Pasangan yang saling melengkapi dan memberikan
kenyamanan. Pasangan ideal adalah teman dalam ketaatan kepada Allah Swt.
Fatimah Az-Zahra dan Imam Ali adalah pasangan yang ideal. Karena itu
Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada yang sepadan dengan Fatimah Az-Zahra
kecuali Ali.”
Fatimah Az-Zahrah adalah partner terbaik bagi pasangannya dalam
ketaatan kepada Allah SWT, seperti yang pernah diucapkan Imam Ali, “Dia adalah
sebaik-baiknya penolong dalam ketaatan kepada Allah.”
Sebaliknya, saat Rasulullah saw bertanya kepada Sayyidah Fatimah
Az-Zahra tentang Imam, beliau berkata, “Wahai
ayahku, dia suami yang paling baik.”
Selama Sembilan tahun masa pernikahannya dengan Imam Ali, Fatimah
Az-Zahra menjalankan perannya sebagai isteri dan ibu bagi anak-anak dengan
baik. Sehingga Imam Ali dapat berjuang dengan tenang.
Pada masa hidup bersama Fatimah, Imam Ali sering pergi berjihad. Segala
permasalahan dan rasa lelah Imam Ali menjadi hilang saat memandang wajah
isterinya tercinta, “Tiap kali aku
memandang wajahnya, hilanglah semua kegundahan dan kesedihanku. Sumpah demi
Allah, Aku tidak pernah membuat Fatimah marah dan sedih…dan Fatimah pun tidak
pernah membuatku marah dan sedih.”
Mengenal sejarah kehidupan manusia teladan, bukan sekadar untuk
diketahui. Tapi, lebih dari itu, kehidupan mereka harus dieladani untuk kehidupan
kita.
Tidak sedikit pasangan suami-isteri yang bercerai atau rumah tangga dipenuhi pertengkaran, padahal
dari segi ekonomi mereka tidak berkekurangan. Karena itru, lihatlah, rumah
tangga Fatimah Az-Zahra dan Imam Ali, dengan segala kesederhanaannya, namun
menjadi rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Dalam menjelaskan betapa beratnya bunda Fatimah Az-Zahra mengerjakan
pekerjaan rumah tangga, namun tetap dilakukan dengan penuh keikhlasan.
Imam Ali berkata, “Apakah harus aku katakana kepada kalian tentang aku
dan Fatimah? Fatimah orang yang sangat dicintai Rasulullah dalam keluarganya. Fatimah
hidup bersamaku. Karena seringnya menggiling gandum, gilingan gandum itu
membekas di tangannya.
Karena seringnya membawa tempat air, ada tanda di badannya. Karena seringnya
menyapu rumah, bajunya sering dipenuhi debu. Karena seringnya menyalakan
tungku, bajunya pun berwarna kehitaman karena asap. Dia sempat terluka karena
mengerjakan pekerjaan rumah.”
Suatu hari, aku mendengar seorang budak dibawa menghadap Rasulullah
saw. Aku berkata pada Fatimah, “Tidak ada salahnya engkau pergi ke rumah ayahmu
untuk meminta seorang budak yang dapat membantu pekerjaan rumahmu. Fatimah pun
pergi menghadap Rasulullah saw. Saat itu dia melihat ayahnya tengah
berbincang-bincang.
Karena malu, akhirnya Fatimah kembali ke rumah. Besoknya Rasulullah
mendatangi rumah kami. Beliau kemudian duduk di samping Fatimah dan berkata, “Kemarin
apa yang Engkau ingnkan dariku?” Fatimah diam tidak menjawab. Rasulullah
kembali bertanya namun Fatimah kembali diam, tidak menjawab.
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sumpah demi Tuhan aku akan mengatakan
hal itu padamu. Karena seringnya Fatimah menggiling gandum, sampai-sampai
gilingan gandum membekas di tangannya. Karena seringnya membawa tempat air,
sampai ada bekas di badannya. Karena seringnya menyapu rumah sampai hitam
bajunya. Kami dengar ada seorang budak dibawa kepadamu, karena itu aku
menyuruhnya untuk meminta pembantu kepadamu.” (Sunan Abu Daud, jilid 4, hal
315)
Namun demikian, di saat memungkinkan Imam Ali akan membantu Sayidah
Fatimah mengerjakan pekerjaan rumah. Imam Ali pergi mencari kayu bakar,
mengambil air danmenyapu rumah, sementara Sayidah Fatimah menumbuk gandum dan
membuat roti.
Masalah ekonomi bukan segalanya. Permasalahan selalu ada dalam rumah
tangga. Namun, jika pasangan suami isteri sejak awal sudah berkomitmen untuk
menjadikan rumah tangga sebagai sarana ibadah dan ketaatan kepada Allah swt,
maka rumah tangga akan penuh berkah.
Pasangan suami isteri hendaknya saling mengerti kondisi pasangannya,
saling memberikan motivasi dan ketenangan, maka itulah spirit yang diajarkan Fatimah
Az-Zahra dan Imam Ali kepada semua pasangan suami istri di dunia ini.
Apakah kita merasa nyaman
berada di samping pasangan atau sebaliknya? Apakah lebih senang berada
di rumah saat bersama pasangan, atau sebaliknya lebih senang dan nyamana berada di luar rumah dan jauh
dari pasangan?
Jika kita lebih senang dan nyaman saat jauh dari pasangan berarti kita
masih jauh dari meneladani kehidupan rumah tangga Sayidah Fatimah Az-Zahra.
Fatimah Az-Zahra pun mengajarkan kepada kita untuk setia kepada
pasangan dalam segala kondisi. Karena biasanya, kesetiaan pasangan akan goyah
saat kesulitan hidup menimpa, terutama kesulitan ekonomi.
Sehingga tidak heran, sering kita dengar di tengah masyarakat,
ungkapan ‘ada uang abang disayang, tak ada
uang abang ditendang’.
Kesetiaan Sayidah Fatimah Az-Zahra tercermin melalui perkataan beliau
kepada Imam Ali, “Wahai Abal Hasan yang rohku sebagai tebusan untukmu, jiwaku
sebagai tebusan jiwamu, jika engkau dalam kebaikan, aku bersamamu, begitupula
jika engkau dalam kesulitan, aku juga akan tetap bersamamu.”
Seorang isteri yang sholehah akan senantiasa memikirkan kenyamanan
suaminya. Ini juga yang dilakukan Sayidah Fatimah Az-Zahra. Beliau senantiasa
memikirkan kenyamanan suaminya meski ajal sudah dekat beliau rasakan. Bahkan,
beliau pun telah memikirkan kenyamanan suaminya pasca wafatnya.
Detik-detik menjelang ajalnya, Imam Ali melihat Sayidah Fatimah
Az-Zahra menangis. Beliau berkata, “Fatimahku sayang, kenapa Engkau menangis?”
Sayidah Fatimah menjawab, “Aku menangis karena memikirkan musibah dan kesulitan
yang akan menimpamu setelah kepergianku.”
Beliau mewasiatkan kepada Imam Ali untuk menikahi Ummul Banin karena Ummul
Banin dekat dengan putera-puterinya. Dan mengatakan kepada Imam Ali bahwa
seorang lelaki sulit hidup tanpa isteri.
Karena itu, Sayidah Fatimah dikenal dengan haniyah, yaitu seorang perempuan yang sangat penyayang dan lemah
lembut terhadap suaminya. Kasih sayang dan kelembutannya sangat luar biasa
ditumpahkan untuk kebahagiaan dan kenyamanan suaminya.
Itulah puncak cinta, kasih sayang dan kelembutan seorang isteri. Itulah manifestasi kelembutan dan kasih sayang seorang isteri.
Sumber : Muslimah Idol, Napak
Tilas Kehidupan Para Perempuan Teladan, karya Euis Daryati, MA. Hal. 112-117
Sumber Gambar: en.alkawthartv.com
Sumber Gambar: en.alkawthartv.com